I B A D A H
I. W U D H U
A. Fardhu-Fardhunya
Fardhu-fardhu wudhu yaitu:
1. Niat.
2. Membasuh muka satu kali.
3. Membasuh kedua tangan sampai kedua siku.
4. Menyapu kepala. Yang diterima dari Rosulullah
mengenai hal ini ada 3 cara:
* Menyapu seluruh kepala
* Menyapu hanya pada serbannya saja
* Menyapu ubun-ubun serta serban
5. Membasuh kedua kaki hingga kedua mata-kaki.
6. Tertib.
B. Sunat-Sunat Wudhu dan Anggota Wudhu
Sunat-sunat wudhu dan anggota wudhu yaitu:
1. Memulai dengan basmalah
2. Menggosok gigi atau siwak.
3. Mencuci dua telapak tangan sewaktu hendak
memulai wudhu.
4. Berkumur-kumur.
5. Memasukkan air ke hidung, kemudian mengeluarkannya.
6. Membasuh wajah/muka. Batas muka itu panjangnya
ialah dari puncak kening sampai dagu, sedang
lebarnya dari pinggir telinga sampai ke pinggir
telinga yang satu lagi.
7. Membasuh kedua tangan sampai kedua siku.
8. Menyapu kepala (baca point A no.4).
9. Menyapu kedua telinga. Menurut sunnah
ialah menyapu bagian dalamnya dengan kedua
telunjuk, serta bagian luar dengan kedua
ibu jari, yakni dengan memakai air untuk
kepala, karena ia termasuk bagian dari padanya.
10. Membasuh kedua kaki hingga kedua mata
kaki.
11. Membasuh tiga-tiga kali.
C. Yang Membatalkan Wudhu
Ada beberapa hal yang menyebabkan batalnya
wudhu, yaitu:
Apa-apa yang keluar dari salah satu dari
kedua jalan, baik muka maupun belakang (qubul
dan dubur). Termasuk di dalamnya yang terdapat
di bawah ini:
1. Kencing
2. Buang air besar
3. Kentut
4. Mani, madzi dan wadi
5. Tidur nyenyak hingga tiada kesadaran lagi,
tanpa tetapnya pinggul di atas lantai. Jika
tidur itu sementara duduk, dan duduknya itu
dalam keadaan tetap, tidaklah batal wudhunya.
6. Hilang akal, baik karena gila, pingsan,
mabuk atau disebabkan obat, biar sedikit
atau banyak, dan tidak ada bedanya duduk
itu tetap di tempatnya atau tidak, karena
ketidaksadaran semua ini lebih hebat dari
sewaktu tidur, dan hal ini telah disepakati
oleh para ulama.
7. Menyentuh kemaluan tanpa ada batas.
D. Hal-hal Yang Tidak Membatalkan Wudhu
Yaitu:
1. Menyentuh perempuan/muhrimnya tanpa ada pembatas.
2. Keluar darah dari jalan yang tidak lazim,
baik disebabkan luka karena berbekam, atau
darah hidung, biar sedikit ataupun banyak.
3. Muntah, biar sepenuh mulut atau kurang
dari itu.
4. Kebimbangan orang yang telah berwudhu
mengenai hadats. Bila seorang yang telah
bersuci itu bimbang, apakah ia telah berhadats
atau belum, maka kebimbangan itu tidak jadi
soal dan wudhunya tidak batal, baik ia sedang
shalat, maupun diluarnya, sampai ia yakin
betul telah berhadats.
5. Gelak terbahak di waktu shalat tidaklah
membatalkan wudhu.
6. Memandikan mayat.
II. T A Y A M U M
A. Batasannya
Menurut logat (bahasa), tayamum itu artinya
ialah menyengaja. Sedangkan menurut syaraf
ialah menyengaja tanah untuk penghapus muka
dan kedua tangan dengan maksud dapat melakukan
shalat dan lain-lain.
B. Anggota Tayamum
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa
anggota tayamum adalah muka dan kedua tangan.
