Ujung Genteng yang tak terlupakan

Jejakkaki@yahoogroups.com

 
Ada hari libur nasional yg jatuh hari Jum’at, ada dana yg  sdh disisihkan & ada Jejak Kaki, maka jadilah kita jalan-jalan menjejakkan kaki ke tempat-tempat yg indah di nusantara kita. Jejak Kaki, traveling organizer (ini istilah saya loh, blm ada persetujuan dari Santos & Eva, sang owners) ngajak jalan-jalan ke Ujung genteng. Pucuk dicinta, ulam tiba...........saya memang kebelet banget kesana, ke Ujung Genteng.

Kamis, 06 Maret 2008 after office hour. Meeting point: lapangan Parkir Timur Senayan. 

Saya berangkat dr kantor dgn taksi berdua Diah, temen kantor  yg perutnya sdh geli-geli saking sebelnya sama saya yg lelet banget , sementara dia ngeri banget kita telat sampai di meeting point. Katanya: enggak enak kalau kita telat. Yah Diah......late is my middle name. Kita satu bis, di Bis 2. Ada satu temen saya lagi yg beda kantor yg janjian sama saya ikut jalan2 ini, Rifka yg tumben belum sampai tempat, padahal biasanya dia yg selalu datang lebih awal setengah jam dr waktu yg dijanjikan. Belakangan baru ketahuan kalau hari itu, akses jalan banyak yg macet. Maklum, ada libur 3 hari, pasti deh banyak orang yg adu balap ninggalin Jakarta utk keluar kota.

Sekitar jam setengah sebelas malam deh, kita berangkat dengan 2 bis Pariwisata.Tujuan pertama kita adalah langsung ke Curug Cikaso. Jalannya tertib, bis 1 didepan, bis 2 mengikuti dibelakangnya.

Hari Jum’at tanggal 07 Maret pagi-pagi banget kita sampai di desa di tepi sungai Cikaso. Terasa suasana pedesaan yang menyenangkan, ramah, tenang enggak grasa-grusu seperti suasana pagi di kota besar. Untuk ke Curug Cikaso, kita harus naik perahu atau sampan menyusuri sungai Cikaso yg kecoklatan. Enggak lama, hanya sekitar 10 menit perjalanan dengan sampan. Dari tepi sungai kita harus berjalan dulu menyusuri hutan kecil yg hari itu agak licin sehabis terguyur hujan. Setelah itu, terhampar pemandangan yg luar biasa indahnya........Curug Cikaso! Ada 3 curug atau air terjun yang tinggi. Dua air terjun saling berdekatan, dan satu air terjun agak jauh sedikit. Jadi inget cerita silat Kho Ping Ho, dibalik tirai air terjun terdapat goa tempat sang pendekar bertapa meningkatkan ilmu silatnya.

Limpahan air curug itu, mengalir bening mengundang untuk berenang atau sekedar menjejakkan kaki merasakan kesejukan airnya. Enggak bosan2 rasanya memandang air terjun. Hujan rintik-rintik yg turun kemudian, enggak mengurangi keindahan, malah  menambah kesan sendu yg indah.

Kembali ke desa di tepi sungai Cikaso, kita  lalu  sarapan nasi goreng yg disiapkan di kotak styrofoam. Kita makan di sekitar mobil kita parkir. Ada yg makan didalam mobil, dan di teras-teras rumah penduduk yg tampaknya sudah terbiasa menerima orang-orang  yg datang ke tempat mereka. Nasi gorengnya enak, apalagi kalau ditambah sambal saos (kata pak Yanur, Diah, Yori dan Ana). Kata saya sih, lumayanlah. Sebagai orang yg enggak suka nasi goreng, saya cuma tau nasi goreng enak dan nasi goreng enak banget.

Abis makan nasi goreng, makan kue........loh kok bisa? Ya bisalah....kan kue pembagian waktu berangkat blm dimakan. Kuenya msh enak kok. Tapi lempernya saya enggak makan. Kurang suka lemper.

Selesai sarapan, kita mau ke curug lagi. Kali ini curug Cigangsa. Perjalanan dengan bis enggak lama. Tapi perjalanan dari tempat parkir mobil ke curugnya yg heboh. Kita harus lewat depan rumah-rumah penduduk dan lewat persawahan.

Setelah itu ada sungai indah yg mengalir deras. Kita langsung lupa diri, main-main air , foto-foto udah pasti. Ternyata kita harus menyebrangi sungai itu, lalu menyusuri persawahan lagi yg jalannya kecil banget & agak licin yg serunya, jalan itu ada di pinggir sungai yg mengalir deras dan curam. Ini perlu perjuangan dan do’a utk menyusurinya. Banyak “tragedi” loh.....sepatu saya jebol, Rifka kecebur waktu menyebrangi sungai, sandal jepitnya terbenam di lumpur sawah akhirnya nyeker. Sayangnya saya enggak sampai ke curugnya. Tapi lihat dari rekaman video Diah & foto-foto temen-temen yg sampai ke curug Cigangsa, luar biasa indah banget. Beda dengan curug Cikaso, curug Cigangsa hanya satu air terjun, tapi lebih lebar.

