Boleh
jujur gak ya? moga bos gil gak baca nih postingan hehehehe
Gini ceritanya, seperti keluhan
saya yang selalu terlontar, kesibukan rutin di kantor selama beberapa bulan
ini sangat membuat saya mabuk kertas.. argghhhh jenuhnya poooolllllll pengen
hunting sekali… dengan surat sakti dari dokter *jangan ditiru ya heheheh*
akhirnya disatu titik tertentu saya nekad ‘kabur’ dari rutinitas itu…
saya ingin wujudkan rencana dan impian saya sejak bulan April lalu..
mengunjungi tempat yang katanya surga buat fotografer… hmmm maaf, saya sih
bukan fotografer, tapi anak ingusan yang baru melek motret alam *ralat
langsung dari penulis hiks*
Saya searching sebanyak-banyaknya
info tentang tempat itu UJUNG
GENTENG, letak, rute jangkauan
dengan kendaraan umum dan segalanya… Genteng sih ada diatas rumah, tapi
malah gil gak berani naik ke genting rumah sendiri… hehehe *bais banget
yak… *
Akhirnya, saya temukan Mbahnya
lokasi itu, seorang fotografer juga yang rasanya imagenya tidak bias
dilepaskan dari perkembangan lokasi itu diantara fotografer. Seorang Petrus
Suryadi, yang akhirnya saya kirimkan email untuk minta tolong membuat
schedule hunting disana. Site yang sering saya klik dan membuat saya ngiler
abis, saying sekali tidak disertai lokasi spot hunting, membuat saya bingung
darimana harus bermula…. Dua hari kemudian, email terjawab, dengan jadwal
ringkas padat dan akurat, beliau memberikan saran-saran dan infromasi
penting lainnya. Thanks a lot Mas Petrus.
Saya beserta teman terbaik saya, Yohanes
Wahyudi, Joel, akhirnya memulai
perjalanan panjang itu. Pergi dari rumah kami yang berdekatan di pagi buta,
sekitar jam empat, naik bis menuju Bogor, dan langsung dilanjutkan naik elf
menuju Sukabumi. Hingga di Sukabumi kami mencari tempat ngopi sebentar untuk
melepas penat, dan langsung naik angkot menuju terminal kecil di ujung kota,
terminal Lembur Situ yang memiliki rute angkutan ke kota Surade. Naik elf
dari Lembur Situ ke Surade, membawa ‘nikmat’ tersendiri, elf sendiri
yang dimuati hingga berjumlah 23 orang dibawah dan beberapa orang dan barang
di atas kap mobil.. bias dibayangkan, betapa asiknya suhu dalam mobil. Jalan
yang berliku dan berkontur, ada beberapa jalan yang lumayan tidak mulus,
membuat kami serasa berada dalam permainan Korakora di Dufan. Saya coba
tidur sebentar, namun selalu terbangun ketika kepala terantuk ke pundak
disamping saya.
Akhirnya, kami sampai di terminal
Surade sekitar pukul 3 sore, namun perjuangan belum berhenti, kami akhirnya
putuskan naik ojek dari terminal menuju Ujung Genteng. Perjalanan sekitar 30
menit dengan ongkos 25 ribu yang membawa kami ke lokasi yang kami ingin
lihat dari dulu. Beruntungnya saya sudah book penginapan di sana, di Pondok
Hexa yang lumayan dari segi rate tidak akan menguras kantong.
Kami tiba dengan sambutan dua
pemuda sambil membawa-bawa buku. Saya tahu persis foto-foto itu karya Mas
Petrus. Ternyata mereka tukang ojek sekaligus guide yang siap menemani dan
menjadi penunjuk jalan disana, karena disana jangan harap ada penunjuk jalan
ya… semua serba miskin petunjuk arah… sayang sekali… saya teringat
dibeberapa postingan ada yang menyarankan kita bawa karce untuk penghubung,
untuk mengantisipasi hil hil yang mustahal, misalnya terpisah jarak antara
ojek yang satu dnegan yang lain… tapi teuteup gil, kudu positif thingking
ya… saya buang jauh-jauh kecemasan itu…. Setelah saling nego dengan para
ojekers, dan disepakati satu angka selama dua hari perjalanan ke beberapa
tempat di Ujung Genteng, kami langsung siap-siap menuju lokasi spot pertama
di Muara Cipanarikan untuk ambil sunset.
Perjalanan dari Pondok Hexa ke
Muara Cipanarikan memekan waktu sekitar 20 menit, melalui jalan kecil,
melewati hutan dan rawa. Kami sering naik turun ojek, karena jalan tanah
yang becek dan licin dan hanya selebar dua jengkal tangan. Kami diturunkan
di satu tempat dan berjalan diatas pasir mendaki menuju lokasi. Hingga
diatas, saya baru takjub dengan pemandangannya… sangat cantik sekali…
kami menyebar untuk mencari spot masing-masing… ditemani matahari yang
mulai merambat turun dan akhirnya hilang di balik bukit, kami sangat
menikmati moment demi moment alam yang terjadi…
Saya sharing disini ya….

