"Selamatkan Penyu di Sukabumi Secepatnya!!"

http://kusukabumiku.or.id

“DI SUKABUMI, PULUHAN TAHUN PENYU DIBINASAKAN SEJAK DARI TELURNYA”
(Dukung Penghentian Pembantaian Penyu, Sekarang juga dan Selamanya !)

PENYU merupakan satwa liar sisa peninggalan jaman purba yang dilindungi baik secara nasional, regional maupun internasional. Namun, populasi dan kelangsungan hidupnya sangat terancam punah akibat berbagai permasalahan. Dan, tindakan manusialah yang paling sangat serius mengancam keberadaan penyu dibanding fenomena alam. Seperti diantaranya pengunduhan/pengambilan telur penyu secara langsung dari sarang alaminya, yang secara tidak disadari pengunduhan telur sama saja pembinsaan penyu itu sendiri. Perburuan penyu untuk diambil daging dan bagian-bagian lainnya, kerusakan lokasi tempat pendaratan untuk bertelur di pesisir pantai, juga pengambilan ikan oleh nelayan dengan menggunakan jaring yang secara tidak sengaja mengambil penyu. Dan semuanya itu terjadi dan dialami penyu di pantai pendaratan dan peneluran Sukabumi.

Karena di Sukabumi, hampir sepanjang pantai yang masih alami mungkin saja dapat dijadikan sebagai tempat penyu mendarat untuk membuat sarang dan bertelur. Namun menurut para ahli yang terbaik, terbesar dan terkenal hanya terdapat di Pantai Pangumbahan Desa Gunung Batu Kecamatan Ciracap. Bahkan Pantai Pangumbahan ini termasuk pantai pendaratan penyu terbaik se Pulau Jawa bahkan diakui secara internasional. Pantai Pangumbahan memiliki garis pantai sepanjang sekitar 3.000 meter dengan butiran pasir yang halus dan tebal itu dimiliki Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukabumi.

Dalam pengelolaan penyu, pihak Pemkab Sukabumi untuk alasan sebagai pendapatan asli daerah, melakukan kerjasama dengan pihak swasta, yakni CV. Daya Bakti, seperti tertuang dalam perjanjian kerjasama No. 660.1/PJ-13 Huk/2002 – No. 45/DB-UPTP/VII/2002 tanggal 29 Juni 2002 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Penyu di Kawasan Pantai Pangumbahan Desa Gunung Batu Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi. Dan berdasarkan Surat Persetujuan Pimpinan DPRD Kabupaten Sukabumi Nomor 523/295/RT tanggal 12 Juni 2002 perihal Kerjasama Pengelolaan Pengunduhan Telur Penyu di Pantai Pangumbahan.

Dalam perjanjian tersebut, diantaranya pihak pengelola CV. Daya Bakti berhak melakukan usaha pengunduhan/pengambilan telur dari satwa yang dilindungi undang-undang dari sarang alaminya. Apalagi, Pemkab Sukabumi telah menerbitkan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2001 tentang Pajak Sarang Burung Walet, Telur Penyu dan Rumput laut. Sesuai Perda tersebut, pihak pengelola berhak atas 70 persen telur penyu untuk dimanfaatkan sebagai dana kompensasi biaya pelestariannya dan berkewajiban hanya 30 persen dari telur-telur penyu itu ditetaskan menjadi tukik untuk dilepas ke laut bebas.

Perda tersebut telah dibatalkan sesuai Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 92 Tahun 2005 tentang Pembatalan Peraturan daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pajak Sarang Burung Walet, Telur Penyu dan Rumput Laut tertanggal 29 April 2005. Namun, pada perjalananannya setelah pembatalan perda, lagi-lagi Penyelenggara Pemerintahan Kabupaten Sukabumi, baik eksekutif maupun legislatifnya, ‘keukeuh’ kembali mengeluarkan perda yang nyaris sama dengan perda sebelumnya. Yakni Perda Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pelestarian Penyu di Kabupaten Sukabumi.

