Journey to Ujung Genteng
Listya Nurina

listya23@gmail.com, Bandung

Friday, November 11, 2005

Ujung Genteng, Day one

 
 

Bandung - Ujung Genteng - Pangumbahan (Teluk Penyu), 11 November 2005

Hari ini beramai-ramai peserta geladi natural VII Unpar, ekspedisi alam pantai Ujung Genteng Sukabumi, memulai perjalanan yang cukup jauh selama 8 jam menuju lokasi ekspedisi. Tiga jam pertama kami cukup menikmati perjalanan dengan canda dan tawa. Kemudian setelah melewati kota Sukabumi, kami mulai kelelahan karena tampaknya Ujung Genteng bukan tepat di Sukabumi, kami masih harus menempuh setengah perjalanannya lagi. Bus tidak henti-hentinya berjalan di pegunungan yang berkelok-kelok dan ruas jalan yang dilalui bus sangat sempit. Selama kurang lebih 3 jam kami masih terus berada di jalan yang berkelok-kelok, sangat tidak nyaman memang. Banyak dari teman-teman kami yang mengalami mabuk dan ketidaknyamanan. Namun kami masih tetap optimis dan berharap bahwa perjalanan yang melelahkan ini akan membawa kami ke suatu alam yang sangat indah.

Di dalam perjalanan yang berkelok-kelok, kami cukup terhibur dengan pemandangan kebun teh yang indah, sambil berharap-harap agar kami dengan segera melihat pohon kelapa, yang menandakan bahwa pantai sudah dekat.

Kami bersorak kegirangan tatkala satu persatu pohon kelapa mulai tampak dari balik jendela bus. Perlahan-lahan hamparan laut dan muara sungai mulai terlihat dibiasi oleh cahaya matahari dari barat yang hendak terbenam. Cahaya matahari sore membias kemilau permukaan lautan dan hamparan pasir putih di kejauhan. Kami benar-benar sudah tidak sabar menanti sampai tempat tujuan, yaitu Panembahan tuk melihat penyu.
 

Kami diturunkan di penghujung jalan utuk akses kendaraan yang terakhir tepat jam 5.30 sore. Matahari mulai terbenam di ufuk barat, sementara kami melakukan ice breaking dengan sesama peserta. Setelah semua peserta dibagi-bagi per kelompok, kami mulai mempersiapkan diri untuk segera bergegas menyusuri pantai hingga ke lokasi base camp kami di Pengumbahan, daerah Teluk Penyu. Waktu sudah menunjukkan pukul 6.30, tetapi langit masih menyambut kami dengan terang cahaya bulan yang membantu kami selama melakukan perjalanan menyusuri pantai di malam hari.

Tanpa terasa air laut semakin naik mendekati bibir pantai tempat kami berjalan. Tanpa terasa juga kami telah melakukan perjalanan selama 4 jam lebih. Di tengah-tengah perjalanan kami bertemu seekor penyu hijau yang hendak mendarat untuk bertelur di pantai. Tetapi sayang, penyu tersebut tidak melanjutkan aktivitasnya karena merasa terganggu dengan kehadiran kami, sehingga ia kembali turun ke laut.

Tak jauh dari situ, kami bertemu dengan seekor penyu lain yang tengah menguburkan telur-telurnya di dalam pasir. Hebatnya lagi, ketika tukik (anak penyu) kelak akan bertelur, mereka akan bertelur di tempat asal di mana mereka dilahirkan.

Setelah kami cukup puas mengamati penyu, tibalah kami di sebuah tempat penangkaran penyu di Pangumbahan. Di sini telur-telur penyu akan ditimbun dalam sarang buatan hingga menetas dan tukik-tukik akan dipelihara hingga cukup umur sebelum dilepas ke laut.

Malam itu sangat sempurna, karena langit sangat terang dengan ratusan bintang dan cahaya bulan, sementara itu deburan ombak mengundang kami untuk menikmati suasana alam pantai di malam hari. Kami duduk di pinggir pantai sambil melepas lelah. Perjalanan yang telah kami tempuh, kelelahan yang kami alami pun terobati dengan suguhan alam ujung genteng di hadapan kami.

Setelah mendirikan tenda, kami yang berbekal trangia memasak di tengah hutan. Dengan segala keterbatasan makanan yang kami miliki, makanan apapun terasa nikmat, apalagi setelah kami berjalan kaki kurang lebih 6 km dengan beban tas di pundak kami. Kami sudah tidak sabar untuk menunggu hari esok....karena perjalanan kami menuju hutan suaka alam masih membutuhkan setengah hari lagi.


 


Ujung genteng merupakan pantai yang masih sangat virgin, karena belum tersentuh oleh fasilitas pariwisata. Meskipun terdapat beberapa penginapan, tetapi hanya sedikit pengujung yang berwisata ke ujung genteng. Hal ini dikarenakan akses ke tempat tersebut agak sulit. Jangan membayangkan pantai ini seperti pantai Pangandaran atau Pelabuhan Ratu yg selalu ramai dikunjungi wisatawan. Sepanjang mata memandang, pinggiran pantai masih dikelilingi oleh hutan lebat. Bagi mereka yang berkunjung ke pantai ini, kebanyakan adalah untuk melakukan research, terutama penelitian tentang penyu. Akses ke tempat penangkaran penyu maupun suaka alam tidaklah mudah. Satu-satunya kendaraan yang dapat digunakan hanyalah motor, itupun harus melewati batu karang dan sungai. Banyak muara yang dapat ditemui selama kami melakukan perjalanan hingga ke suaka alam.

