PERJALANAN
KE UJUNG GENTENG 18 TH LALU
Meimei
Email ID: meimei_joe@yahoo.com
Jakarta, Indonesia
Saya juga punya
pengalaman ke Ujung Genteng lho. Tapi itu pengalaman udah
lebih dari 18 tahun y.l. (udah kadaluarsa ya, sebab mungkin
aja sekarang jalan2nya udah banyak yang berubah).
Sama
seperti alasan teman2 di JS, keUjung Genteng mau liat penyu
bertelur doang. (Kasian deh kita2, dasar
orang kota). Berhubung udah lebih dr 18 thn y.l.
pengalamannya. Jadi saya mah ga hapal jalannya lewat mana,
berapa lama. Pokoknya waktu itu saya dan 3 kawan bule naik
mobil salah seorang bule itu, Jeep. Dia baru beli mobil 2nd
itu dan mau ngetes ceritanya. Sekalian mau nyoba off road lah
judule.
Berangkat
pagi2, lewatin puncak dulu. Lho koq puncak. Iya
krn kita mesti ngejemput temen yg satunya. Jadi lama deh tuh
perjalannannya, abis pake ngider ke Puncak dulu. Saya sih
masih inget dikit2 lah, jalannya spt menuju pelabuhan ratu, tapi beloknya entah
dipengkolan yang mana. Jalannya enggak begitu besar,
kadang lewatin jalan yang banyak lobang2 juga. Tapi
sempet melewati jalan berkelok kelok, disisi kanan hutan bukit bertebing,
disisi kiri tanahnya curam dan kalau mata memandang
lurus kearah horizon, keliatan birunya laut. Indaaaah banget.
Sangking indahnya kita menepi dulu untuk foto2. (lah
iya menepi, kalo ditengah jalan pan di giles mobil orang!). Perjalanan
dilanjut beberapa jam, sampai ke daerah perdesa’an.
Disana jalanan putus dihadang oleh sungai yang lumayan
dalam (menurut saya) dan sdh pasti mobil tdk dpt melewatinya. Krn
itu kita harus menaikan mobil ke rakit yg memang ada disediakan untuk
menyebrangi sungai. Rakit tsb dijalankan dengan menarik kawat
besi yg melintang disungai untuk pegangan orang menarik rakit tsb. (mengingatkan
saya pada sungai yg ada disamping jalan Gunung Sahari dan Sungai Ciliwung antara
Gajah Mada/Hayam Wuruk, dulu banyak orang yg mencari nafkah dengan cara
menyebrangkan penumpang spt itu) Berhubung kata si penyewa
rakit saat itu kedalaman air sungainya masih rendah dan tidak bisa menyeret
rakit dengan beban berat spt mobil. Kita disuruh menunggu
beberapa saat agar airnya naik. Biasanya sekitar jam 3 sore,
kata si penyewa rakit. Sambil menunggu kita menyewa perahu
kano penduduk setempat untuk iseng2 mendayung seputar lokasi itu. Sekitar
jam 3 sore, baru deh mobil bisa ditumbangi ke rakit dan nyebrang sungai.
+++
Perjalanan
dilanjutkan melewati perkebunan kelapa sawit. Hari sudah
larut mulai gelap. Kita masih dihadang oleh 2 buah sungai.
Tapi untung sungai2 tsb lebih manusiawi dari yg pertama. Para
penumpang turun dari mobil dulu, dengan menggulung celana panjang, penumpang
nyebrang duluan diikuti mobil dan si sopir (lah iya laaa.. masa mobilnya jalan
sendiri, serem atuh). Kami berjalan dalam
kegelapan, hanya lampu mobil dari belakang yang menerangi kami. Perlahan-lahan
sambil menjajaki mencari-cari jalan yang aman untuk si Jeep lewat. Hati
mah udah ketar ketir. Kebayang kalo ada lintah gimana???.
Hiiii…. Enak yg nyetir ya, cuman ikutin kita dr
belakang, jalan mana yg agak cetek. Ya begitulah, saya ga
bisa complaint dong. Nanti kalo mobilnya kejeblos bukannya
kita ga bisa balik ke Jakarta??? Perjalanan lanjut lagi,
melewati sebuah desa. Aduh jangan tanya nama desa itu apa??
18 taon bo. Lupa. Desa itu gelap
sekali. Krn belum ada listrik masuk kedesa tsb. Waktu
sudah menunjukan sekitar jam 9 malam, seisi desa itu udah tidur lelap.