C. Tata Cara Bertayamum
Tata caranya yaitu:
1. Niat.
2. Membaca basmalah.
3. Memukulkan kedua telapak tangan ke tanah
yang suci, lalu menghembuskannya, kemudian
menyapukannya ke muka, begitu pun kedua belah
tangannya sampai ke pergelangan.
D. Yang Membatalkannya
Tayamum itu jadi batal oleh segala yang membatalkan
wudhu, karena ia merupakan ganti dari padanya.
Begitu pun ia batal disebabkan adanya air
bagi orang yang tidak mendapatnya, atau bila
telah dapat memakainya bagi orang yang tidak
sanggup pada mulanya.
Tetapi bila seseorang melakukan shalat dengan
tayamum kemudian ia menemukan air, atau bila
ia dapat menggunakannya setelah sholat selesai,
tidaklan wajib ia mengulang walapun waktu
sholat masih ada.
Tetapi bila menemukan air itu, atau dapat
menggunakannya setelah mulai shalat tapi
belum selesai, maka tayamum jadi batal dan
ia harus mengulangi bersuci dengan memakai
air.
Dan seandainya orang junub atau perempuan
haid bertayamum dikarenakan salah satu sebab
yang membolehkan tayamum itu dan ia shalat,
tidaklah wajib ia mengulangnya. Hanya ia
wajib mandi bila telah dapat menggunakan
air.
III. S H A L A T
A. Shalat Fardhu
1. Shalat fardhu ada 5 yaitu:
2. Shalat Shubuh
3. Shalat Dhuhur
4. Shalat eAshar
5. Shalat Maghrib
6. Shalat eIsya
1. Shalat Shubuh
Shalat Shubuh ada 2 rakafat. Waktu mengerjakannya
yaitu saat terbit fajar shadik dan berlangsung
hingga terbitnya matahari. Disunatkan untuk
menyegerakannya di awal waktu.
2. Shalat Dhuhur
Shalat Dhuhur ada 4 rakafat. Waktu mengerjakannya
bermula dari tergelincirnya matahari dari
tengah-tengah langit dan berlangsung sampai
bayangan sesuatu itu sama panjang dengan
selain bayangan sewaktu tergelincir.
Disunatkan tafkhir atau mengundurkan shalat
Dhuhur itu dari awalnya waktu hari amat panas
hingga tiada mengganggu kekhusyukan, sebaliknya
disunatkan tafjil atau menyegerakan pada
saat-saat lain dari demikian.
3. Shalat 'Ashar
Shalat eAshar ada 4 rakafat. Waktu mengerjakannya
bermula bila bayang-bayang suatu benda itu
telah sama panjang dengan benda itu sendiri,
yakni setelah bayangan waktu tergelincir,
dan berlangsung sampai terbenamnya matahari.
Waktu fadhilah/utama ialah pada awal waktunya,
dan penting menyegerakannya pada hari mendung.
Shalat eAshar merupakan shalat Wustha, artinya
pertengahan.
4. Shalat Maghrib
Shalat Maghrib ada 3 rakafat. Waktu mengerjakannya
bila matahari telah terbenam dan tersembunyi
di balik tirai, dan berlangsung sampai terbenam
syafak, atau awan merah.
5. Shalat eIsya
Shalat eIsya ada 4 rakafat. Waktu mengerjakannya
bermula di waktu lenyapnya syafak merah dan
berlangsung hingga seperdua malam.
Disunatkan mentafkhirkan shalat eIsya dari
awal waktunya (mengundurkan shalat eIsya
sampai waktu ikhtiar yakni separuh malam).
B. Syarat-Syarat Shalat
Syarat-syarat yang mendahului shalat dan
wajib dipenuhi oleh orang yang hendak mengerjakannya,
dengan ketentuan bila ketinggalan salah satu
diantaranya, maka shalatnya batal, ialah:
1. Mengetahui tentang masuknya waktu.
Bila telah yakin waktu shalat telah tiba
maka diperbolehkan untuk shalat, baik itu
diperoleh dari pemberitaan orang-orang yang
dipercaya, atau seruan adzan dari muadzdzin
yang jujur, atau ijtihad yakni usaha pribadi,
atau salah satu sebab apa juga yang bisa
menghasilkan ilmu dan keyakinan.
