Jawa Pos, Selasa, 20 Agt 2002
Alex Mengaku Bukan WNI
JAKARTA - Setelah Panglima Laskar Jihad Ustad Ja'far Umar Thalib, kemarin giliran
Ketua Front Kedaulatan Maluku (FKM) Alexander Harmanus Manuputty dan Sekjen
FKM Samuel Waelarumi alias Semmy disidangkan. Meskipun lokasi tindak pidana
(locus delicti)-nya sama-sama di Maluku, ternyata lokasi persidangannya berbeda.
Ja'far sudah lebih dulu dimejahijaukan di PN Jakarta Timur. Sedangkan Alex dan
Semmy diadili di PN Jakarta Utara. Kalau Ja'far dijerat pasa-pasal kebencian, Alex
maupun Semmy dijerat empat lapis pasal makar. Ancaman vonis maksimalnya
hukuman mati.
Untuk dakwaan primer, Alex-Semmy dituduh melanggar pasal 106, jo pasal 55 ayat 1
pasal 64 ayat 1 KUHP tentang upaya makar. Untuk dakwaan subsider, keduanya
dituduh melanggar pasal 110 ayat 1, jo pasal 106, jo pasal 64 ayat 1 KUHP tentang
permufakatan melakukan kejahatan.
Sementara itu, untuk dakwaan lebih subsider, keduanya dituduh melanggar pasal 110
ayat 2 ke-1, jo pasal 106, jo pasal 55, ayat 1 ke-1, jo pasal 64 ayat 1 KUHP tentang
mempersiapkan dan memperlancar kejahatan.
Sedangkan dakwaan lebih lebih subsidernya adalah pasal 49 UU No 23/PRP/ 1959
tentang tindak pidana bagi seseorang yang menimbulkan hal-hal yang
membahayakan.
Sidang digelar pukul 12.45 sampai pukul 14.00. Selama menunggu kedatangan Alex
dan Semmy, puluhan aktivis FKM tampak memadati halaman dan ruang sidang
utama. Sekitar sepuluh orang berpakaian hitam-hitam bersama puluhan warga
berpotongan tinggi besar berambut ikal tampak membentangkan sebuah spanduk
bertulisan "RMS Memiliki Segudang Legalitas dan Bebaskan Alex". Polisi menjaga
ketat setiap orang yang memasuki lokasi halaman PN Jakut.
Saat memasuki ruang sidang, Alex mengangkat tangannya sembari memekik, "Hidup
FKM!" Seruan tersebut disambut pendukungnya dengan berteriak, "Merdeka!"
Alex mengenakan jas dan celana serba putih. Jasnya sengaja dibiarkan terbuka
sehingga terlihat jelas kaus biru yang dikenakannya bertulisan "FKM". Rambutnya
yang ikal sengaja dibiarkan gondrong. Dia didampingi sebelas pengacara yang
dikoordinasi Christian Rahajaan.
Bertindak sebagai jaksa penuntut umum (JPU) adalah Herman Koedoeboen yang
didampingi lima jaksa. Hakimnya adalah I Wayan Padang SH, R. Hendrik Silaen, dan
Nico Bermus.
Pada materi dakwaan setebal 25 halaman, JPU Herman menuliskan tentang tindakan
makar yang dilakukan Alex dan Semmy, berikut penyebaran berita tentang RMS dan
seruan untuk mengibarkan benderanya di beberapa wilayah Maluku pada 25 April
2002. "Atas tindakan itu, perbuatan terdakwa satu dan dua memenuhi rumusan pasal
106 KUHP tentang makar atau melawan pemerintah yang sah," kata Herman,
membaca surat dakwaan.
Setelah pembacaan surat dakwaan, sempat terjadi adu argumentasi antara
pengacara Christian cs dan majelis hakim. Christian mendesak hakim agar
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Alex dan Semmy untuk
menyampaikan keterangan tentang keberatannya terhadap dakwaan JPU, yang
dinilainya tidak sah dan tidak lengkap.
Sayang, hakim menolak dengan dasar 143 KUHAP. "Keberatan terdakwa bisa
dimasukkan dalam materi eksepsi," tegas hakim I Wayan.
Apa komentar Alex? Alex sudah menyiapkan eksepsi dengan naskah penuh diagram.
Namun, dia harus menunggu persidangan lanjutan pada 26 Agustus mendatang.
Saat menuju mobil tahanan, Alex menilai, persidangan tersebut sarat nuansa politis.
Dia juga mengklaim bahwa dirinya bukan warga negara Indonesia (WNI). Alasannya,
Republik Maluku Selatan (RMS) sudah diproklamasikan pada 1950, tapi dipaksa
berintegrasi dengan Republik Indonesia. "Ini persidangan rekayasa," tandasnya.
(agm)
|