Jawa Pos, Selasa, 27 Agustus 2002
Klaim RMS Legal
JAKARTA - Ketua FKM (Front Kedaulatan Maluku) Alexander H. Manuputty
menegaskan sikapnya. Bersama Semmy Waileruny (ketua legislatif FKM), Alex di
persidangan kedua kemarin menyatakan bahwa pemerintahan Republik Maluku
Selatan (RMS) merupakan pemerintahan sah yang ditumbangkan secara sepihak
oleh pemerintah Indonesia.
Terdakwa kasus makar itu justru menuntut pemerintah Indonesia untuk bersikap bijak
dalam kasus tersebut. Yakni, memberikan hak kepada rakyat Maluku Selatan untuk
melaksanakan penentuan pilihan sendiri guna memilih dan membentuk negaranya
sesuai perjanjian Belanda-Indonesia yang diakui PBB.
Dalam sidang yang dimulai pukul 11.20 itu, kedua terdakwa juga mempersoalkan
ketidakmampuan pemerintahan Megawati Soekarnoputri dalam mengatasi kerusuhan
dan konflik di Maluku sejak 19 Januari 1999.
Pemerintah dianggap ikut bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi di Maluku.
TNI dan Polri juga ikut terlibat dalam kerusuhan yang menimbulkan jatuhnya ribuan
korban jiwa.
Begitulah inti materi eksepsi yang dibacakan Alex saat persidangan kemarin di PN
Jakarta Utara. Selama membaca eksepsi tersebut, Alex tampil yakin di hadapan
majelis hakim yang dipimpin I Wayan Padang SH serta jaksa R. Hendrik Silaen dan
Nico Bermus.
Alex maupun Semmy didampingi 11 pengacara yang dikoordinasi Christian Raharjaan
cs. Dua tokoh RMS itu juga didampingi puluhan suporter. Tak jelas asal mereka.
Yang pasti, di lihat dari fisik dan logat bahasanya, mereka berasal dari Maluku.
Setiap kali dibaca eksepsinya, puluhan suporter tanpa dikomando langsung berteriak
"Merdeka!". Sebagian besar mereka memenuhi ruang sidang. Tak satu pun kursi
pengunjung tersisa oleh para suporter.
Bahkan, di luar ruang sidang, sejumlah suporter tampak bergerombol sambil
membentangkan spanduk bernada kecaman atas jalannya persidangan. Polisi pun
waspada untuk mengamankan persidangan.
Seperti diketahui, Semmy dan Alex didakwa berlapis. Dalam dakwaan primernya,
mereka didakwa melanggar pasal 106 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1
KUHP tentang upaya melakukan makar, dengan ancaman pidana penjara seumur
hidup atau maksimal 20 tahun. Tindakan Manuputty yang dianggap sebagai makar
adalah pengibaran bendera Republik Maluku Selatan (RMS) saat peringatan ulang
tahun RMS pada April 2002.
Di dakwaan subsider, keduanya didakwa pasal 110 (1) jo pasal 106 jo pasal 64 (1)
KUHP tentang permufakatan melakukan kejahatan dengan ancaman pidana penjara
maksimal 6 tahun. Dakwaan lain adalah pelanggaran pasal 110 (2) ke-1 jo pasal 106
jo pasal 55 (1) ke-1 pasal 64 (1) KUHP mengenai mempersiapkan kejahatan.
Dakwaan ke-4, terdakwa dituduh melanggar pasal 49 UU No. 23/PRT/1959, yakni
perbuatan yang bisa menimbulkan hal-hal berbahaya.
Di persidangan kemarin, kedua terdakwa masing-masing membaca eksepsinya
sendiri, selain yang disampaikan tim penasihat hukum, yang dipimpin Christian
Raharjaan. Dalam eksepsi yang diawali oleh terdakwa Semmy, disebutkan bahwa
FKM merupakan lembaga kajian yang meneliti soal keabsahan negara RMS
berdasarkan aspek hukum, politik, demokrasi, hak asasi, dan budaya.
Menurut Semmy, RMS adalah negara yang sah jika dibandingkan dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Republik Indonesia Serikat (RIS), maupun
Negara Indonesia Timur (NIT). "Secara hukum, para ahli hukum telah mengungkapkan
hal yang sependapat dengan kajian itu. Pemerintah RMS adalah sah dan rakyat
Maluku Selatan memiliki hak dan kesempatan serta kebebasan untuk mendirikan
negara tersebut," ujar Semmy.
Kedua terdakwa juga menunjukkan hasil studi perbandingan di antara empat negara.
Antara lain, RMS, NKRI, RIS, dan NIT. Tujuannya, melihat tingkat keabsahan dari
masing-masing negara tersebut.
Hasil kajian itu diperlihatkan dalam bentuk bagan dan kertas ukuran besar yang juga
sempat dibagi-bagikan kepada sejumlah wartawan. Hasil kajian FKM menyatakan
bahwa keabsahan NKRI belum tentu benar, bahkan bisa dikatakan salah. (agm)
All Rights Reserved © Jawa Pos 2002 , Design by Jawa Pos DotCom
|