2. Suci dari hadats kecil dan hadats besar.
Dalam hal ini, kita dianjurkan untuk bersuci
dulu, yakni bisa dengan wudhu ataupun tayamum.
3. Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari
najis yang kelihatan, bila itu mungkin.
Jika tak dapat dihilangkan, boleh shalat
dengannya, dan tidak wajib mengulang.
Mengenai suci badan misal dari air kencing,
madzi darah (bagi wanita).
Suci pakaian yang dimaksud adalah bahwa pakaian
yang dipakai untuk shalat harus bersih dari
najis.
4. Menutup eaurat.
Batas 'Aaurat Laki-Laki
eAurat yang wajib ditutupi oleh laki-laki
sewaktu shalat, ialah kemaluan dan pinggul.
Mengenai yang lain yakni paha, pusat dan
lutut, maka terdapat pertikaian disebabkan
bertentangannya hadits-hadits tentang hal
itu. Ada yang mengatakan bahwa itu tidaklah eaurat,
dan ada pula yang mengatakan eaurat. Namun,
alangkah baiknya kita untuk berhati-hati
sehingga ketika mengerjakan shalat sebisa
mungkin menutupi pusar dan lutut.
Batas eAurat Wanita
Seluruh tubuh perempuan itu eaurat yang
wajib bagi mereka untuk menutupinya, kecuali
muka dan kedua telapak tangan.
Pakaian yang wajib dikenakan itu ialah yang
menutupi eaurat walaupun sempit dan hanya
cukup menutupi eaurat. Jika tipis dan terbayang
warna kulit maka tidak boleh shalat dengan
itu. Dan disunatkan shalat dengan memakai
dua macam pakaian atau lebih dan sedapat
mungkin agar berhias atau bersolek.
5. Menghadap kiblat.
Para ulama telah sepakat bahwa orang yang
mengerjakan shalat itu menghadap Masjidil
Haram, karena firman Allah dalam Qs. Al Baqarah : 144.Bagi orang yang tidak mengetahui arah kiblat,
wajib bertanya kepada orang yang tahu. Dan seandainya tidak ada, hendaklah ia berijtihad
dan mengerjakan shalat menurut arah yang
dihasilkan oleh ijtihadnya itu. Shalatnya
sah dan tidak wajib diulangi, bahkan walaupun
ternyata salah setelah selesai shalat. Jika
kekeliruan itu diketahui sementara shalat,
hendaklah ia berputar ke arah kiblat tanpa
memutus shalatnya.
Gugurnya kewajiban menghadap kiblat bila:
Shalat bagi orang yang berkendaraan.
Shalat bagi orang yang dipaksa, dalam keadaan
sakit dan ketakutan.
C. Fardhu-Fardhu Shalat
Shalat mempunyai rukun-rukun dan fardhu sehingga
bila kita tertinggal salah satunya maka shalat
dianggap tidak sah menurut syaraf. Perinciannya
yaitu:
1. Niat
2. Takbiratufl Ihram
3. Berdiri pada shalat fardhu
Hukumnya wajib berdasarkan Kitab, Sunnah
dan Ijmaf bagi orang yang kuasa. Dan mengenai
hal ini telah disepakati para ulama, sebagaimana
mereka sepakat pula atas sunatnya merenggangkan
telapak kaki sewaktu berdiri itu.
Berdiri di Waktu Shalat Sunat
Mengenai shalat sunat, boleh dilakukan sementara
duduk, walaupun seseorang itu kuasa berdiri,
Hanya, pahala orang yang berdiri lebih sempurna
daripada orang yang duduk.
Tak Kuasa Berdiri Pada Shalat Fardhu
Orang yang tak kuasa berdiri pada shalat
fardhu, hendaklah ia shalat menurut kemampuannya,
dan orang tersebut tetap akan memperoleh
ganjaran penuh tanpa kurang sedikitpun.
