Melihat Penyu Bertelur Di
Pangumbahan
Jusni Hilwan
Email ID: hilwan@rogers.com
Homepage:
http://members.rogers.com/hilwan
Toronto, Canada
Tempat favorit ketiga yang karena merupakan tempat
yang akan
saya ceritakan kali ini bernama Pangumbahan. Pangumbahan adalah suatu pantai
di tepi samudera Hindia di sebelah selatan Sukabumi. Letaknya dekat dengan
Ujung Genteng yang pernah menjadi pangkalan Angkatan Laut R.I. karena
tempatnya yang strategis. Ujung Genteng adalah daratan yang paling menjorok
ke laut di sebelah selatan propinsi Jawa Barat. Pangumbahan terletak sekitar
10 km ke arah barat dari Ujung Genteng. Untuk mencapai tempat ini, dari
Cibadak, kita ke selatan menuju kota bernama Jampang Kulon dan dari sana kita
menuju barat daya ke arah kota bernama Ciracap. Total perjalanan dari Jakarta
(dulu) sekitar 5 sampai 25 jam tergantung nasib :-). Soalnya sekitar 30 km
sebelum Pangumbahan jalan beraspal habis dan jalan seterusnya adalah jalan
tanah yang bila kena hujan menjadi jalan tanah liat. Pada jaman dahulu ada
sungai lebar yang hanya bisa dilintasi kalau air pasang dan mobil kita naiki
perahu khusus (ponton). Akibatnya kalau kita sampai di tepi sungai dan air
sedang surut, kita harus menunggu sekitar 12 jam sebelum kita dapat
menyeberang. Konon saat ini sudah ada jembatan permanen untuk mencapai
Pangumbahan. Karena risiko jalan berlumpur di atas maka mobil yang kita pakai
harus mobil dengan gandar ganda (4 wheel-drive) seperti jeep atau truk. Nah,
setelah berhasil mencapai Pangumbahan melalui "perjuangan" di jalan, segala
sesuatunya akan sangat mempesonakan selain memang pantainya indah sekali.
Pasirnya istimewa, halus sekali dan renggang ataupun tidak padat, putih
bersih dan pantainya lebar serta luas. Sedemikian halusnya pasir Pangumbahan
sehingga kalau kita jalan di atasnya, kaki kita akan terbenam sampai sebatas
tungkai dan kalau kita tekan dengan mudah dapat kita benamkan sampai sebatas
lutut. Karena pasir yang demikian maka pantai Pangumbahan menjadi "rumah
sakit bersalin" para penyu sesamudera Hindia alias tempat favorit untuk
penyu bertelur.
Jenis penyu yang bertelur disini adalah penyu hijau yang merupakan penyu yang
hidup di air laut. Penyu yang terdiri dari sekitar 250 jenis merupakan
binatang purba karena hidup di bumi sejak 200 juta tahun lalu pada periode
Triassic jadi hampir bersamaan dengan dinosaurus yang sudah punah. Fisiknya
hampir tidak berubah sehingga kalau kita melihat wajah sang penyu sekarang,
sama dengan kita melihat wajah nenek moyangnya 200 juta tahun lalu. Penyu
hijau dapat berkembang sampai mencapai lebih dari 1 meter panjangnya, lebih
dari 200 kg beratnya dan hidup lebih dari 100 tahun. Kalau kita bertanya:
"Apa sih rahasia umurmu panjang, bu penyu (yang ke Pangumbahan cewek
semuanya)?" Jawabnya mungkin: "Saya tidak makan daging." Ya penyu
vegetarian
alias makanannya adalah ganggang, rumput laut dan tanaman laut lainnya.
Setelah kita berhasil memasang tenda di atas pasir Pangumbahan maka selain
menikmati keindahan pemandangan alam di siang hari, tujuan utama kita adalah
"mengintip" penyu bertelur. Saya katakan "mengintip" karena memang
dibutuhkan
keahlian tukang intip untuk bisa melihat sang penyu bertelur. Menjelang sore
para penyu yang sudah mendaftar :-) (ingat di Indonesia semua mesti ikut
prosedur termasuk penyu) untuk bertelur akan berenang di sekitar pantai,
masih di dalam laut. Dapat kita lihat dengan teropong karena besarnya sang
penyu, sebagai benda-benda hitam yang kadang-kadang mengapung ke atas
permukaan air. Begitu langit mulai gelap, penyu satu persatu mulai
bermunculan dan merayap ke arah pantai.