Dalam perda terbaru itu, dalam pasal 7 ayat 3 diperbolehkan adanya pemanfaatan langsung telur penyu dari habitat alaminya. Dengan alasan untuk membiayai pengelolaan dan pelestarian penyu serta habitatnya. Hanya saja nilainya berbeda, maksimal 50 persen yang boleh dimanfaatkan dan minimal 50 persen untuk ditetaskan. Padahal sudah diketahui kalau di Sukabumi ini, penyu sangat terancam kelestariannya dan perlu diselamatkan. Karena telah berpuluh-puluh tahun, telur penyu itu diambil dan dimanfaatkan untuk dibinasakan. Kini, perda tersebut, sedang dalam proses evaluasi di Departemen Dalam Negeri. Semoga saja secepatnya Perda tersebut dibatalkan !

Sedangkan lokasi pendaratan penyu lainnya yang juga cukup terkenal bagi kalangan peneliti, tersebar di sepanjang pantai yang di dalam kawasan konservasi Suaka Margasatwa (SM) Cikepuh Balai Konservasi Sumbar Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat I – Departemen Kehutanan, yakni antara Cipanarikan hingga Cibulakan. Di sepanjang pantai ini terdapat tujuh titik pendaratan penyu, antara lain Hujungan sepanjang 500 meter, Citirem sepanjang 1.500 meter, Cibulakan sepanjang 500 meter.

Sedangkan Pulau Keris, Karang Dulang, Legon dan Karang Handap masing-masing berjarak hanya beberapa puluh meter saja. Di lokasi pendaratan dan peneluran penyu milik Departemen Kehutanan ini pun, kelangsungan hidupnya tidak luput dari permasalahan dan ancaman, terutama dari manusianya. Padahal, seharusnya di dalam kawasan ini telur-telur penyu itu dapat terjaga dengan aman hingga menjadi tukik dan lepas menghirup udara bebas di samudera.

Namun, tangan-tangan jahil dari orang-orang tidak bertanggungjawab beraksi di kawasan perlindungan ini dengan melakukan pengunduhan telur penyu yang seharusnya dijaga. Bahkan disinyalir adanya keterlibatan oknum-oknum penjaga hutan. Dengan alasan, untuk dana operasional pengamanan kawasan. Karena tidak ada dana khusus untuk pelestarian penyu. Sejumlah oknum tidak bertanggungjawab itu pun telah ditindak oleh instansinya.

Penting !!!!!!!!!
“Dan selama ini, patut diketahui masyarakat bahwa telur penyu yang beredar dipasaran, baik di Sukabumi maupun sekitarnya bukanlah hasil dari penangkaran penyu ! Melainkan berasal dari pengambilan telur langsung dari sarang alaminya. Karena sampai saat ini, belum ada upaya dan usaha penangkaran penyu yang berhasil, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.”

Hanya Dibatasi Sungai Cipanarikan
Antara dua kawasan pendaratan penyu yang terkenal di Sukabumi itu yakni Pantai Pangumbahan dan Kawasan SM Cikepuh itu hanya dibatasi Sungai Cipanarikan yang lebarnya hanya beberapa meter saja. Kenapa harus terpisah, itulah pertanyaan yang selalu ‘mengiang-ngiang’ dalam hati nurani sejumlah kalangan. Padahal secara ekologis, kedua kawasan tersebut sama, tidak ada perbedaan yang sangat menyolok. Mungkin saja puluhan tahun lalu, terpisahnya pengelolaan kawasan yang sama-sama mengelola satwa langka sisa peninggalan jaman purba itu disinyalir hanya karena kepentingan sesaat saja sejumlah kalangan.

Padahal pada era akhir tahun 1980-an atau awal tahun 1990-an, pemerintah pusat merencanakan menjadikan kawasan sepanjang pantai pendaratan dan peneluran penyu sebagai kawasan konservasi. Antara batas SM Cikepuh hingga Pantai Ujung Genteng itu dijadikan Suaka Margasatwa Laut Pangumbahan. Berarti, pemerintah pusat saat itu telah punya niatan sangat baik dalam upaya penyelamatan penyu, kendatipun saat itu khusus Penyu hijau (Chelonia mydas) belum dilindungi. Namun, nampaknya upaya tersebut mendapat respon negatif dari sejumlah kalangan yang berkepentingan. Hingga akhirnya, rencana tersebut nampaknya gagal di pertengahan jalan.