4. Membaca Al-Fatihah
Hukumnya wajib/fardhu pada setiap rakafat
shalat fardhu maupun shalat sunat. Dan hadits-haditsnya
shahih sehingga tidak ada alasan untuk bertikai
faham.
5. Rukuf
Hukumnya fardhu, berdasarkan firman Allah
dalam Qs. Al-Hajj: 77, rukuf dikatakan terlaksana bila membungkukkan
tubuh dimana kedua tangan mencapai kedua
lutut. Dalam hal ini diharuskan thumafninah,
artinya berhenti dengan tenang.
6. Bangkit dari rukuf dan berdiri lurus
(Iftidal) dengan thumafninah
7. Sujud
Sujud pertama dengan thumafninah kemudian
bangkit duduk dengan thumafninah, kemudian
sujud kedua dengan thumafninah, merupakan
fardhu pada setiap rakafat shalat baik shalat
fardhu maupun shalat sunat.
Batas Thumafninah
Thumafninah ialah ketenangan sementara waktu
setelah stabil atau mantapnya kedudukan anggota,
yang jangka waktunya oleh ulama ditaksir
sekurang-kurangnya selama membaca satu kali
tasbih.
Anggota-anggota Sujud
Antara lain: muka, kedua telapak tangan, kedua lutut dan
kedua telapak kaki.
8. Duduk yang akhir sambil membaca tasyahud
9. Memberi salam
Hukumnya fardhu pada salam pertama dan disunatkan
pada salam kedua. Dan jika seseorang memberi
salam hanya satu kali, disunatkan baginya
melakukan itu ke arah depan, dan jika dua
kali, maka yang pertama ke sebelah kanan
dan yang kedua ke sebelah kiri. Pada masing-masingnya
hendaklah ia menoleh atau berpaling, hingga
orang-orang yang di sebelahnya dapat melihat
pipinya.
D. Sunat-Sunat Shalat
Ada beberapa sunat shalat, yaitu:
1. Mengangkat kedua belah tangan
Disunatkan mengangkat kedua belah tangan
pada empat ketika:
a. Sewaktu takbiratufl ihram
Caranya: Mengangkat tangan setentang dengan
kedua bahu, hingga ujung-ujung jari sejajar
dengan puncak kedua telinga, kedua ibu jari
dengan ujung bawahnya, serta kedua telapak
tangan dengan kedua bahu.
Saat mengangkatnya itu bersamaan waktunya
dengan mengucapkan takbiratufl ihram.
b. Sewaktu rukuf
c. Sewaktu bangkit dari rukuf
d. Sewaktu bangkit hendak melakukan rakafat
ketiga
2. Menaruh tangan kanan di atas tangan kiri
3. Tawajjuh atau dofa iftitah
Disunatkan bagi orang shalat mengucapkan
salah satu di antara dofa yang pernah diucapkan
oleh Nabi SAW., dan dibacanya sebagai pembukaan
bagi shalat, yakni setelah takbiratufl ihram
dan sebelum membaca Al-Fatihah.
4. Istifadzah
Yaitu membaca afudzu billah setelah dofa
iftitah dan sebelum membaca Al-Fatihah dan
disunatkan membacanya dengan cara lunak atau
sir. Serta disyarifatkan pada rakafat yang
pertama.
5. Membaca Amin
Disunatkan bagi setiap orang yang shalat,
baik ia sebagai imam atau makmum atau shalat
seorang diri, mengucapkan amin setelah bacaan
Al-Fatihah, dengan secara jahar pada shalat
yang dijaharkan, dan secara sir pada shalat-shalat
yang disirkan. Juga disunatkan membacanya
bersamaan dengan imam (jika menjadi makmum),
tidak mendahului dan tidak pula terbelakang.
