http://bibigembul.multiply.com/
Ombak
Tujuh ?? apa tuh, dimana tuh, ngapain kesana? Sabar....sabar, semua pasti
dijawab.
Ombak
Tujuh adalah nama salah satu dari salah banyak pantai2 keren di Ujung Genteng.
Menurut hasil googling, pantai tersebut dinamakan demikian karena bisa ada 7
ombak sekaligus yang bergulung dan berkejaran ke pantai. Di dekat
sana
juga ada tumpukan batu karang yang membentuk pulau, namanya Batu Keris. Kalo
menurut saya bentuknya sih kayaknya lahar beku gitu deh (...sok tau).
Pemandangan di
sana
indaaaaaaaaaaah....banget, jadi perjalanan 2,5 jam yang rasanya tanpa akhir
terbayar setelah melihat indahnya kedua lokasi tersebut.
Kedua
lokasi ini jauhnya sekitar 2 jam perjalanan dengan ojek dari Pondok Hexa, tempat
kami menginap di Ujung Genteng. Dari Jakarta, Adolf sudah wanti2 untuk membawa
kostum yang cocok dengan perjalanan offroad yang akan ditempuh kali ini, kita
harus memakai baju lengan panjang, celana panjang, sepatu dan kaus kaki,
serta topi dan jas hujan. Tapi.....yours truly ini sok tahu dan nggak
mau bawa yang berat2. Jadilah kostum saya hari ini, kaus, jaket parasut, celana
sedengkul dan sendal gunung. 1 jam pertama, saya nggak melihat ada alasan untuk
memakai kostum yang disarankan oleh Adolf, tapi setelah itu saya mulai
menyesal....karena jalan yang kita lewati sudah mulai memasuki kawasan ilalang
tinggi dan semak belukar. Dengkul dan kaki saya mulai jadi sasaran empuk dari
pohon2 berduri, semak belukar dan ilalang di sepanjang jalan yang kami lalui.
Tidak
lama setelah menyeberangi sungai pertama (ada tiga sungai yang harus diseberangi
dan semuanya tidak ada jembatan) hujan pun mulai turun, tanpa basa basi, hujan
turun dengan deras, perjalanan pun semakin berat, karena jalanan becek dan ojek
yang kami tumpangi semakin tidak stabil jalannya. Beceknya jalanan membuat
sendal gunung saya menyerah, sendal itupun almarhum karena talinya putus dan
tidak mungkin dipakai lagi. Ojek saya juga bulak-balik terpeleset, untungnya
Wawan, nama tukang ojek saya, cukup lihai sehingga kita berdua tidak sampai
jatuh. Saya juga bulak-balik harus turun dari ojek dan menginjaki tanaman putri
malu yang penuh duri, tanpa sepatu karena ojek saya terjebak di lumpur. Semakin
banyak ojek yang terpeleset, sehingga pemandangan orang-orang yang jatuh dari
motor karena tergelincir jadi pemandangan biasa. Hujan tidak menunjukkan tanda2
untuk berhenti, melewati sungai kedua dan ketiga,
medan
rasanya semakin berat dan tanda2 pantai masih belum terlihat. Akhirnya bau
pantai mulai tercium dan Subhanallah....pantainya bener2 keren! Wah...rasanya
semua kelelahan hilang begitu melihat birunya laut dan ganasnya ombak di pantai
tersebut (btw, maaf ya...kalo gambarnya gak ok). Kurang lebih kami menghabiskan
5 jam waktu diatas ojek untuk perjalanan bulak-balik dari Ombak Tujuh
sampai kembali ke penginapan.
Setelah
mandi dan makan malam, sebagian teman-teman ada yang beristirahat, tapi sebagian
yang lain ada yang memilih untuk jalan2 di pantai sambil menunggu jam 10.00,
karena malam ini kita akan ke Pangumbahan, melihat penyu bertelur. Jam rasanya
berputar lambat, mata semakin ngantuk dan pantai jadi tidak menarik, tapi saya
tetap harus jalan2, karena kalau saya tidur nggak mungkin bakal mau bangun lagi.
Anyway, akhirnya orang dari Balai Konservasi Penyu datang untuk memberitahukan
bahwa penyu yang kita tunggu sudah mendarat dan sekarang mulai bertelur. Kita
semua langsung menuju ojek masing dan ngebut ke Pangumbahan. Saat kita sampai
penyu-nya sudah selesai bertelur dan sedang menutup telur-telurnya dengan pasir.
Semua orang mengerubungi penyu tersebut, semua ingin memotret maupun memegang si
penyu. Saya cukup puas untuk melihat dan mengambil satu gambar dari ibu penyu
tersebut dan mengiringinya kembali ke laut.
Besok
paginya, kita ke Curug Cikaso. Curug (air terjun) ini memiliki 2 curug besar dan
satu curug kecil. Perjalanan kali ini kita naik bis, disambung naik perahu 10
menit ke Curug Cikaso. Pemandangannya keren banget, sebagian dari kita
memutuskan untuk berenang di Curug tersebut, sebagian lain cukup puas jadi model
disana :)
Sebelum
kembali ke Pondok Hexa, kita mampir ke dermaga tua di UG. Disana, kita Cuma
foto2 sambil melihat pelabuhan nelayan tradisional. Hari beranjak makin siang,
kita pun balik ke Hexa. Sampai disana 26 butir kelapa muda sudah berjejer
menunggu untuk disantap. Selesai mandi dan lunch, kitapun berangkat kembali ke
Jakarta
.
Catatan:
·
Ojek
yang kami kendarai untuk perjalanan off road, adalah sepeda motor biasa,
bukan sepeda motor trail ataupun sepeda motor khusus yang
dirancang untuk off road.
·
Pulang
dari perjalanan off road, garis2 luka banyak terlihat di kaki dan telapak kaki
saya luka agak dalam.
·
Ojek
yang saya naiki, sempat kandas2 kali di lumpur yang cukup dalam dan 2 kali
mesinnya terpentok batu.
·
Selain
sendal gunung yang almarhum, sendal jepit saya juga menganga dibagian depan.
Kaos IG yang warnanya putih, berubah jadi coklat.