Dan kini, kelangsungan hidup penyu-penyu Sukabumi itu diambang kepunahan, diantaranya akibat adanya pengunduhan telurnya. Menurut para ahli, pada lingkungan normal, hanya 1 (satu) dari 1.000 (seribu) telur penyu yang bisa hidup hingga dewasa atau mencapai usia lebih dari 30 tahunan dan kembali bisa bertelur. Hal tersebut terjadi, akibat ancaman dari predator alami di laut samudera, itu belum termasuk ancaman dari manusia.

Bila, manusia ikut-ikutan mengkonsumsi telurnya, tentu penyu-penyu di Sukabumi itu akan berada pada posisi diambang kepunahan. Dan generasi mendatang hanya akan mendengar dari kisah-kisah atau dongeng-dongeng saja, atau berupa gambar dan foto serta patung-patung atau hanya sketsa pada logo Pemkab Sukabumi !

Kepunahan……? tentunya janganlah sampai terjadi ! Untuk itu, diharapkan demi keselamatan penyu dan habitatnya serta bagi kepentingan generasi sekarang dan masa yang akan datang, jadikan kawasan yang hanya dipisahkan sungai itu menjadi satu kawasan penyelamatan penyu secara terpadu yang dikelola secara arif dan bijaksana. Apalagi, kini penyu telah dilindungi undang-undang, baik nasional, regional dan internasional.

“Sekaranglah……saatnya menebus dosa-dosa generasi sebelumnya, karena penyu merupakan warisan generasi mendatang. Caranya dengan pengelolaan penyu tanpa harus memanfaatkan langsung dari penyu, telurnya dan bagian-bagian lainnya. Marilah bergerak bersama-sama menghambat laju kepunahan penyu, memulihkan habitatnya yang rusak dan menyelamatkan penyu-penyu yang tersisa !” Dan mudah-mudahan, kita semua kembali kepada jalan yang benar sesuai petunjuk Yang Maha Esa. Amiiin

Peraturan perundang-undangan
PENYU di Indonesia dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pangawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. “Bahwa penyu berikut bagian-bagiannya termasuk telurnya merupakan satwa yang dilindungi oleh negara.” Dan peluang pemanfaatannya melalui penangkaran yang diatur PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

Secara internasional, Indonesia termasuk negara yang telah menandatangani CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/Konvensi Internasional yang Mengatur Perdagangan Satwa dan Tumbuhan Liar Terancam Punah). Indonesia telah meratifikasinya melalui UU No. 43 Tahun 1974. Menurut CITES, seluruh penyu termasuk Appendiks I CITES, yang berarti, satwa tersebut dilindungi dan tidak boleh dimanfaatkan karena kondisinya terancam punah.

Juga seluruh penyu yang hidup di muka bumi termasuk jenis satwa yang terancam punah dan telah terdaftar pada Red Data Book (RDB) yang diterbitkan oleh IUCN (International Union on Conservation Nature and Natural Resources/Badan Konservasi Alam dan Sumber Daya Alam Internasional). Juga Indonesia telah menandatangani Biodiversity Convention dengan meratifikasinya melalui UU No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Keanekaragaman hayati.

Dan secara regional, pada tanggal 12 September 1997 bertempat di Thailand, Pemerintah Indonesia bersama-sama negara ASEAN lainnya telah menandatangani kesepakatan bersama mengenai Konservasi dan Perlindungan Penyu. Serta tahun 2001 menandatangani nota kesepahaman di bawah Konvensi Konservasi Species Migratori Satwa Liar, perjanjian tersebut kemudian dikenal dengan Nota Kesepahaman Penyu Laut Kawasan Samudra Hindia dan Asia Tenggara (MoU Penyu Laut IOSEA/www.ioseaturtles.org).