Sepiiii….banget. Pasti mereka yg masih belom tidur
kebingungan, koq ada suara mobil menderu-deru. Mobil nyasar
mana yang lewat jalan kampung mereka??!!. Jalanan didesa itu
juga ga ada batu2, apa lagi aspal. Cuman tanah aja.
Seingat saya waktu itu kita harus melewati desa tsb krn mau potong jalan
singkat. Naaaaah… sewaktu melewati desa itu, ada kejadian
yg lucu nih. Karena desa tsb baru aja diguyur hujan,
licin ½ mati. Mobil jeep berapa kali melenceng dan
akhirnya selip. Di gas2 masih aja selip. Kebayang
enggak malem2 ga ada listrik, lewatin desa yg majoritas orang2nya udah tidur
lelap. Kita lewat pake kendaraan Jeep yang suaranya aujubilah
berisiiik sekaleee … Mana mobilnya di gas meraung-raung
terus. Tetep aja body mobil cuman melesat ke-kiri kanan
doang. Tanpa ada tanda2 mau jalan. Duh…
adrenalin udah naik, takut ngebangunin penduduk sekampung. Mula2
terlihat ada satu orang keluar dari rumahnya, kebingungan
ngeliatin ini bule2 nyasar plus satu cewe kucel and the kumel. Dalam
hitungan detik, bermunculan orang2 desa satu persatu yang
mukanya mengerikan….. ngeri karena tampang mereka pada
kesel semua kali ya, kebangun dari tidurnya yg nyenyak (bayangin aja tuh film
zombie …. Muncul satu persatu dari tanah). Hiiiii……
Malah ada yg masih pake sarung, sarungnya di kerudungin
kekepala. Mukanya hanya samar2 gelap keliatannya.
Mereka ngumpul semua mengitari mobil kita, sambil bertanya-tanya kenapa,
ada apa? Untung saya bisa bahasa sunda, ya
saya jelasin kemereka kalau mobil kita kena masalah, selip. Dan
salah satu bule teman saya juga fasih bahasa Indonesia. Jadi
tampang2 yg tadinya gahar tadi berubah 180 derajat jadi malaikat penolong.
Eh, betul lho. Mereka menolong kita tanpa pamrih.
Rame2 mereka bantu dorong2 mobil kami. Sambil serempak
mereka teriak: satuuuuu… duuaaaaa… tigaaaaaa…. !!!! Didoronglah
mobil kita keluar dari lumpur tanah nan lengket itu. Ada satu
dua orang yg mendorong dari belakang mobil keciprat lumpur dari ban yang muter
cepet krn selip dan licin. Waduh…. Kasihan
ya. Malem2 mereka mesti mandi ulang kayaknya. Bukan
cuma kaki aja yg keciprat, tapi muka dan seantero badan plus sarung tidurnya
keciprat lumpur. Hehehehe….. Akhirnya mobil bisa keluar
dari pelosok sialan itu. Dalam hati saya berpikir,
ternyata masih ada ya orang2 yang baik hati didesa itu, mau menolong
kita2 mahluk aneh dari planet luar, tanpa pamrih pula. Benar2
murah hati dan tulus. Lantas kami bersalam salaman dengan
mereka. Kawan2 saya dengan tulus pula memberikan lampu senter
(bahasa jawa bilang sentolop kan) satu2nya yg kita bawa ke salah seorang korban
cipratan lumur. Yang lain kita bagi2kan rokok dan uang
sekedarnya. Mereka enggak minta apa2 lho. Sama
sekali. Hebat ya.
