Bandung - Ujung Genteng -
Pangumbahan (Teluk Penyu),
11 N
ovember
2005
Hari ini beramai-ramai
peserta geladi natural VII Unpar, ekspedisi alam pantai Ujung Genteng
Sukabumi, memulai perjalanan yang cukup jauh selama 8 jam menuju lokasi
ekspedisi. Tiga jam pertama kami cukup menikmati perjalanan dengan canda dan
tawa. Kemudian setelah melewati
kota Sukabumi, kami mulai kelelahan karena
tampaknya Ujung Genteng bukan tepat di Sukabumi, kami masih harus menempuh
setengah perjalanannya lagi. Bus tidak henti-hentinya berjalan di pegunungan
yang berkelok-kelok dan ruas jalan yang dilalui bus sangat sempit. Selama
kurang lebih 3 jam kami masih terus berada di jalan yang berkelok-kelok,
sangat tidak nyaman memang. Banyak dari teman-teman kami yang mengalami
mabuk dan ketidaknyamanan. Namun kami masih tetap optimis dan berharap bahwa
perjalanan yang
melelahkan ini akan membawa kami ke suatu alam yang sangat indah.
Di dalam perjalanan yang
berkelok-kelok, kami cukup terhibur dengan pemandangan kebun teh yang indah,
sambil berharap-harap agar kami dengan segera melihat pohon kelapa, yang
menandakan bahwa pantai sudah dekat.
Kami bersorak kegirangan
tatkala satu persatu pohon kelapa mulai tampak dari balik jendela bus.
Perlahan-lahan hamparan laut dan muara sungai mulai terlih
at
dibiasi oleh cahaya matahari dari barat yang hendak terbenam. Cahaya
matahari sore membias kemilau permukaan lautan dan hamparan pasir putih di
kejauhan. Kami benar-benar sudah tidak sabar menanti sampai tempat tujuan,
yaitu Panembahan tuk melihat penyu.
Kami diturunkan di
penghujung jalan utuk akses kendaraan yang terakhir tepat jam 5.30 sore.
Matahari mulai terbenam di ufuk barat, sementara kami melakukan ice breaking
dengan sesama peserta. Setelah semua peserta dibagi-bagi per kelompok, kami
mulai mempersiapkan diri untuk segera bergegas menyusuri pantai hingga ke
lokasi base
camp
kami di Pengumbahan, daerah Teluk
Penyu. Waktu sudah menunjukkan pukul 6.30, tetapi langit masih menyambut
kami dengan terang cahaya bulan yang membantu kami selama melakukan
perjalanan menyusuri pantai di malam hari.
Tanpa terasa air laut
semakin naik mendekati bibir pantai tempat kami berjalan. Tanpa terasa juga
kami telah mela
kukan
perjalanan selama 4 jam lebih. Di tengah-tengah perjalanan kami bertemu
seekor penyu hijau yang hendak mendarat untuk bertelur di pantai. Tetapi
sayang, penyu tersebut tidak melanjutkan aktivitasnya karena merasa
terganggu dengan kehadiran kami, sehingga ia kembali turun ke laut.
Tak jauh dari situ, kami
bertemu dengan seekor penyu lain yang tengah menguburkan telur-telurnya di
dalam pasir. Hebatnya lagi, ketika tukik (anak penyu) kelak akan bertelur,
mereka akan bertelur di tempat asal di mana mereka dilahirkan.
Setelah kami cukup puas
mengamati penyu, tibalah kami di sebuah tempat penangkaran penyu di
Pangumbahan. Di sini telur-telur penyu akan ditimbun dalam sarang buatan
hingga menetas dan tukik-tukik akan dipelihara hingga cukup umur sebelum
dilepas ke laut.
Malam itu sangat sempurna,
karena langit sangat terang dengan ratusan bintang dan cahaya bulan,
sementara itu deburan ombak mengundang kami untuk menikmati suasana alam
pantai di malam hari. Kami duduk di pinggir pantai sambil melepas lelah.
Perjalanan yang telah kami tempuh, kelelahan yang kami alami pun terobati
dengan suguhan alam ujung genteng di hadapan kami.
Setelah mendirikan tenda,
kami yang berbekal trangia memasak di tengah hutan. Dengan segala
keterbatasan makanan yang kami miliki, makanan apapun terasa nikmat,
apalagi
setelah kami berjalan kaki kurang lebih 6 km dengan beban tas di pundak
kami. Kami sudah tidak sabar untuk menunggu hari esok....karena perjalanan
kami menuju hutan suaka alam masih membutuhkan setengah hari lagi.

Ujung genteng merupakan pantai yang masih sangat virgin, karena belum
tersentuh oleh fasilitas pariwisata. Meskipun terdapat beberapa penginapan,
tetapi hanya sedikit pengujung yang berwisata ke ujung genteng. Hal ini
dikarenakan akses ke tempat tersebut agak sulit. Jangan membayangkan pantai
ini seperti pantai Pangandaran atau Pelabuhan Ratu yg selalu ramai
dikunjungi wisatawan. Sepanjang mata memandang, pinggiran pantai masih
dikelilingi oleh hutan lebat. Bagi mereka yang berkunjung ke pantai ini,
kebanyakan adalah untuk melakukan research, terutama penelitian tentang
penyu. Akses ke tempat penangkaran penyu maupun suaka alam tidaklah mudah.
Satu-satunya kendaraan yang dapat digunakan hanyalah motor, itupun harus
melewati batu karang dan sungai. Banyak muara yang dapat ditemui selama kami
melakukan perjalanan hingga ke suaka alam.
Penduduk yang tinggal di
pedalaman bekerja untuk menyadap pohon aren, dan kemudian mereka akan
membuat gula aren di dalam gubuk-gubuk mereka. Seminggu sekali mereka akan
turun ke desa untuk menjual hasil dari gula aren yang mereka buat. Untuk
turun ke desa, mereka butuh waktu setengah hari perjalanan dengan berjalan
kaki.