Beranjak meninggalkan lokasi pukul
6.30, kami langsung mencari tempat makan, beruntungnya ojek kami Kang Sahu
dan Coy penduduk local disana sehingga bias menunjukan tempat makan yang
baik. Menu makan pastinya tidak jauh dari cumi dan ikan bakar.. zluurrrrppp
sedapnya…. Perut kenyang bukan berarti membawa kami ke tempat tidur… ho
ho hoooo masih ada spot malam yang lebih asik lagi, yaitu ke Pantai
Pangumbahan, untuk melihat penyu bertelur…. Lokasi penyu bertelur sama
arahnya dengan ke lokasi pertama, hanya sebelum rawa kami belok kiri.
Beberapa bangunan nampak lumayan tidak terurus. Bangunan rumah tempat
penyimpanan dan pengentasan telur penyu yang nantinya bakal menjadi Tukik,
anak-anak penyu, dan dikembalikan ke alamnya… laut.
Kami menunggu informasi, waktu
persisnya penyu naik ke daratan dari beberapa pegawai yang bertugas. Diluar
ini, saya salut dengan mereka yang hanya digaji sehari sepuluh ribu, untuk
menjaga dan membantu penyu bertelur.. di setiap malamnya… ampuuuunnn
tempaan hidup yang sangat keras…. Awalnya kami yang menunggu di tepi
pantai sudah putus asa, sangat tidak kuat dengan dingin angin laut dan rasa
kantuk, namun baru mau beranjak pulang, Kang Sahu melihat bayangan penyu.
Saya sendiri sangat tidak mampu untuk melihat, karena selama kami berada di
pantai dilarang menyalakan penerangan, karena akan mengganggu proses penyu
naik kedaratan. Kami menyerah, menunggu lagi sambil mengendap-ngendap dan
takjub melihat jejak penyu yang nyaris satu meter lebarnya menuju puncak
pantai. Menurut Sahu, biasanya proses dari naik hingga bertelur membutuhkan
waktu satu hingga dua jam. Ohlala… kami harus tunggu lagikah? OMG…. saya
pribadi sarankan, jika ingin melihat proses bertelur, lebih baik di hari
terakhir saja, karena energi sudah terkuras disini.
Alhamdullilah,
akhirnya kami menemukan penyu yang lain yang sudah nyaris selesai bertelur,
tapi lokasinya lumayan jauh dari tempat kami temukan jejak penyu. Sayang
kalau dilewatkan, tersisa tenaga yang terbatas, kami berjalan menembus malam
dan kegelapan menuju lokasi. Ya Tuhan, akhirnya saya temukan penyu yang
sudah ditemani petugas yang mengambil telur yang sangat banyak sekali. Penyu
sangat besar sekali, terdengar jelas suara nafas tersengal dari penyu itu,
air matanya pun jelas terlihat keluar dari mata sayunya… duuhhhh miris
sekali….
Beberapa shoot saya ambil, dan
sialnya banyak yang blur.. hwooooaaaaa ini beberapa shoot yang saya dan
teman saya ambil. Hanya untuk berbagi saja.
Setelah
kami tertidur sekitar 3.5 jam, kami siap-siap berangkat lagi untuk mencari
matahari terbit. Lokasi yang ditunjuk adalah pantai Ujung Genteng itu
sendiri. Awalnya kami memimpikan untuk membidik pantai dengan background
perahu. Sahu menunjukan lokasinya, saya melihat perahu yang berjajar rapi…
asiiikkkkkk… hap tripod dikeluarkan dari sarungnya dan siap-siap menunggu
moment. Namun apa yang terjadi? Satu-satu perahu diangkat oleh nelayan dan
pemilik perahunya untuk siap-siap melaut… waaaaahhh ingin teriak stoooopp
jangan dulu diangkat perahunya dunk, plzzzzz mataharinya belum nongol
nih….. tapi mana mungkin? Akhirnya.. pantai itu menjadi sepi ketika
matahari menyembul dari peraduannya… hmmmmm nasiiibbbbbbb nasiiibbbbb
Kami akhirnya mencari spot yang
lain di sekitaran pantai. Beberapa shoot kami ambil. Ahya, saya bertemu
dengan teman motret satu komunitas juga.. waduuhh dunia sempit deh di ujung
genteng hehehehe nice to meet u, Andri Rivan.
