Kabar Ujung Genteng

Sengketa Tanah Warga & TNI AU Sukabumi
Personel AU Teror Warga Ujung Genteng
6 Agustus 2008 - 11:35 WIB
Kurniawan Tri Yunanto
VHRmedia,
Jakarta
- Perwakilan warga Kelapa Condong dan Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa
Barat, kembali mengadu ke Komnas HAM. Mereka melaporkan tindakan sewenang-wenang
personel Angkatan Udara di Sukabumi terhadap warga terkait sengketa tanah seluas
85 hektare.
Edy Jusuf, perwakilan warga Ujung Genteng, mengatakan masyarakat yang
melaporkan masalah ini ke Komnas HAM 16 Juli lalu diancam akan dibunuh oleh
personel TNI AU Sukabumi. Bahkan, kerabat salah seorang perwakilan warga yang
datang ke
Jakarta
akan disandera.
"Saya didatangi mereka dan menanyakan kenapa harus lapor ke Komnas
HAM. Saya pun menjawab tanah saya dipatok oleh AURI. Setelah itu saya ditendang
dan mereka bilang silakan lanjutkan kalau mau mati," kata Edy Jusuf, Selasa
(5/7).
Warga diteror oleh personel TNI AU yang selalu mengawasi kampung itu
dengan senjata lengkap setiap jam. Menurut Edy Jusuf, setiap tamu yang datang
juga harus lapor kepada tentara. Personel TNI AU bahkan pernah mengarak rudal
dan menancapkannya di gerbang Desa Ujung Genteng untuk meneror warga.
Ketika warga kembali mengadu ke Komnas HAM, personel TNI AU Sukabumi
mencari para tokoh masyarakat, salah satunya kakek Empan Sofyan yang berusia 75
tahun. Mereka bahkan sempat menyandera Tito, anak Empan Sofyan.
Komisioner Komnas HAM Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Nurkholis
mengatakan, akan melakukan investigasi menindaklanjuti pengaduan warga. Komnas
juga akan segera meminta TNI AU Sukabumi menghentikan teror dan tindak
kekerasan. "Yang paling penting kami akan minta polisi mengamankan warga.
Itu menjadi tugas mereka," katanya.
Sengketa tanah ini terjadi sejak 1985 dan kembali mencuat pada Mei 2008
setelah personel Markas Landasan Udara Atang Senjaya Bogor memasang patok dan
plang bertuliskan "Anda Memasuki Area Latihan TNI AU" di atas tanah
warga.
Jauh sebelumnya, tahun 1911-1912, warga dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
Jawa Barat dibawa Belanda ke Ujung Genteng untuk dijadikan kuli kontrak
perkebunan. Setelah
Indonesia
merdeka, warga kembali ke Ujung Genteng bekerja sebagai petani.
Pada 1960 AURI (sekarang TNI AU) meminjam lokasi tanah desa pada Pemda
seluas 3,5 hektare untuk dijadikan landasan udara dan asrama. Namun peminjaman
itu hanya secara lisan dan tidak tercatat. Tahun 1961 AURI mulai membangun
markas pertahanan. Ketika G-30-S meletus, personel AURI meninggalkan Desa Ujung
Genteng.
Seiring bertambahnya warga, Pemda mengeluarkan
surat
izin menggarap (SIM) melalui Kepala Desa Gunung Batu. Tahun 1984 warga
mengajukan permohonan pembuatan sertifikat. Setahun kemudian TNI AU juga
mengajukan permohonan kepemilikan areal Ujung Genteng seluas 250 hektare, tapi
tidak dijawab. Pada Mei 2008 muncul konflik sengketa tanah antara warga dan TNI
AU. (E1)
Foto: VHRmedia/Kurniawan Tri Yunanto
©2008 VHRmedia.com
