Dari namanya saja orang sering dibuat penasaran. Apa itu Ujung Genteng? Dan dimanakah Ujung Genteng? Ya….Ujung Genteng adalah nama suatu daerah/pantai selatan persisnya ujung paling Selatan Jawa Barat. Termasuk wilayah kabupaten Sukabumi. Jaraknya kira-kira 90 km dari pantai Pelabuhan Ratu. Dari Jakarta kira-kira 230 km. Perjalanan kesana bila ditempuh dari jakarta bisa mencapai 7 jam itupun dalam keadaan normal. Jalan yang sempit, sedikit rusak dan medan yang berkelak kelok membuat lama perjalanan. Namun bila kita lalui siang hari akan nampak pemandangan yang indah dan menakjubkan. Mulai dari Bagbagan kita bisa memandang indahnya pesisir pantai pelabuhan Ratu. Juga melewati kebun teh Surangga yang luas hijau bak permadani.Banyak hal unik yang dapat kita jumpai di pantai Ujung Genteng. Pantai Ujung Genteng memang memiliki karakteristik yang berbeda dengan pantai selatan pada umumnya. Di pantai Ujung Genteng, kita bisa menyaksikan indahnya matahari terbit (sunrise ) dan matahari terbenam ( sunset ).
Siang itu ( tepatnya rada sore ), Sabtu, 7 Maret 2009 pukul 12.30 wib. rombongan JRC menjelajah Ujung Genteng sudah mulai kumpul untuk persiapan brangkat ke Ujung Genteng. Rencana brangkat memang jam 13.00 wib. tapi gara-gara Andy harus ke bengkel karena motornya ngadat terpaksa keberangkatan tertunda 1 jam. Akhirnya jam 14.00 kita brangkat setelah sebelumnya dibuka dengan doa bersama dan mohon berkat Tuhan melalui Romo Eko. Sebagian rombongan ada yang mau bergabung/bertemu di Ciawi. Maklum mereka tinggal di Pondok Gede dan satu orang lagi sang penunjuk jalan saudara Toyo si raja rimba juga bergabung dari bogor. Bisa dimengerti karena Toyo Sabtu itu masih kerja dan daerah kerjanya di serpong, parung dan sekitarnya.
Belum lama rombongan berjalan, ketika sampai Lenteng agung hujan deras telah menyambut kami. Seolah-olah kami “dilarang” melanjutkan perjalanan. Setelah selesai memakai jas ujan maka rombongan melanjutkan perjalanan mengingat Pak Agus Jarwanto beserta istri dan anak sudah jalan dulu dari Depok Town Square menuju Bogor. Tadinya rombongan berencana ketemu Pak Agus di Depok Town square itu. Perjalanan dalam kondisi hujan memaksa rombongan harus ekstra hati-hati dalam mengendarai motornya. Dari Depok Town square rombongan menuju arah stasiun Depok Lama untuk kemudian belok kiri di kota kembang ambil jalan pintas tembus Jalan pemda Bogor di Cibinong dan dilanjutkan Ke arah kota Bogor. Mulai Kota Bogor perjalanan sudah macet. Disamping Bogor di kenal sebagai kota ujan tapi juga kota sejuta angkot. Ditambah kondisi ujan, kemacetan semakin menjadi.