Tirai airnya membentang dari ujung ke ujung.

Dari Curug Cigangsa, kita “berpetualang” lagi ke Amanda Ratu. Dari namanya yg bagus, rasa-rasanya tempatnya pasti bagus juga. Rupanya, Amanda Ratu ini semacam vila atau penginapan di tepi pantai. Pohon kelapa berjajar rapi dan indah. Angin yg berhembus halus. Rumput hijau di tanah yg melandai menuju pantai. Yg unik, pantai ini hampir menyerupai Tanah Lot di Bali. Lengkap dengan karang nya dilaut.

Cantik banget, sesuai dengan namanya yg cantik, Amanda Ratu.

Rasanya belum puas, tapi kita harus jalan lagi menuju penginapan utk mandi, makan siang dan istirahat sebentar.

Kita menginap di Podok Hexa. Di depan penginapan adalah laut yg luas dengan pantai yg indah. Uuhh....senangnya seandainya punya rumah disini. Depannya pantai yg cakep banget, tiap hari bisa jalan-jalan menyusuri pantai. Tapi kalau rumahnya disini di Ujung Genteng, susah juga ya,  jauh banget jarak ke kantor, he...he...he...

Sampai penginapan, langsung makan siang. Makanannya enak, sumpe. Ditambah saya juga sdh kelaparan, jadi double enaknya.

Selesai makan kita ke kamar sesuai dengan pembagian kamar dr panitia. Satu rumah penginapan terdiri dari 3 kamar. Enggak penting sih, kita satu penginapan dengan siapa, karena kita langsung enak aja temenan sama semua peserta jalan-jalan ini. Kenal enggak kenal, pokoknya kita asyik aja ngobrol, becanda, bagi-bagi makanan, di bis 2, ada yg beli satu pak gede kacang & dibagi-bagiin gitu, kali lain ada yg beli rambutan terus dimakan rame-rame sampe enggak ketauan lagi  rambutan punya siapa. Enggak ketinggalan minta tolong ambilin foto (sebagian besar peserta, memang banci foto loh). Perjalan ini bikin kita tambah temen & akrab.

Sore ini kita jalan-jalan lagi ke tempat pembuatan gula kelapa. Yg uniknya, kita kesana naik ojek! Bayangin, lebih dari 50 ojek harus disiapkan panitia utk angkut peserta. Rupanya para oejk ini ada semacam paguyubannya. Jadi panitia tinggal hubungi ketuanya & minta disediakan ojek sekian, gitu. Ketuanya bawa golok loh...ternyata golok itu utk kupas kelapa muda, karena kita juga disediakan kelapa muda yg kita minum di pantai Cipanarikan. Jalan ke tempat pembuatan gula kelapa dengan ojek ternyata jauh juga. Padahal abang ojeknya bilang jaraknya lumayan. Ternyata yg dia maksud dengan jaraknya lumayan itu, artinya jauh banget.

Pembuat gula kelapa yg kita datangi, ibu-ibu setengah umur yg dengan tekum mencetak adonan gula ke cetakan berbentuk pipa dengan ukuran tertentu. Kita boleh kok cicipin adonan gulanya. Rasanya manis.....

Kita lanjutin lagi naik ojek (untung saya sdh berani bonceng motor, padahal tadinya saya lebih baik enggak pergi kalau harus bonceng motor. Takut).

Kali ini menuju Pantai Cipanarikan. Jauh juga loh jaraknya. Turun dari motor kita harus jalan dulu melewati hutan kecil menuju pantainya. Sampai di pantainya, langsung bengong............bagus banget. Jadi kita harus turun dari semacam bukit pasir yg terletak di tepi hutan kecil dulu utk menuju pantainya. Dari atas bukit, pantainya terlihat indah banget. Pasirnya putih banget, bersih. Dikaki langit dibatas laut, awan-awan putih bergerombol menimbulkan imajinasi tentang negeri di balik awan. Bermain dengan ombak di pantai dengan pasir putih bersih, ngumpulin kerang-kerang, memandang “negri dibalik awan” rasanya bener-bener seperti di Surga. Enggak berlebihan kalau pantai Cipanarikan disebut “Hidden Beach”.

Sayangnya saya enggak menyaksikan sunset di pantai Cipanarikan. Saya kembali kepenginapan lebih dulu. Tapi saya menyaksikan sunset dr pantai di depan penginapan Pondok Hexa. Enggak kalah bagus menyaksikan bola merah perlahan tenggelam dibatas cakrawala dari pantai di depan Pondok Hexa.