Proses penegakan hukum
Dalam kasus perdagangan telur penyu di wilayah hukumnya, Satuan Reserse dan Kriminal (Reskrim) Kepolisian Resort Kota (Polresta) Sukabumi pada Jumat, 14 Juli 2006 telah menetapkan tiga tersangka, masing-masing Tar, Nen dan H.AG. Dua diantaranya, Tar dan Nen yang perkaranya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukabumi hanyalah pedagang asongan telur penyu yang biasa mangkal di Jalan Ahmad Yani Kota Sukabumi. Sedangkan H. AG adalah seorang pengusaha yang selama ini melakukan usaha pengunduhan telur penyu di Pantai Pangumbahan, Desa Gunung Batu, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi dan mendistribusikan telur penyu ke berbagai wilayah, termasuk Kota Sukabumi.

Jajaran Satuan Reskrim Polresta Sukabumi masih terus mengembangkan “Kasus Perdagangan Telur Penyu” ini. Dan setidaknya dari pengakuan dan pengembangan para tersangka sebelumnya, tidak menutup kemungkinan akan menyeret aktor-aktor lain dibalik perdagangan telur penyu Sukabumi tersebut. Terbukti dengan adanya sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Sukabumi yang sempat dimintai keterangan oleh penyidik Satuan Reskrim Polresta Sukabumi.

Sebagai masyarakat mari kita tunggu hasil sepak terjang dari upaya proses penegakan hukum yang merupakan salah satu agenda reformasi bangsa ini. Dan mari kita berdoa’a agar para aparat penegak hukum itu masih memiliki hati nurani dan berpikiran bahwa penyu memang harus diselamatkan demi kepentingan generasi saat ini dan generasi yang akan datang. Karena selamatnya penyu, khususnya di Sukabumi, kini berada ditangannya ! Semoga………..

Untuk itu Kusukabumiku bersikap dan menegaskan bahwa :

1. Penyu di Sukabumi Harus Diselamatkan dan Pembantaian Penyu Harus Dihentikan Sekarang juga dan Selamanya.
2. Peraturan Daerah (Perda) No. 16 Tahun 2005 tentang Pelestarian Penyu di Kabupaten Sukabumi harus dibatalkan. Karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional, regional dan internasional.
3. Perkara pidana perdagangan telur penyu yang baru memunculkan tiga tersangka harus diproses secara hukum dan seret aktor intelektual lainnya, jangan hanya pedagang kecil saja yang dikorbankan.
4. Pantai pendaratan dan peneluran penyu di Pantai Pangumbahan dan SM. Cikepuh harus satu pengelolaan terpadu, profesional dan nasional dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai Kawasan Penyelamatan Penyu Sukabumi.

Mari beraksi ! Sekarang Juga ! Apa yang anda dapat lakukan ? Angkat Suara untuk Penyu !

Kirimlah surat dukungan upaya penyelamatan penyu di Sukabumi ke Bupati dan DPRD Kabupaten Sukabumi/Gubernur dan DPRD Provinsi Jawa Barat/Presiden dan DPR di Jakarta. Atau juga kepada jajaran aparat penegak hukum, baik di Sukabumi, tingkat provinsi Jawa Barat maupun tingkat pusat.

Anda pun dapat menulis surat dukungan tersebut melalui koran lokal, regional dan nasional atau kirimkan ke Kusukabumiku, email : kusukabumiku(at)yahoo.com untuk ditampilkan di www.kusukabumiku.or.id.

Anda pun dapat mendukung Upaya Penyelamatan Penyu ini melalui himbauan Anda kepada keluarga, sesama teman ataupun pihak terkait lainnya untuk tidak mengkonsumsi telur dan daging penyu, serta untuk tidak memanfaatkan bagian-bagian lainnya dari penyu !

Atau bergabunglah dengan lembaga-lembaga yang peduli terhadap keselamatan penyu laut ! Bisa juga membentuk kelompok sendiri untuk mendukung upaya penyelamatan penyu tersebut !

Atau bergabunglah bersama Pendukung dan Sukarelawan Kusukabumiku ! Silakan, semua keputusan ada pada anda sendiri dan yang pasti kita harus menyelamatkan penyu tersebut, untuk kepentingan generasi saat ini dan masa yang datang !

PENYU SELAMAT, SUKABUMI BERMARTABAT