+++
Lantas kami tiba
ditempat tujuan. Ada satu rumah kecil dengan seorang penjaga,
ternyata penjaga itu adalah orang yang mengurusi salah satu perternakan penyu di
Ujung Genteng. Lalu kami layaknya turis norak yang kesasar,
bertanya tanya seputar perternakan penyu. Si Bapak yang baik
hati bagaikan guru menerangi murid perihal penyu2 itu dan menunjukan sebuah
gudang ukuran 3x4 yang ternyata penuh dengan telur penyu hasil tangkapan
diwilayah pantai itu. Dan kita juga digiring melihat (bebek
kali ya pake digiring) bak2 air yang berisi penyu2 dengan ukuran besar dan usia
yang berbeda beda untuk dibudidayakan. Lalu kami diajak
kepantai, acara yang saya nanti2kan. Menunggu
dan melihat kalau2 ada penyu yang mendarat dan bertelur. Tidak
berapa lama kemudian, seorang anak buah si Bapak menunjuk kesatu titik dimana
ada se ekor penyu sedang menetas. Dengan langkah
mengendap-endap bagaikan maling sedang melintasi seekor anjing jaga yang lagi
tidur, kami mendekati sang penyu. Syarat utama kalau mau liat
penyu bertelur adalah: sewaktu penyu mendekati pantai, kita tidak boleh berisik,
merokok, apa lagi menyalakan lampu senter. Sebab kalau sang
penyu tau ada manusia dipantai, dia sudah pasti akan balik kembali berenang ke
laut. Enggak jadi bertelur. Setelah si
penyu sampai dipantai dia akan menggaruk-garuk pasir membuat lubang (penyu punya
insting kuat untuk memilih pantai yang berpasir bagus dan dia selalu kembali
ketempat yang sama dimana dia menetaskan telurnya pada saat yang tepat yaitu
pada saat dimana waktunya telur menetas). Nah sewaktu dia
membuat lubang pasir, jangan berdiri terlalu dekat. Apa lagi
berdiri didepannya. Tapi kalau sewaktu penyu sedang
mengeluarkan telur2 itu. Kita boleh memegangnya, menyenter
dengan lampu sorot kearah telur dan mengeluarkan bunyi2an spt berbicara dllnya.
Aneh ya, dalam keadaan dia “sedang” bertelur, dia
tidak lagi peduli lagi dengan sekitarnya. Yg penting dia
menjalankan tugas (berkonsentrasi penuh). Setelah selesai dia
menutup lubangnya kembali. Dan pergi berenang kembali
ketengah lautan. Si Bapak guide kami bilang, kadang mereka
bertemu menemukan penyu yang ber-péneng ditangannya. (péneng semacam anting2
yang dicantel, ada tulisan/tandanya di negara mana mereka diberi péneng).
Ada yang dari Australia, banyak pula yg dari Hawaii dllnya. Saya
sempat menunggangi salah satu penyu berukuran ukuran besaaar sekali saat dia
balik menuju laut bebas. Setelah puas melihat kehidupan penyu
kami cek in kesebuah rumah penduduk disekitar pantai disitu (kami mendapat
informasi “hotel” rumah penduduk tsb dari Bapak guide tadi). Rumah
penduduknya sangat sederhana, dengan lantai kayu, bilik juga
kayu, tidak ada kamar mandi, hanya sebuah bilik cuci dengan sumur besar
didalamnya. Pemilik rumah hanya sepasang suami istri tua
dengan seorang kerabatnya. Saya mandi disamping sumur tadi
dengan penerangan cahaya lilin. Saya diberi kamar tidur utama
rumah itu. Karena saya cewe satu2nya. Tidur
hanya beralas kasur, tanpa ranjang.
Sprei nya sudah
diganti yang bersih oleh ibu pemilik rumah. Diiringi sepoy2
angin laut yg masuk lewat celah2 papan tembok, disertai bunyi
desiran ombak pantai dan lagu keroncong dari perut kami yang kosong, mengiringi
kami menutup hari yang lelah dengan lelaaaaap sekali. Keesokan
harinya bangun, sarapan sudah tersedia. Bubur
kacang hijau dan teh hangat saja. Sederhana tapi
nikmatnyaaaaa ruar binasa!!. (gimana ga mau nikmat, wong
semalam enggak sempet makan apa2). Siang sedikit kami main2
dipantai, berenang, jemuran (ikan asin kali ya pake dijemur).
Sewaktu berenang, ada nelayan lewat dan menawarkan hasil tangkapannya.
Setelah tawar menawar (sebetulnya sih teman bule saya enggak nawar2 amat,
abis buat dia itu mah murah rah rah banget!!) Lalu ikan dan cumi diborong
semua. Kami minta tolong ibu pemilik rumah untuk
memanggangnya untuk makan siang kita. Kebayang ga?
Di depan rumah kayu sederhana, lesehan dilantai kayu beralaskan tikar,
badan lumayan letih setelah mandi dilaut, melihat pemandangan menghadap kelaut
biru, jernih, sepi, angin sepoy2, makan ikan/cumi panggang
segar dengan nasi hangat2, sambalnya hanya kecap, cabe rawit,
bawang merah dan jeruk nipis. Nyam nyam….. Sorenya
dengan berat hati kita pulang deh ke Jakarta.
Cheers,
Mei