http://novi.lv/2007/05/10/ujung-genteng
Perjalanan menuju Ujung Genteng kami mulai pukul 14.00 WIB. Sesaat setelah
makan siang usai. Awalnya perjalanan kami akan melalui Cidadap yang kurang lebih
berjarak 1 km dari Pelabuhan Ratu. Namun karena kekurangyakinan kami, kamipun
terbawa saran seseorang yang hanya ingin memanfaatkan kami. Lalu pergilah kami
ke Ujung Genteng melalui Cikembar yang notabene adalah jalan memutar. Disini,
mood kami mulai kacau, dikacaukan jalanan berliuk menanjak menurun dan
berlubang. Kami serasa di hokum. Perjalanannya yang awalnya kami estimasi
sekitar 3 jam dari Ubrug menjadi 6 jam. However, adventure it’s not about
destination but the journey within. Perjalanan panjang dan menyiksa pun tak lagi
kami keluhkan.
Perjalanan kami menuju ke Ujung Genteng melewati beberapa daerah antara lain
: Cikembar, Ciarauy, Jampang Wetan, Jampang kulon, Surade. Rute yang tak akan
pernah aku sarankan bagi mereka yang langsung dari Jakarta. Mungkin dari
Sukabumi ruti ini lebih singkat. Namun perlu diperhitungkan pula jalan yang
berlobang.
Perjalanan dari Surade ke Ujung Genteng cukup mulus, memasuki gerbang masuk
kawasan wisata Ujung Genteng, kamipun harus membayar retribusi. Malam itu
suasana jalanan ramai dipenuhi anak-anak muda bersepeda motor menuju pantai.
Rupanya sedari pagi, festival nelayan sedang berlangsung, dan malam itu penduduk
sedang disuguhi tontonan rakyat di atas panggung di pasar Ujung Genteng.
Perjalanan kami malam itu benar-benar penuh tantangan, mobil yang kami
tumpangi terjebak di lumpur gara-gara kami ingin mencari short cut ke Pondok
Hexa tempat kami menginap. Namun semuanya terobati setelah mencium bau laut dan
sesaat setelahnya kami mendapati pondokan tempat kami menginap yang sangat
representatif. Makan malam sea food yang telah kami pesanpun, siap di meja
tatkala kami datang.
Sebelum sowan ke Penyu Hijau, perut kami isi. Ini penting bagi mereka yang
doyan sekali makan telor penyu. Aku kuatir mereka menjadi ganas tatkala
menemukan telor disela-sela pasir pantai. Hey shave turtles man ! ;)
Perjalanan dari Pondok Hexa ke pondokan penyu tidak semulus dugaanku. Kami
menyusuri pantai selatan ke arah Pangumbahan. Dengan alasan tak ingin tersesat,
kami menyewa satu ojeg. Biasanya untuk satu penumpang mereka mengenakan tariff
30 ribu pulang-pergi. Harga ini cukup sepadan dengan perjuangan menuju lokasi.
Mobil berjalan lambat dibelakang ojeg yang menuntun arah kami. Sesekali kami
melewati hulu sungai yang tak begitu dalam. Area yang berlumpur membuat
perjalanan kami tidak mudah. Serasa naik mobil 4-wheel drive. Dan untuk kedua
kalinya mobil terjebak di dalam lumpur.
Setelah membayar tiket masuk 5 rb per orang, kami menelusuri pantai dengan
ditemani seorang guide. Namun pengorbanan kamipun tidak sia-sia, setelah
berjalan beberapa meter ke arah barat, onggokan besarpun nampak. Senter segera
kami arahkan ke mahluk besar yang usianya bisa jadi melebihi tiga kali usiaku.
Dia tampak tak terusik, dan berkali-kali menggerakkan tanggannya dengan maksud
untuk menutupi telor-telornya – yang tak lagi berada disana karena alasan
konservasi - dengan pasir guna menghindarkannya dari para pemangsa. Tiba-tiba
aku merasa sedih.
Sesaat kemudian Pak Guide mengetok-ngetok punggung penyu dengan kayu dan
menyuruhnya utnuk kembali ke laut. Salah seorang teman kami sangat sedih dan
terluka … kekasihnya harus pergi. Tak hanya dia, kamipun ikut mengantarkan
penyu ini hingga menghilang, tertelan ombak laut selatan. Satu siklus hidup pun
dimulai lagi.