Hari kedua ini kami akan melakukan
perjalanan ke satu spot dari sekian banyaknya spot disana yang paling luar
biasa menguras energi dan ongkos, yaitu Pantai Ombak Tujuh. Perjalanan
memakan waktu lebih kurang 1.15 menit (jika musim kering dan 2 hingga 3 jam
jika musim penghujan). Saran untuk memakai celana panjang dan pakaian lengan
panjang memang sangat bermanfaat. Sepanjang jalan yang dilalui, kita
disabit-sabit rumput dan ilalang kering yang tingginya hingga satu meter
bahkan lebih. Kerasa bener jadi pemain utama film ratapan anak tiri,
disabitin ama sapu lidi.. nahhh itu sama deh rasanya, bahkan sering hingga
hinggap ranting di muka dengan tidak santunnya, tanpa permisi soale hehehehe
Perjalanan itu, menyusuri
perkebunan kelapa dan melewati perkampungan pembuatan gula merah. Asik juga
sebetulnya bidik human interest disini, tapi kami putuskan hanya lewat saja.
Kami diharuskan lewat tiga buah sungai yang cukup lebar, dan mengharuskan
kami untuk berjalan kaki beberapa puluh meter. Salah satu motor ojek kami
mengalami gangguan di motornya. Aki nyaris terbakar. Kami sangat panik.
Ternyata Sahyu dan Coy, selain dari tukang ojek dan guide, mereka mekanik
juga, dapat memperbaiki motor yang bermasalah itu (kami rekomendasikan
dengan sangat mereka jika pergi ke Ujung Genteng, karena selain ramah,
bersahabat dan masih punya rasa santun… ). Ini kolase perjalan menuju ke
Pantai Ombak Tujuh.
Setelah melewati perjalanan
panjang, yang membuat pantat maaf panas dan pegal luar biasa, terobati
dengan pemandangan yang luar biasa elok depan mata. Ombak tinggi, air laut
berwarna biru kehijauan… wuidiihhhhh beruntungnya gil bias liat semua
itu…. Biasanya tempat ini sering digunakan turis untuk surfing, namun
ketika itu saya tidak menemukan satu orangpun yang sedang surfing disana.
Ini sebagian foto di pantai itu.

Kami yang membawa rangsum, makan
siang disana, selama kami motret dua teman baru kami itu tertidur pulas..
saya merakan capenya sekali mengendarai motor kesini sungguh pantas dan
berbanding lurus dengan ongkos yang lumayan menguras dompet dengan
perjuangan mereka. Kami meninggalkan lokasi ini pukul 2 siag hari langsung
menuju spot dibelahan pantai yang sama yaitu Pantai Batu Keris. Tebing karal
yang cukup tingi dan menonjol, sehingga ombak pecah dengan suara deburan
ombak yang kencang. Ada rasa takut juga sih… tapi ya kudu lah hai…..
masa udah jauh2 gak motret. Ini sebagian wajah pantai itu.
Perjuangan yang sama kami tempuh
menuju pulang.. hiks.. disabit alang-alang… :P Langsung ke pantai Ujung
Genteng di bagian sunset. Mukjijat, satu area pantai yang tidak berjauhan
bisa mendapatkan moment yang berbeda.. matahari terbit dan tenggelam…
Dihari ketiga dipagi buta pukul
4.30 kami sudah keluar dari penginapan menuju lokasi sunrise yang lain,
yaitu Amanda Ratu. Tempat ini nyaris sama dengan Tanah Lot di Bali, ada
bagian karal yang menjulang tinggi dengan anggun. Kami harus minta ijin
dnegan pihak kemanan hotel resort Amanda ratu.. ya karena spotnya berada di
lokasi hotel. Duuhhhh berkali-kali saya bersyukur melihat karunia ilahi..
beberapa shoot dilokasi ini saya bagi disini ya….

Masih ada dua spot lagi yang
rencana akan kami kunjungi sebelum kami pulang ke Jakarta, namun diputuskan
ke Gua Gunung Sungging kami batalkan dan hanya pergi ke Curug Cikaso saja.
Malang sekali, air curug sedang sedikit sekali.. bahkan nyaris kering…
hiks.. tapi gak apa lah… saya foto-foto beberapa saja disana. Foto ini
saya dedikasikan untuk kedua teman baru kami. Kalian adalah pemuda asli
Ujung Genteng yang sangat menjaga hubungan baik selama menemani kami. Kalian
adalah bagian ujung tombak dari perkembangan pariwisata di Ujung Genteng.
Terimakasih sahabat terbaik...

Meninggalkan Ujung Genteng di pukul
duabelas siang, sangat membawa kesan sendiri. Entah kapan lagi saya bisa
menginjakan kaki disana.. Betul, Ujung Genteng memang salah satu surga yang
tersembunyi diantara sekian banyaknya surga alam yang ada din negri kita….
Untuk lebih detail melihat fotonya
dan foto-foto lainnya, silahkan masuk rumah saya yang lain
http://agil69.multiply.com