6. Membaca Al-Qurfan setelah Al-Fatihah
Disunatkan bagi orang yang shalat membaca
sebuah surat atau beberapa ayat Al-Qurfan
setelah membaca Al-Fatihah, yakni pada kedua
rakafat shalat Shubuh dan Jumfat, serta
pada kedua rakafat pertama dari shalat Dhuhur,
eAshar, Maghrib dan eIsya, serta pada semua
rakafat shalat sunat.
7. Membaca takbir sewaktu berpindah
Sunat membaca takbir setiap kali bangkit
dan turun, berdiri dan duduk, kecuali sewaktu
bangkit dari rukuf, maka dibaca gSamifallahu liman hamidah"
8. Tata cara rukuf
Disunatkan menyamaratakan kepala dengan tulang
pinggul, bertelekan dengan kedua tangan di
atas kedua lutut dengan merenggangkannya
dari pinggang, mengembangkan jari-jari atas
lutut dan pangkal betis, serta mendatarkan
punggung.
9. Bacaan sewaktu rukuf
Disunatkan dalam rukuf itu dzikir dengan
lafadh gSubhana rabbiyal eadhimh (Maha Suci Tuhanku
Yang Maha Besar).
Adapun lafadh gSubhana rabbiyal eadhimi wa bihamdihh, maka diterima dari beberapa sumber, tapi semuanya lemah.
10. Bacaan sewaktu bangkit dari rukuf dan ketika
eitidal
Disunatkan bagi orang yang shalat, baik ia
sebagai imam, makmum atau shalat seorang
diri agar membaca ketika bangkit dari rukuf gSamifallahu liman hamidahh (Allah mendengar akan orang
yang memujiNya). Kemudian bila ia telah berdiri lurus hendaklah
membaca gRabbana walakaflhamduh (Ya Tuhan kami,
dan bagi-Mulah puji-pujian).
11. Cara turun ke bawah buat bersujud dan cara
bangkit
Jumhur berpendapat disunatkannya meletakkan
kedua lutut ke lantai sebelum kedua tangan,
kemudian baru kedua tangan, lalu kening dan
hidung.
12. Tata-cara sujud
Disunatkan untuk memperhatikan hal-hal berikut:
Merapatkan hidung, kening dan kedua tangan
ke lantai, dengan merenggangkannya dari pinggang.
Meletakkan kedua telapak tangan sejajar dengan
kedua telinga atau kedua bahu.
Agar melepaskan jari-jarinya secara rapat.
Menghadapkan ujung-ujung jari ke arah kiblat.
13. Jangka waktu sujud dan bacaan-bacaannya
Disunatkan pada saat sujud membaca gSubhana rabbiyal aflah (Maha Suci Tuhanku
Yang Maha Tinggi).
Dan selayaknya bacaan tasbih di waktu rukuf
dan sujud itu tidak kurang dari tiga kali
tasbih. Adapun minimal, maka menurut Jumhur paling
sedikit lama waktu rukuf dan sujud yang
memadai itu, ialah selama membaca satu kali
tasbih. Mengenai tasbih yang sempurna, diperkirakan
oleh sebagian ulama sebanyak sepuluh kali.
14. Tata cara duduk di antara dua sujud
Menurut sunah, duduk di antara dua sujud
itu ialah secara iftirasy, yakni dengan melipat
kaki kiri, lalu mengembangkan dan duduk di
atasnya, dengan menegakkan telapak kaki kanan
sambil menghadapkan ujung-ujung jarinya kea
rah kiblat.
Dofa diantara dua sujud:
Disunatkan di antara dua sujud itu membaca
dofa diantara kedua dofa berikut, dan jika
mau boleh diulang-ulang, yakni:
Diriwayatkan dari Huzaifah oleh Nasafi dan
Ibnu Majah:
gBahwa Nabi SAW. biasa membaca di antara
dua sujud: gRabbifghfir li, rabbifghfir li!h
(Tuhanku, ampunilah daku! Tuhanku, ampunilah
daku!).h
Dan Abu Daud telah meriwayatkan pula dari
Ibnu eAbbas r.a.:
gBahwa Nabi SAW. diantara dua sujud itu
membaca: gAllahummafghfir li, wafrhamni, wafafini,
wafhdini, wafrzuqni.h *)
(Ya Allah, ampunilah daku, beri rahmatlah
daku, sehatkan daku, tunjuki daku, dan beri
rezekilah daku!).h
*) Turmudzi juga meriwayatkannya, tapi di
sana terdapat wafjburni sebagai ganti wafafini.