Saatnya makan malam and....pembagian door prize. Bukan hari keberuntungan saya kali ini, padahal jalan-jalan Jejak kaki yg dulu, saya dapat door prize. Abis makan enaknya tidur aja. Masih ada satu acara lagi malam ini sebetulnya, penyaksikan penyu bertelur di penangkaran penyu. Tapi saya, Rifka & Diah memutuskan utk tidak ikut acara ini. Rasanya memang lelah banget, jadi kita pilih kasur aja deh, dibanding nontonin penyu bertelur, sapa taunya penyunya bersumpah serapah dalam hati karena kita lihat pada saat-saat paling pribadi dalam hidup penyu (deeu...).

Saya pribadi sih, punya alasan lain utk enggak ikut begadangin penyu. Jujur aja, saya takut gelap.

Tapi ternyata kali ini, memang tidak ada penyu yg naik utk bertelur. Yang saya lihat dari para peserta sih, mereka enggak kecewa lantas marah-marah karena masalah ini. Lagian juga kenapa mesti marah, kan terserah penyu-nya mau bertelur atau enggak, bukan salah panitia dong kalau kebetulan penyunya enggak bertelur saat itu. Ya kan?

Sabtu pagi  08 Maret 2008. Rasanya mata susah banget di buka. Masih ngantuk. Tapi kegiatan seru menanti hari ini. Abis berebutan kamar mandi, kita langsung sarapan pagi. Seperti kemarin, makanannya enak.

Abis makan, kita duduk manis di bis siap jalan lagi menuju Ujung Genteng. Kita parkir di tepi pantai yg merupakan “terminal” perahu nelayan. Kita mau lihat-lihat pasar ikan. Diah kesenengan, katanya dia mau motret perahu, di pasar ikan pasti banyak perahu. Idiih...salah banget, di pasar ikan ya banyak ikan, di pasar perahu tuh, baru banyak perahu he...he...he...

Bener kan, di pasar ikan banyak banger ikan-ikan segar. Buat pecinta masakan ikan, ini surganya. Boleh beli ikan sepuasnya disini. Mereka akan kasih kotak & es batu utk menjaga kesegaran ikannya.

Dari pasar ikan, kita menyusuri pantai, masuk ke hutan cagar alam ke arah pantai Aquarium. Saya, Rifka, Melisa, Eni jadi rombongan terakhir, gara-gara kita nongkrong dulu minum Teh Botol Sosro di dalem warung yg di jaga bapak tua di depan pasar ikan. Kita menyusuri hutan cagar alam. Perasaan bebas, lepas, riang gembira (kayak Bobo & keluarganya yg riang gembira), menghirup udara yg berbau daun-daun segar bercampur bau kayu-kayu rasanya me- recharge semangat hidup.

Diujung  hutan ini, terbentang pantai indah yg bener-benr indah. Pantai Aquarium.

Berbatasan langsung dengan hutan, pantai ini berpasir putih dengan sedikit berbatu. Airnya bening biru, sangat bening. Ikan-ikan laut yg kecil yg berenangnya super cepat (namanya juga ikan laut) dengan cueknya berkeliaran sampai pinggir pantai. Jadi ada ikan-ikan kecil di sekitar kaki kita, tapi jangan coba utk menangkap ikan-ikan itu, berenangnya cepet banget, enggak bakalan ketangkep deh. Ada tumbuhan yg daunnya hijau, panjang kecil bentuknya seperti rumput , tumbuh menempel dibatu-batu di dalam air. Bener2 di dalam air.

Pantai ini susah banget dilukiskan dengan kata-kata keindahannya.

Kita menyusuri pantai indah ini, diiringi suara ombak, dengan ikan-ikan kecil berenang-renang disekitar kaki kita yg melangkah di air bening di sepanjang pantai.

Walaupun berat rasanya, tapi kita tetap harus meninggalkan pantai dengan segala keindahannya.

Kita kembali kepenginapan beres-beres barang, makan siang dan kita harus pulang lagi ke Jakarta. Kembali lagi kekesibukan rutin.

Selesai makan siang, kita duduk manis di bis & berangkat meninggalkan pondok Hexa, meninggalkan Ujung Genteng dengan segala keindahannya. Tapi kita membawa Ujung Genteng dengan segala  keindahannya di hati kita & akan tersimpan rapi di ruang memori yg kapanpun kita ingin, bisa kita kunjungi.

Terima kasih Tuhan, telah Engkau berikan alam yg indah & kesempatan menikmati keindahan itu & menyimpannya dalam hati.

Terima kasih Jejak Kaki, terima kasih Santos & Eva yg telah memfasilitasi kita utk bisa menikmati keindahan itu.

Terima kasih teman-teman di Bis 1 dan Bis 2 atas suasana akrab & uluran pertemanan yg menjadikan jalan-jalan kali ini lebih penuh kesan.

Kontributor: sunaryati@ptcs.co.id