Tragedi pertama
Kira-kira pukul 17.00 lewat rombongan baru sampai Bogor. Disinilah kisah perjalanan panjang mulai mengalami hambatan. Toyo yang sudah menunggu lebih dulu di Bogor ada masalah kerusakan rem cakramnya yang ga bisa balik. Wauw…..bisa dibayangkan kalo rem cakram ga bisa balik berarti ada sesuatu yang serius. Sudah diatasi di beberapa bengkel belom beres juga akhirnya pada bengkel yang ke 3 baru selesai dan itupun memakan waktu lebih dari 2 jam. Wau wau wau………lama juga waktu terbuang. Apapun yang terjadi rombongan harus tetap sampai Ujung Genteng dan pantang menyerah. Jadi semua rombongan harus setia kawan menunggu. Itu sudah menjadi komitmen kami. Rombongan pertama ( rombonganya Pak Agus ) menunggu di Pom Bensin Ciawi dan rombongan ke dua menunggu Toyo yang bengkelnya saja merasa kesulitan membetulkan kerusakan rem itu. Eeee…..koq ya ndilalah….motor saya yang ga ada masalah apa-apa tiba tiba panjul (Achmad ) melaporkan kalo Stand foot motor saya patah….waduh….terpaksa harus diganti. Beruntung di bengkel terdekat tersedia dan hanya 15 menit kelar dipasang. Disini rombongan udah pada keliatan kurang bergairah karena rasa lapar mulai dirasakan. Perut mulai sulit diajak kompromi.
Kira-kira jam 19.00 lewat motor toyo baru kelar diperbaiki. Barulah rombongan melanjutkan perjalanan untuk bertemu dengan rombongan pak Agus yang sudah bete menungu di Pom bensin ciawi. ( buat pak Agus dan kawan-kawan maafkan kami ya ) kan ini semua diluar rencana kami. Dari sinilah semua rombongan bisa ketemu,kumpul dan brangkat kembali melanjutkan perjalanan. Sebelom brangkat rombongan udah sepakat akan berenti di Warung makan terdekat yang cukup luas mengingat 25 orang adalah rombongan yang cukup banyak
. Akhirnya kira-kira 5 km sebelum Lido rombongan ketemu warung makan dan semua wajib makan demi perdamaian perut. Sayang Pak Agus dan pak Wiyono udah terlanjur ngacir duluan jadi ga bisa makan bareng. Dan katanya mereka dah makan duluan sewaktu menungu lama di Pom bensin Ciawi. Setelah mengisi perut selesai maka rombongan melanjutkan perjalanan. Jalan dari ciawi ke cibadak memang terkenal macet. Maka harus pinter menyiasati agar rombongan dapat terus jalan meski harus ekstra hati-hati dan ga terjebak kemacetan yang berkepanjangan.
Rombongan terus melaju meski rombongan agak terpecah karena faktor kemacetan.
Tragedi kedua.
Setelah terlepas dari kemacetan parah, akhirnya rombongan bisa melaju dengan lancar dan konvoi bisa berlanjut lagi. Ditengah asyiknya menikmati asyiknya perjalanan ( tetap tidak kebut2an ) tiba-tiba di daerah Cicurug (kalo ga salah loh ) Romo Eko mengontak dengan HT (handy Talky ) bahwa rombongan hrs segera berenti dan semua putar balik arah karena ada rekan kita yang jatuh terserempet espas. Dalam sekejab semua dpt segera di kontak karena rombongan membawa 4 HT dan penuh penasaran kita semua puter balik arah. Sempat terdengar kalo si Depa kelindas mobil dan cukup parah. Saya sebagai orang yang merasa bertanggung jawab merasa disambar petir. Tapi Puji Tuhan….setelah sampai di TKP ternyata si Depa yang keserempet espas itu tidak ada luka sedikitpun bahkan lecetpun tidak.( sakti juga tuh anak ). Mungkin karena sebelum brangkat udah di berkati lewat Romo Eko. Setelah cek bahwa Depa ga ada Luka, dan motor juga ga ada yg rusak sama sekali (Cuma kaca helm Depa lepas ) maka perjalanan dilanjutkan. Demi menjaga stabilitas psikhologis si korban, maka Depa dipersilahkan membonceng si Panjul Achmat dan saya yg tadinya membonceng Panjul jadi membawa motor Depa. Trimakasih Tuhan karena tidak sampai terjadi sesuatu yang buruk dalam peristiwa ini.