Penyu lalu memakai segala inderanya sebelum mereka mulai menggali lubang
untuk mengetahui aman tidaknya keadaan di sekitar situ. Bila kita ribut atau
kita ganggu dia sebelum ia mulai bertelur, maka ia tidak akan jadi bertelur
dan akan berangkat kembali ke arah laut. Kalau ia sudah selesai menggali dan
sudah mulai mengeluarkan telurnya, meskipun kita duduki atau kita injak dia,
telurnya akan keluar terus karena rupanya sukar untuk menghentikan
"transaksi" puluhan telur. Besar penyu yang datang ke Pangumbahan umumnya
sekitar 1 meter dan sekali bertelur jumlahnya bisa mencapai 200 butir.
Caranya menggali lubang telur istimewa juga. Setelah ia berhasil mendarat
dan merasa aman, ia akan mulai menggali pasir di sekelilingnya. Kaki-kakinya
dipakai untuk menyibak pasir kesamping dan keluar (seperti kita berenang gaya
dada). Bila galiannya sudah dalam dan ia sudah berada di bawah permukaan
pasir, kaki belakangnya yang istimewa bentuknya, dipakai untuk mulai membuat
lubang. Lubang digali dan pasir dibuang oleh kaki yang sama. Makin lama
tubuhnya akan makin miring ke belakang sampai mencapai hampir tegak. Dengan
demikian lubang yang dibuatnya bila sudah ditutupnya nanti akan sangat dalam,
lebih dari 1 meter dengan diameter atau garis tengah sekitar 20 cm. Setelah
selesai menggali lubang, ia akan beristirahat cukup lama sekitar beberapa
menit sebelum mulai mengeluarkan telur dari lubang kloakanya. Untuk ini kita
harus awas dan memperhatikan terus bila telur mulai keluar kalau kita tidak
mau "ketinggalan kereta".
Oya, di sekitar pantai tidak boleh ada lampu yang dinyalakan sehingga "lampu"
kita hanya bintang di langit atau sinar sang bulan. Begitu telur mulai keluar
lampu senter boleh kita nyalakan. Kita gali pasir sedikit di dekat permukaan
lubang telur atau kita geser sedikit sang penyu supaya kita bisa mengintip
bagaimana ia bertelur. Kalau telur mau kita ambil, kita harus awasi dimana
persisnya lubang tadi sebab kalau penyu sudah selesai dan sudah menutupi
lubangnya dengan rapi, hampir tidak mungkin kita tahu dimana lubang telur
tersebut. Artinya kita harus menggali pasir sedalam 1 meter lebih, seluas
beberapa meter persegi. Setelah selesai bertelur dan beristirahat cukup lama,
sang penyu akan pulang kembali ke laut. Dalam satu musim bertelur, penyu
tersebut bisa bertelur sebanyak 7 kali dengan jumlah telur puluhan sampai
seratusan setiap kalinya.
Meskipun jumlah telurnya sampai ratusan, penyu hijau di beberapa bagian di
dunia sudah terancam kepunahan karena dagingnya enak untuk dimakan dan
dibuat sup disamping telurnya yang sangat lezat. Ini saya alami juga sejak
pertama kali ke Pangumbahan. Makin lama jumlah penyu yang bertelur makin
sedikit. Entah bagaimana nasib penyu pada saat ini dengan adanya jembatan di
atas dan kemungkinan mutu jalanan yang sudah lebih baik dari jaman dulu.
Disamping "atraksi" penyu di atas, bila kita berjalan menyusuri pantai ke
arah barat, kita akan bertemu dengan suatu sungai kecil yang airnya cukup
jernih sehingga kita dapat mandi (air tawar) disitu. Kalau kita menyusuri
pantai ke arah timur selama 1 jam, kita akan sampai di suatu kolam laut
alamiah yang aduhai. Air disitu jernih sekali dan tidak berombak karena hanya
sekitar 100 meter ke arah laut ada barisan karang yang menghalangi ombak.
Dasar lautnya pasir putih yang bersih dan menjorok cukup landai sampai ke
batas karang di atas. Kolam laut tersebut dihiasi dengan aneka jenis ikan
warna warni dan tumbuhan serta binatang karang lainnya di daerah karang tadi.
Dari seluruh pantai selatan dan utara pulau Jawa sampai ke Bali, dari seluruh
pantai pulau-pulau Seribu yang pernah saya kunjungi, bagian pantai
Pangumbahan di atas adalah pantai terindah menurut saya. Nah, itulah kisah
tentang tempat favorit saya yang terakhir yang sudah lama tidak saya kunjungi