15. Duduk beristirahat
Yaitu duduk sebentar waktu yang dilakukan
oleh orang yang shalat setelah selesai dari
sujud kedua pada rakafat pertama, menjelang
berbangkit ke rakafat kedua, dan setelah
selesai dari sujud kedua pada rakafat ketiga,
menjelang berbangkit ke rakafat keempat.
Mengenai hukumnya para ulama berbeda pendapat,
sebagai akibat dari berbedanya hadits-hadits
tentang hal itu.
16. Tata tertib duduk waktu tasyahud
Hendaklah di saat duduk waktu tasyahud itu
dijaga sunat-sunat berikut:
* Hendaklah tangan kiri diletakkan di atas
lutut kiri dan tangan kanan di atas lutut
kanan dan dibuat ikatan 53 1 (maksudnya digenggamnya
jari-jarinya, dan ditaruhnya ibu jarinya
pada pergelangan tengah di bawah telunjuk),
serta menunjuk dengan jari telunjuknya.
* Agar memberi isyarat dengan telunjuk kanan
dengan membungkukkannya sedikit sampai memberi
salam.
* Agar duduk iftirasy pada tasyahud pertama,
dan duduk tawarruk pada tasyahud akhir. Duduk tawarruk maksudnya: menegakkan kaki
kanan sambil menghadapkan jari-jarinya ke
arah kiblat dan melipatkan kaki kiri di bawahnya
sambil duduk dengan panggul di atas lantai.
17. Tasyahud pertama
Jumhur ulama berpendapat bahwa duduk tasyahud
pertama itu hukumnya sunat.
18. Shalawat Nabi SAW.
Disunatkan bagi orang yang shalat untuk membaca
shalawat bagi Nabi SAW. pada tasyahud akhir.
Adapun bacaannya:
gAllahumma shallifala Muhammad wafala
ali Muhammad, kama shallaita eala Ibrahim,
wabarik eala Muhammad wa eala ali Muhammad,
kama barakta eala ali Ibrahim, fil ealamina
innaka hami-dufmmajid.h
19. Dofa setelah tasyahud akhir dan sebelum
salam
Disunatkan membaca dofa setelah tasyahud
akhir an sebelum salam mengenai kebaikan
dunia akhirat.
20. Dzikir dan dofa setelah memberi salam
E. Hal-hal yang Dimakruhkan Dalam Shalat
Seseorang yang sedang shalat dimakruhkan
meninggalkan salah satu sunat diantara sunat-sunat
shalat yang telah disebutkan di muka. Selain
itu dimakruhkan pula hal-hal berikut:
1. Mempermainkan baju atau anggota badan,
kecuali bila ada keperluan.
2. Bertolak pinggang.
3. Menengadah ke atas.
4. Melihat sesuatu yang dapat melalaikan.
5. Memejamkan mata. Tetapi kalau dengan membuka
mata jadi terganggu, misalnya di depannya
ada ukiran, lukisan dll., maka memejamkan
mata itu tidak saja diperbolehkan, bahkan
jika ditinjau dari kehendak syaraf, lebih
kuatlah dikatakan sunat daripada makruh.
6. Memberi isyarat dengan tangan ketika salam.
7. Menutup mulut dan menurunkan kain ke bawah.
8. Shalat di depan makanan yang telah terhidang. Berkata jumhur: gSunat mendahulukan makan daripada shalat,
jika waktunya cukup lapang. Jika waktu sempit, maka haruslah mendahulukan
shalat.h Menurut Ibnu Hazmin dan sebagian golongan
Syafifi, hendaklah didahulukan makan, walau
waktu sempit sekalipun.
9. Menahan kencing atau buang air besar atau
hal-hal lain yang mengganggu ketentraman.