Tragedi ketiga
Sampai di Cibadak kita belok kanan menuju Pelabuhan Ratu. Namun sebelumnya kumpul sebentar untuk menerima sedikit pesan dan arahan dari Panitia. Maka perjalanan pun dilanjutkan dan semua mulai meluncur dengan lancar dan cenderung mulai melebihi batas kecepatan maximum yg kita tentukan. Ditengah asyiknya menikmati lancarnya perjalanan, kembali info mengagetkan terdengar. Heru jatuh nyusruk karena hilang kendali saat ditikungan. Ini gara-gara Heru nyetir motor sambil memegangi tas milik Depa. ( ealah…..udah orangnya jatuh…koq tasnya juga membuat temen ikut kabagian sial ). Untunglah Heru tergolong anak gaul yang udah biasa ngebut sehingga tidak ada luka, hanya injakan kaki yang mengsol dan ga bisa ngerem kaki. Akhirnya di bengkel tambal ban terpaksa dibetulin dulu dan Puji Tuhan…..semua bisa diatasi sehingga perjalanan berlanjut kembali. Pada kejadian ini waktu hampir menunjukkan pukul 23.00 jd mendekati tengah malam. Pak Ikin penduduk Ujung genteng yang saya mintai tolong untuk mencarikan penginapan udah nelpon mulu memantau perjalanan kita.
Tragedi ke empat
Setelah sampai di simpang tiga Bagbagan, rombongan belok kiri ambil arah jembatan Kuning/Kiara dua. Sebelumnya di depam Pom bensin terakhir ( udah tutup ) sebelum Bagbagan semua sudah mendapat briefing bahwa perjalanan selanjutnya memasuki daerah yang konon katanya rawan dengan kejahatan, medan gelap, lika-liku da lumayan tanjakannya. Di sini semua diwanti-wanti jangan sampai ada anggota rombongan yang berpisah jauh dari temen.Konvoi harus rapat demi keamanan bersama. Sempat juga di etape ini cari2 bensin eceran karena si Doel dengan Mionya yang keren itu mendekati krisis bahan bakar. Meski sudah tidak ada warung bensin eceran yang buka tapi beruntung karena cadangan di tangkinya masih cukup. Medan di sini sesungguhnya tempat yang paling asyik dan indah pemandangannya jika saja perjalanan kita lalui pada siang/sore hari. Karena di perjalanan ini kita bisa melihat indahnya garis pantai/pesisir pantai Pelabuhan Ratu, kebun Teh surangga yang luas dan indah menghijau bisa membuat kita kepengin berenti. Tapi berhubung perjalanan kit audah lewat tengah malam maka pemandangan yang kita jumpai adalah indahnya kabut yang turun menyambut rombongan. Sejuknya kabut ditengah malam benar-benar membuat sensasi yang luar biasa. Tetapi……kira-kira 2 km menjelang kota kecil yang disebut Kiara dua, rombongan dipaksa berenti lagi karena ban belakang motor Romo Eko tersuntik paku. Beruntunglah Herky membawa cadangan ban dalam untuk jenis motor yang sama. Maka meski udah hampir jam 2 dini hari terpaksa para teknisi unggul kita ( Si Doel, Heru dan Medi ) kebagian membongkar dan memasang ban. Semuanya berjalan lancar. Kurang lebih jam 2 dini hari perjalanan diawali lagi dari Kiara dua belok kanan menuju Surade. Kondisi jalan yang gelap dan rusak menuntut peserta harus ekstra hati-hati dan waspada. Berkali-kali ada anggota rombongan yg udah kepayahan menanyakan kepada Toyo si raja rimba itu.”berapa jam lagi kita sampai? Dasar Toyo bocah “gendeng” selalu menjawab tinggal deket, satu jam lagi. Padahal berkali-kali ditanya jawabnya selalu sama “tinggal satu jam lagi” Lah….trus kapan nyampainya koq dari tadi satu jam lagi mulu??? Dasar Toyo……wedhus teles……hehehehhee…
Terdampar di pinggir jalan
Waktu sudah dini hair, jam sudah menunjukkan pukul 4.00 wib pagi. Badan lelah, letih, pantat panas, pinggang pegel dan yang paling parah adalah mata sudah sulit diajak kompromi alias ngantuk berat. Bisa dibayangkan, jalan dari jakarta pukul 14.00, perjalana sampai jam 4.00 dini hari belum sampai tujuan. Artinya perjalanan sejak start sudh mencapai 14 jam. Harus diakui ini semua karena banyak kendala dijalan. Pak RT menteng kecil “yang punya kanisus” rupanya sudah teler berat. Bayangkan aja masa nyetir motor tanpa sadar makin pelan dan makin minggir…eit…eit…eit…untungnya yang dibelakang pak RT cukup tanggap dan segeralah klakson keras dibunyikan biar pak Parji kaget dan ga ngantuk lagi. Tapi dasar mata udah capek….ya tetep aja begitu lagi begitu lagi. ( ketahuan nih pak RT ga pernah begadang ).