Penduduk yang tinggal di pedalaman bekerja untuk menyadap pohon aren, dan kemudian mereka akan membuat gula aren di dalam gubuk-gubuk mereka. Seminggu sekali mereka akan turun ke desa untuk menjual hasil dari gula aren yang mereka buat. Untuk turun ke desa, mereka butuh waktu setengah hari perjalanan dengan berjalan kaki.
 

Saturday, November 12, 2005

Ujung Genteng, Day two, Citirem River

 
 

Ujung Genteng, Teluk Penyu going to Citirem river, 12 November 2005

 


Pagi-pagi sekali kami dibangunkan oleh suara debur ombak pagi tepat jam 5.30. Hari ini kami harus bangun untuk mempersiapkan diri melanjutkan perjalanan menuju Sungai Citirem. Setelah kami makan makanan yang cukup untuk mengenyangkan perut, berbekal peta dan kompas kami mendiskusikan jalan yang akan kami tempuh untuk sampai ke Sungai Citirem.

Perjalanan yang akan kami tempuh hari ini sangat jauh kurang lebih 7 km. Kelompok kami memutuskan untuk mengambil jalan melewati hutan, bukan menyusuri pantai, dan berarti ada banyak sungai yang harus kami lewati. Di tengah perjalanan, terdapat sebuah gubuk yang dihuni oleh seorang bapak yang sedang memasak gula aren. Setelah kami mengobrol sejenak dengan bapak tersebut, dia menawari kami kelapa yang akan langsung dipetik dari pohonnya. Tak lama dia telah kembali dengan membawa 10 buah kelapa untuk dimakan beramai-ramai. Kami sangat tersentuh karena ia melakukan itu semua dengan tulus dan senang hati, bahkan memberi kami hasil olahan gula aren yang cukup besar kepada kami.

Sambil menikmati suasana alam, kami menyantap makan siang kami dengan kelapa dan gula aren yang dipotong kecil-kecil. Rasanya sedap…karena makanan tersebut sangat jarang kami temui di kota. Kalori dari gula itu sendiri memberikan tenaga yang cukup untuk melanjutkan perjalanan kami.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore, dan kami telah berjalan selama 5 jam, sementara itu matahari sore semakin lama semakin terang membakar kulit kami. Perjalanan yang tiada henti ini memicu kami untuk bergegas menyelesaikan perjalanan kami. Waktu menunjukkan pukul 4 sore ketika kami tiba di akhir perjalanan kami, yaitu Sungai Citirem dan kami harus menyeberangi sungai tersebut. Setelah kami puas bermain-main di sungai, kami membangun tenda dan memasak untuk makan malam di dataran dekat sungai tersebut. Lega rasanya. Perjalanan jauh yang telah kami lewati selama 2 hari digantikan dengan suguhan alam pantai di persis di belakang hutan tempat base camp kami. Senja di batas Samudera Hindia memantulkan kemilau cahaya kemerahan, membuat tiada henti-hentinya kami berdecak kagum akan keindahan alam pantai di Ujung Genteng. Sementara beberapa dari teman kami menaiki perahu di sekitar Sungai Citirem yang cukup tenang. Suasana sore benar-benar menghangatkan semua jiwa. Bahagia hati saya ketika melihat semua orang menikmati alam yang telah diberikan Tuhan.
 

Malam hari, seorang nelayan menawarkan diri untuk menukarkan udang dan ikan hasil tangkapannya dengan makanan atau biskuit kami. Kemudian beramai-ramai kami membakar udang dan ikan bawal tersebut, sehingga malam itu kami dapat tidur dengan tenang karena perut kami telah terisi dan hati kami penuh dengan perasaan bahagia.

Sunday, November 13, 2005

Ujung Genteng, the last day expedition

 
 

de laste dag, Day 3, final journey - Citirem Rivers going back to Ujung Genteng and Bandung.


Hari ini merupakan perjalanan kami yang terakhir sebelum kami pulang ke kota Bandung. Setelah acara penutupan dibubarkan, jam 12 siang kami mulai pergi meninggalkan Sungai Citirem tempat kami bermalam untuk kembali menuju ke tempat akses jalan raya berada. Perjalanan kali ini sangat berat, karena kami semua mengalami dehidrasi akibat minimnya air minum yang kami miliki. Perjalanan jadi terasa panjang tiada berakhir tersebut memicu kami untuk bergegas. Bahkan kami hampir tidak istirahat. Kejutan!!!! Di tengah perjalanan kami diberikan kelapa muda satu persatu, dan galon air mineral untuk di refill oleh fasilitator. Piuhfff.........makan siang kembali dengan kelapa muda..hehehe...Yang penting dahaga terpuaskan!! Tidak jauh dari situ, tibalah kami di batas desa yang telah tersentuh dari peradaban. Akhirnya...setelah sekian lama kami jauh dari peradaban, kami merasakan betapa berharganya segala sesuatu yang sehari-hari dapat kami peroleh dengan mudah di kota.

KEmbali ke kota, tidak berarti melupakan begitu saja tentang keindahan Ujung Genteng. Banyak cerita lucu dan kebersamaan yang tidak akan pernah dilupakan selama bersama-sama selama 3 hari dengan teman-teman. Dari alam, kami belajar untuk makin mengenal karakter teman-teman. Dari alam, kami belajar bagaimana kami harus mencintai lingkungan. Dari alam kami belajar sebuah nilai tentang ketulusan manusia. Dari alam kami mengenal kepolosan dalam diri penduduk desanya. Dan dari alam, kami bertekad untuk membawa dan meneruskan nilai dan pelajaran yang telah kami dapat ke orang lain.



    Listya Nurina
      http://listyanurina.blogspot.com/