10. Shalat di waktu sedang mengantuk.
11. Menetapkan tempat shalat yang khusus di mesjid
kecuali imam.
F. Hal-hal yang Membatalkan Shalat
Shalat itu menjadi batal dan hilang maksud-tujuannya
karena melakukan perbuatan-perbuatan berikut:
1 & 2. Makan dan minum dengan sengaja.
3. Berkata-kata dengan sengaja dan bukan untuk
kepentingan shalat.
4. Bergerak banyak dengan sengaja.
5. Sengaja meninggalkan sesuatu rukun atau syarat
shalat tanpa eudzur.
6. Tertawa dalam shalat.
IV. SALAT DALAM PERJALANAN
A. Mengqashar Shalat Yang Empat Rakafat
Shalat yang boleh diqashar adalah shalat
yang empat rakafat, yaitu Dhuhur, eAshar
dan eIsya.
Berkata Ibnul Qayim: gJikalau bepergian, Rasulullah SAW. Selalu
mengqshar shalat yang empat rakafat dan
mengerjakannya hanya dua-dua rakafat, sampai
beliau kembali ke Madinah.h
Tidak diketemukan keterangan yang kuat bahwa
beliau tetap mengerjakannya empat rakafat.
Hal ini tidak menjadi perselisihan imam-imam,
walau mereka berlainan pendapat tentang hukum
mengqashar.
Mengenai jarak bolehnya mengqashar adalah
tiga mil (Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Baihaqi
meriwayatkan dari Yahya bin Yazid).
B. Menjamaf Dua Shalat
Dibolehkan seseorang itu merangkap shalat
Dhuhur dengan eAshar dan menjamaf shalat
Maghrib dengan eIsya, baik secara taqdim
(mengerjakan dua buah shalat pada waktu shalat
pertama) maupun tafkhir (mengerjakannya
pada waktu shalat kedua/diundurkan).
Alasan-alasan menjamaf shalat:
1. Menjamaf di eArafah dan Muzdalifah.
Para ulama sependapat bahwa menjamaf shalat
Dhuhur dan eAshar secara taqdim pada waktu
Dhuhur di eArafah, begitupun antara shalat
Maghrib dan eIsya secara tafkhir di waktu
eIsya di Muzdalifah, hukumnya sunat, berpedoman
pada apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
2. Menjamaf dalam bepergian.
3. Menjamaf di waktu hujan.
4. Menjamaf sebab sakit atau eudzur.
5. Menjamaf sebab ada keperluan.
C. Shalat Dalam Kendaraan
Mengerjakan shalat dalam kendaraan, menurut
cara yang mungkin dilakukan hukumnya sah
tanpa makruh sama sekali. Boleh dilakukan
dengan berdiri (misal di dalam kapal) maupun
duduk (misal di dalam bus atau kereta). Dan
arah kiblatnya menurut arah jalannya kendaraan
itu.
Diterima dari Ibnu Umar, katanya:
gNabi SAW. ditanya perihal shalat di atas
kapal, maka ujar beliau: gShalatlah di sana
dengan berdiri, kecuali bila engkau takut
tenggelam!.h (Diriwayatkan oleh Daruquthni
dan Hakim menurut syarat Bukhari dan Muslim)
V. SHALAT BERJAMAfAH
A. Hukum
Sebagian ulama berpendapat, shalat berjamafah
itu adalah fardhu eain. Sebagian lagi berpendapat
bahwa shalat berjamafah itu adalah fardhu
kifayah dan sebagian lagi berpendapat sunnat
muakkad (sunat yang diutamakan).
Shalat lima waktu bagi laki-laki , berjamafah
di masjid lebih baik daripada di rumah, kecuali
shalat sunnat, maka di rumah lebih baik.
Bagi perempuan shalat di rumah lebih baik
karena lebih aman bagi mereka.
Sabda Rasulullah SAW. : g Hai Manusia shalatlah kamu di rumah masing-masing,
sesungguhnya sebaik-baik shalat adalah shalat
seseorang di rumahnya, terkecuali shalat
lima waktu maka di masjid lebih baikh (HR.