Akhirnya pada saat mata sudah sulit dipertahankan untuk tetap melek, kira-kira 8 km sebelum masuk kota kecil Surade lagi-lagi Toyo si raja rimba menemukan “tempat transit” yang nyaman bagi ukuran orang yang sudah kepayahan karena kelelahan. Tempat itu adalah warung makan lesehan di pinggir jalan yang karena udah malam, meja-mejanya sudah dibereskan oleh sang empunya warung. Maka jadilah tempat itu bak Aula terbuka, bersih dan nyaman untuk sejenak merebahkan diri, meluruskan pinggang, nyelonjorin kaki dan……akhirnya semua pulas tertidur seperti orang pingsan. Padahal panitia udah menyewa penginapan buat 2 malam tapi akhirnya malam pertama terdampar di pinggir jalan. Waduh…..semua seperti…maaf….gelandangan yang tertidur di emper toko. Padahal semua motor parkir dipinggir jalan. Kalau ada orang jahat dan mencoba mengambil motor, mungkin kami semua ga tau. Tapi Pak Agus yang merasa motor Mio nya baru, terpaksa tidak bisa nyenyak tidur. (makanya lain kali pake legenda butut aja seperti saya pak..!!) hehehehe…..ga ada beban dan bisa pules tidur, tapi tetep bisa ngacirrr…..(walah…padahal karena memang tidak punya yang lain ) makanya ya terpaksa pake legenda. kacihan deh…………….
Setelah kurang lebih 2 jam kami tertidur, kira-kira pulul 06.00 maka kami pun brangkat melanjutkan perjalanan kembali menuju kota kecil yang bernama Surade. Ga lama perjalanan sampailah rombongan di sebuah pom bensin kira-kira 7 km sebelum kota kecil Surade. Tepat di Pom Bensin semua mengisi tangki bahan bakar karena kami kawatir akan sulit menjumpai pom bensin. Ada juga yang makan nasi uduk, bakwan goreng, minum dll. Untunglah pas di depan pom bensin ada warung yang jual nasi uduk. Wah wah….rupanya bukan hanya karena badan cape, mata ngantuk orang pada loyo, tetapi karena kelaparan juga. Ya maklum..abis mau beli makan dimana kalau tengah malem, di daerah terpencil lagi. Mana mungkin ada warung makan buka.
Setelah cukup mengisi bensin motor dan bensin perut, rombongan melanjutkan perjalanan kembali. Kali ini dengan semangat yang lumayan bangkit kembali karena ibu yang punya warung bilang kalo Ujung genteng tinggal 7 km lagi. Itu artinya sampai Ujung Genteng masih harus ditambah 22 km lagi alias ya 30 km lagi sampai tujuan.
