ANALISIS
Isu PKI merebak pada
1990-an seiring adanya jargon "bersih diri" dan litsus
(penelitian khusus) bagi calon anggota DPR. Kala itu diduga ada anggota
partai politik yang tidak "bersihdiri." Maksunya, mereka pernah
terlibat -- langsung atau tak langsung -- dalam organisasi terlarang PKI.
Pasca 1965 banyak anggota PKI yang menyelamatkan diri dan diduga menyusup
ke partai-partai yang ada.
Isu "bersih diri"
atau "bersih lingkungan" menerpa para tokoh politik dan anggota
masyarakat. Isu ini sering terjadi dalam persaingan politik untuk mematikan
gerak lawan dan, umumnya, menjelang pelantikan anggota Dewan. Banyak sudah
korbannya.
Partai-partai politik
saat itu, seperti Golkar, PDI, maupun PPP tidak lepas dari terpaan isu
PKI. Dari kekisruhan intern di PDI pada 1995, Djadjang Kurniadi -- mantan
ketua DPD PDI Jabar -- dinyatakan oleh Bakorstanasda Jabar terlibat organisasi
terlarang.
Walaupun Djadjang membantah,
tetapi Pangab Faisal Tanjung mengatakan temuan itu berdasarkan saksi dan
bukan hasil rekayasa. Akhirnya Djadjang mengundurkan diri setelah Bakorstanasda
yang diketuai Mayjen Muzani Syukur memberi catatan "patut diduga terlibat
G30S/PKI".
Nico Daryanto, sekjen
PDI masa Soerjadi, pernah terkena isu sama. Suatu ketika DPP PDI pimpinan
Soerjadi Me-recall delapan anggota Fraksi PDI di DPR. Juga, memecat tokoh-tokoh
PDI pimpinan Marsoesi karena dianggap berusaha mengkudetanya.
Setelah kejadian itu,
ada surat yang tertuju pada Thaib Ali -- salah satu anggota yang di - recall
-- bahwa Nico tidak bersih diri. Disebutkan, ia adalah anak Mayor Hartono
yang diberhentikan karena terlibat G30S/PKI. Nico membantah. Kasusnya tak
berlanjut.
Agar isu ini tidak
menimpa partainya, Ketua Umum Golkar Harmoko mengatakan akan mewaspadai
para penyusup yang diibaratkannya "Musang berbulu ayam". Ia menjamin
tidak ada kader Golkar yang terlibat PKI. Namun, Datu Syamsir Alamsyah
Gelar Datuk Majo Indo Nan Mamangun -- ketua DPD Golkar Kodya Payakumbuh
-- mendadak dicopot. Ia dituduh terlibat G30S/PKI ia akhirnya menghilang
dari gelanggang politik, walaupun ia membantah terlibat.
Asri Soebarjati Soenardi,
ketua DPRD Jatim, mengundurkan diri dari jabatannya. Ia beralasan akan
menyertai tugas suaminya ke Jakarta. Tapi, menurut Pangdam Soegoeng Soebroto,
di balik itu ada isu tak bersih lingkungan dari kakeknya.
Demikian juga Sartojo
Prawirosurojo, ketua Departemen Tani dan Nelayan Golkar. Ia tiba-tiba mengundurkan
diri, meski baru saja terpilih dalam munas.
Isu tak bersih diri
juga menimpa mantan sekjen dan ketua Umum PPP, Mardinsyah dan HJ Naro.
Menjelang Muktamar PPP 1990 isu itu menjadi santer di kalangan peserta
muktamar.
.
|