Bukhari dan Muslim).
Sabda Rasulullah SAW. : gJanganlah kamu larang perempuan-perempuan
ke masjid, walaupun rumah mereka lebih baik
bagi mereka buat beribadahh (HR. Abu Daud).
B. Susunan Makmum
Kalau makmum hanya seorang, hendaklah ia
berdiri di sebelah kanan imam. Sedangkan
jika dua orang atau lebih supaya di belakang
imam.
Sabda Rasulullah SAW.: hDari Jabir bin Abdullah berkata bahwa pada
suatu ketika Nabi Muhammad SAW shalat maghrib,
maka saya datang lalu berdiri di sebelah
kirinya, maka beliau mencegah aku dan menjadikan
aku di sebelah kanannya, kemudian datang
temanku, maka kami berbaris di belakangnya.h
(HR. Abu Dawud).
C. Masbuq
Masbuq yaitu orang yang mengikuti kemudian,
ia tidak sempat membaca fatihah bersama imam
pada rakafat pertama.
Hukumnya, jika ia takbir sewaktu imam belum
rukuf, hendaklah ia membaca Al Fatihah seberapa
mungkin. Apabila imam rukuf sebelum habis
Fatihahnya, maka hendaklah ia rukuf pula
mengikuti imam. Atau di dapatinya imam sedang
rukuf, maka hendaklah ia rukuf pula.
Apabila masbuq mendapati imam sebelum rukuf
atau sedang rukuf dan ia dapat rukuf yang
sempurna bersama imam, maka ia mendapat satu
rakafat, berarti shalatnya itu terhitung
satu rakafat. Kemudian ditambah kekurangan
rakafatnya jika belum cukup, sesudah imam
memberi salam.
Sabda Rosulullah SAW.: gJika seseorang diantara kamu datang shalat
sewaktu kami sujud, maka hendaklah kamu sujud,
dan janganlah kamu hitung itu satu rakafat,
dan barang siapa yang mendapati rukuf beserta
imam, maka ia telah mendapati satu rakafat.h
(HR. Abu Daud)"
V. PUASA
A. Syarat Wajib Puasa
1. Berakal, orang yang gila tidak wajib berpuasa.
2. Baliqh.
3. Kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat berpuasa
karena sudah tua atau sakit, tidak wajib
berpuasa.
B. Tata Cara (Rukun) Puasa
1. Berniat pada malamnya, tiap-tiap malam
selama bulan Ramadhan.
2. Menahan dari yang membatalkan puasa, sejak
terbit fajar sampai terbenam matahari.
C. Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa
1. Makan dan minum.
2. Muntah dengan usaha yang disengaja.
3. Gila. Jika datangnya gila pada siang hari,
maka batallah puasanya.
D. Sunat Puasa
1. Menyegerakan berbuka apabila telah nyata
atau yakin bahwa matahari telah terbenam.
2. Berbuka dengan korma, atau sesuatu yang
manis, atau dengan air.
3. Berdofa sewaktu berbuka puasa, yaitu
: gAllaahumma laka shumtu wabika aamantu wafalaa
rizqika afthortu dzahabadh-dhoma-u wabtallatil
'uruuqu wa tsabatal ajru insyaa Allah.h
Artinya : Ya Allah karena Engkau aku berpuasa dan dengan
rizki-Mu aku berbuka, dahaga telah hilang,
urat-urat telah segar dan mudah-mudahan pahala
tetap dilimpahkan.
4. Mengakhirkan makan sahur.
Materi Ibadah ini disusun oleh Tim Guru TPA
Al-Hijrah Fukuoka
_______________________________________________________________________________________________________________________________ |
[ Home ] [ Visi dan Misi ] [ Struktur Pengurus ] [ Kegiatan Pendidikan ] [ Materi Pendidikan ] [ Siswa-Siswi ] |
[ Album Foto ] [ Lain-Lain ] [ Links ] [ Kontak Kami ] |