Menjelang sampai tujuan saya telp Pak Ikin dan saya minta dijemput di dekat pintu gerbang pembayaran retribusi. Biasalah namanya obyek wisata, dimaa2 juga ada pungutan retribusi. Dan benar Pak Ikin udah menunggu tidak jauh dari loket pembayaran karcis. Mulanya saya sendiri juga ga yakin apakah ini Pak Ikin apa bukan wong selama ini saya komunikasi hanya lewat sms, paling banter telpon. Tapi karena Pak Ikin melihat rombongan kami dan dia kelatan clingak-clinguk menunggu sesuatu, maka feeling saya mengatakan ini pasti Pak Ikin.Saya mendekatinya dan belom sempat saya tanya, Pak Ikin udah menugur duluan: “ rombongan Pak Tono ya”??? kontan saya jawab: “iya kang Ikin, Saya Tono dan temen-temen yang mau ke ujung genteng dan minta dicarikan penginapan”. Akhirnya dengan dipandu kang Ikin yang penduduk setempat kami menuju penginapan dengan memotong jalan dan mengikuti kang Ikin.
Kira-kira pukul 8 lewat.( mungkin 8.30 ) rombongan sampai penginapan di rumah penduduk setempat yang memang sudah biasa disewakan bagi para wisatawan. Sebuah rumah ukuran sedang tapi sangat bersih dan nyaman, tidak terlalu jauh dari pantai. Maka seperti biasa Pak Amin tanpa dikomando gesit mempersiapkan masak air dan menyedu kopi dan teh panas sebagai obat kepenatan dan teman ngobrol sambil ngaso ngendorin urat syaraf.
Sambil menunggu makan siang yang kami pesan kepada Teh Imas sang pemilik rumah, ada rombongan yang rebahan, ada yang mandi sekedar untuk penyegaran dari kepenatan. Pak Agus yang ga mau kehilangan moment penting ini segera meluncur ke pantai bersama anak dan istrinya. Ya maklum aja Pak Agus mau langsung pulang siang ini karena akan ada keperluan yang tidak bisa ditinggal.
Jika saja perjalanan rombongan kami lancar sesuai dengan skenario, kami akan sampai tujuan kira-kira pukul 23.00 wib dan sudah merencanakan minggu pagi mau ngadain misa. Kesempatan ini cukup istimewa karena Romo Eko yang sekaligus menjadi donatur touring kali ini juga menyiapkan peralatan misa. Namun karena kedatangan kami meleset dari rencana maka misa baru bisa dilaksanakan minggu sore sekitar jam 17.00.wib. Pak Agus.istri dan anaknya yang karena harus segera pulang maka tidak lama sehabis makan siang dengan ditemani Andy meluncurlah kembali ke jakarta. ( ya ampun….bisa dibayangkan betapa lelahnya ) belom cukup istirahat, ngajak anak lagi, harus kembali ke jakarta yang jaraknya kurang lebih 230 km. wauew……luar biasa. Tapi kabarnya sih karena saking lelah dan ngantuknya Pak Agus dan Andy sempat istirahat tidur di pom bensin tapi ga tau pom bensin yang dimana. Tapi lumayan kali ini ga seperti gembel yang terdampar di warung lesehan yang sedang kosong.
Sementara Pak Agus pulang, temen-temen asyik pada main ke pantai. Saya sendiri juga bersama Toyo, Dhika, Marcus,Medy,Adit,Haris ngelayap ke pantai dekat penginapan wisma Cowboy. Pasir dan lautnya lumayan indah, sejauh mata memandang, terhamparlah garis pantai yang memanjang dengan pemandangan air yang bergulung-gulung seolah membisikkan selamat datang ramah menyambut kami sambil menyelipkan pesan selamatkan dan jaga lingkungan. Cieee……pesan moral nih yee…???
Setelah cukup puas bermain, maka kami dengan bermotor mencari pemandangan lain. Tujuan yang kami datangi adalah Pantai Pangumbahan tempat dimana biasanya Penyu hijau (cheloniamydas ) bertelur. Dasar pemandu jalan adalah saudara Toyo si raja rimba, eeee….malah tujuan dibelokkan entah kemana? Pokoknya jauh melewati pantai pengumbahan. Kalo ga salah sih ke panta ombak tujuh. Dan akhirnya ke tempat inipun gagal, trus putar arah kembali dan meluncurlah kami ke pantai Cibuaya. Setelah puas melihat pemandangan di pantai Cibuaya, maka kamu meluncurlah ke pasar ikan/pelelangan ikan sekaligus belanja ikan buat dibakar nanti malam.
Pukul 17.00 wib kami melaksanakan misa. Dalam kesederhanaan dan kebersahajaan misa dapat kami laksanakan dengan kidmad.
Bakar Ikan
Yang namanya wisata kepantai kalo belum makan ikan bakaran sendiri rasanya tetep aja ada yang kurang. Maka ikan yang kami beli dan sekaligus sudah dibersihkan oleh sipenjual ikan itu kami bakar rame-rame. Sebagian mempersiapkan perapian, ( medi, toyo, adit ,haris, panjul, eddoy ) sebagian lagi menyiapkan bumbu-bumbunya. Pak Wiyono tanpa komando melaksanakan tugas ini dengan baik. Nah….saatnya makan bersama tiba….
Dengan Ikan bakar dan bumbu sambel ( ga tau enak apa kaga karena saya sendiri ga ikut menikmati ) semua pada ngriung makan bareng. Wah….bener-bener asyik dan menyenangkan. Seperti orang yang kelaparan dapat jatah dari panti sosial.hehehehehe….Soal enak apa ga itu nomor dua. Tapi dalam kamus orang-orang itu adanya cuma uenak dan uenaaak tenan.
Melihat Penyu Hijau bertelur
Malam ini merupakan malam terakhir bagi kami. Maka rasanya belum sempurna kalo ke Ujung genteng belum melihat Penyu hijau bertelur. Penyu Hijau termasuk yang dilindungi. Kira-kira pukul 21.00 wib berdepalan kami berdepalan ( Tono. Marcus, toyo, medi, pak rt , eddoy, panjul ) meluncur ke pantai pangumbahan yang sore tadi gagal kami kunjungi. Setelah melaporkan diri kepada petugas dan membayar retribusi Rp 5.000 per orang maka kami mamasuki areal yang sudah ditentukan. Pantai Pangumbahan sebuah pantai berpasir putih danlembut. Maka sambil menunggu Penyu bertelur kami pun menungu dari kejauhan. Maklum penyu sangat sensitif dengan cahaya, maka sebelum ada kode dari petugas pemandu maka kamipun dilarang menyelakan api, center dan bentuk cahaya lain karena apa bila ini dilihat oleh si penyu sebelum proses bertelur maka si penyu akan memilih balik arah menuju kelaut lagi. Saking lamanya menunggu maka saya dan marcus bisa terlelap tidur pulas di atas pasir tanpa alas apapun. Wauw….tidur diatas pasir tanpa alas aja bisa pules….gimana kalo tidur di hotel???? Maklum disamping lama menungu, mata kami juga ngantuk berat akibat perjalanan kemaren yang terlalu memakan waktu.
Tidak lama kemudian pemandu berteriak kalo kami semua sudah boleh mendekat. Itu artinya Penyu sudah dalam proses bertelur. Dalam keadaan seperti ini Penyu hijau yang bisa mencapai bobot lebih dari 100 kg ini tidak akan lari meski kita elus dan pegang. Maka pak RT yang udah kepengin banget liat penyu ini tidak menyia-nyiakan kesempatan ontuk jeprat-jepret berfotoria memanfaatkan moment ini. Wah wah wah….ternyata pak RT tidak hanya getol memotret penyu saja tapi juga memotret yang melihat penyu. Dan biasa dasar pak RT ( pak Parji ) maka yang dijepret hanya yg cuakep-cuakep aja. (maka pinter-pinterlah menggunakan kesempatan ) kata Pak Parji. Dasaaaarrr…..!!!!
Setelah puas melihat Penyu bertelur, maka kami berencana kembali ke penginapan. Tiba-tiba Eddoy, Parji, Medi, Panjul berlari-lari berebutan sesuatu. Ga taunya mereka mengejar kepiting. Dasar masa kecil kurang bahagia….eh bukan ding….mereka kan lahir dan besar di pegunungan yang jauh dari pantai, jadi maklumlah kalo heran melihat kepiting berkeliaran bebas dipinggir pantai.( melas temen to le...le….. )
Giliran udah mau meluncur ke penginapan, pak Wiyono malah kontek dengan HT kalo mau nyusul, dan kami diminta menungu.
Walah….walah….wong mata udah ngatuk malah diminta nunggu. Rupanya Pak Wiyono penasaran sebelum melihat sendiri proses penyu bertelur dengan mata kepala sendiri. Maka tertundalah kepulangan kami. Medi yang lagi kurang enak badan pulang duluan ditemeni Eddoy. Sedang yang lain menunggu Pak Wiyono. Setelah Pak wiyono sampai dan meluncur ke pantai kami menunggu di rumah petugas penjaga konservasi setempat. Giliran ditunggu lama sekali pak wiyono ga muncul-muncul, maka marcus menyusulnya dan ternyata pak wiyono mau menginap di pantai Pangumbahan. Ya udah akhirnya kami semua meluncur ke penginapan dan tinggallah pak wiyono sendirian (rombongan lain masih ada ). Kami sampai di penginapan kira-kira pukul 2 dini hari. Dan pak Wiyono sampai hampir jam 6. pagi lom kembali juga ke penginapan. Rupanya pak wiyono ga mau kalah juga dengan rombongan kami. Akhirnya dia tidur dipantai pangumbahan sampai jam 6 pagi ( wah puas ya pak wi..??? )
Persiapan kembali ke Jakarta
Karena badan lelah, mata ngantuk, maka tidak semua dari kami bisa bangun pagi. Atas daar itu maka jadwal kepulangan kami sengaja buat tidak terlalu pagi. Kami berencana pukul 9.00 baru meluncur meninggalkan Ujung Genteng. Pagi setelah pada mandi, sarapan pagi dengan menu nasi goreng dan telor mata sapi,lalapan timun (menu standart ) kamipun berkemas-kemas meninggalkan penginapan. Kira –kira jam 9.15 kami meluncur yang sebelumnya tidak lupa kamu gunakan berfoto ria bersama termasuk dengan Teh Imas dan keluarga yang punya rumah penginapan.Dan tidak lupa yang terpenting adalah doa bersamauntuk keselamatan dankelancaran perjalanan pulang. Pak wiyono kebagian memimpin doa dan ditutup dengan mohon berkat Tuhan melalui Romo Eko. Baru meluncur beberapa meter, maka kamipun berhenti kembali untuk berfoto ria dengan latar belakang pemandangan pantai Cibuaya. Foto ini penting karena buat kenang-kenangan dan bisa bergaya. Tapi memang lumayan gagah. JRC dengan jacket yang seragam dan keren membuat penampilan menjadi tambah OK. ( tapi kata dhika, winarno lebih mirip putra daerah alias penduduk setempat ). Foto-fotopun selesai dan kami meluncur kembali ke Jakarta. Konvoi bermotor dengan jacket yang sama sebanyak kurang lebih 23 motor merupakan pemandangan yang indah dan keren juga dilihat dari kejauhan. Meluncurlah kami dengan sedikit ngebut, itung-itung balas dendam ketika keberangkatan yang memang lambat akibat banyaknya halangan dan hambatan.
Baru kurang lebih satu jam perjalanan, rombongan dipaksa berhenti karena ban motor pak wiyono bocor dan harus diganti. Untunglah tidak terlalu lama seperti ketika pulang dari carita, kamipun melanjutkanperjalanan. Kami sengaja memilih jalur yang sama seperti ketika kami brangkat. Tujuannya disamping itung-itung menghapalkan rute juga ingin menikmati indahnya berfoto ria di kebun teh surangga yang indah menghijau bak permadani terhampar di perbukitan. Dan ketika perjalanan brangkat pemandangan ini tidak bisa kami nikmati karena suasana tengah malam dan kabut turun.
Sesampai di kebun teh, kamipun berenti dan masing-masing dengan gayanya sendiri berackting seperti bintang film. Sayang Heru si anak gaul ga ikut berackting karena udah meluncur duluan.Setelah puas kamipun melanjutkan perjalanan kembali. Di sini rupanya orang-orang sudah mulai lapar. Maka kami berkomitmen akan berhenti di warung makan yang sekiranya luas dan cocok. Perjalanan berlanjut sampai melewati jembatan Bagbagan dan belok kanan kearah Cibadak belum juga kamu jumpai warung makan yang memadahi. Maklum 25 orang butuh tempat yang relatif luas. Dan baru kurang lebih 15 km sebelum Cibadak kami menemukan warung makan lesehan yang cukup luas dan nyaman. Disini bisa makan sambil menikmati indahnya panorama pegunungan yang terlihat subur menghijau. Pemandangan yang indah membuat kami betah berlama-lama di sini. Disamping itu rupanya menu makanan yang berfariasi membuat kami lebih cocok dari pada makan waktu keberangkatan kemarin.
Selesai makan kami melanjutkan perjalanan kembali dan ketika sampai daerah cikretek ga jauh dari perempatan ciawi kami berenti mengisi bensin, da ada juga yang membeli oleh-oleh untuk keluarga.
Masuk kota Bogor kembali kami disambut ujan. Kami sempat berenti untuk koordinasi lagi. Di sini Winarno “yang punya yayasan” udah meluncur jauh meninggalkan rombongan. Dasar……bocah ora nggenah…..giliran udah tau jalan trus ga mau inget temen. Udah ga peduli dengan temen-temen yang lain. ( perlu dipertanyakan semangat the spirit of fraternity-nya ). Sikap seperti ini untuk lain waktu harus di tinggalkan. Karena disamping kita komitmen dengan kebersamaan, juga menjaga kalo ada apa-apa di jalan. Dalam kebersamaan akan dapat meminimalisir kemungkinan buruk yang akan terjadi. Kota Bogor yang diguyur hujan meski tidak terlalu deras membuat perjalanan kami makin macet dan rombongan terpisah satu sama lain.Kami berencana kumpul kembali di jalan Pemda Cibinong sekaligus sebagai perpisahan untuk menuju tujuan rumah masing-masing. Namu karena hambatan hujan dan macet itulah maka tidak semua anggota rombongan bisa kumpul untuk koordinasi terakhir sebelum “berpisah”.
Di simpang tiga jalan Pemda Cibinong kami berpisah untuk pulang kembali ke rumah masing-masing. Kita bersyukur karena perjalanan ini meskipunbanyak hambatan tetapi tetap selamat dan tidak menimbulkan korban/akibat yang berarti bagi seluruh rombongan. Trimakasih Tuhan……
Demikian sejuta cerita dari touring JRC menjelajag Ujung Genteng 7 – 9 Maret 2009. Kenangan indah, lucu, konyol, menyenangkan dan mungkin juga menjengkelkan akan semakin memperkaya pengalaman kami masing-masing. Dan yang lebih penting justru dengan pengalaman ini rasa kebersamaan, persaudaraan dan solidaritas diantara kami akan semakin dikuatkan. Dengan demikian kelompok ini akan makin kokoh dan kompak dalam mewujudkan cita-cita kebersamaan kami.
Sayonara Ujung Genteng…..
Thanks for God….
i will be back….!!