KOMPAS, Selasa, 2 Juli 2002
Penambahan Jumlah Militer Tidak Selesaikan Konflik
Jakarta, Kompas -Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam)
Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, penambahan jumlah militer saja di suatu
daerah konflik tidak dapat menyelesaikan konflik. Tetapi, penarikan pasukan Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dari daerah yang dilanda konflik pun belum tentu
menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik di satu daerah harus dilakukan secara
menyeluruh dan menyentuh akar masalah."Penyelesaian konflik itu harus sesuai
dengan akar masalahnya. Seperti di Aceh, akar masalahnya ada dua, yakni
separatisme bersenjata yang benar-benar ingin memisahkan diri dari negara ini. Itu
harus ditindak. Tetapi, kedua, ada juga masalah social discontent. Perasaan
masyarakat akibat ketidakadilan serta susahnya mendapatkan kesejahteraan. Itu
harus kita sentuh dengan pendekatan ekonomi, sosial, hukum, dan lainnya," ujar
Yudhoyono pada lokakarya penyelesaian konflik di Jakarta, Senin (1/7).
Dalam lokakarya yang diadakan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan
Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Jakarta itu, sosiolog Dr Hotman Siahaan pun menyoroti
akar konflik yang jarang tersentuh dalam upaya penyelesaian konflik yang dilakukan
pemerintah. Bahkan, sekalipun banyak institusi sudah dilibatkan untuk
menyelesaikan konflik, tetap saja akar masalah belum sepenuhnya tersentuh.
Sedang dievaluasi
Yudhoyono mengakui, pemerintah sangat berhati-hati dalam upaya menyelesaikan
konflik di berbagai daerah dengan mempertimbangkan berbagai masukan yang
diterima dari masyarakat maupun aparat. Dalam kasus Maluku misalnya, dari
sepuluh kelompok kerja yang memberikan masukan kepada pemerintah, terdapat
sepuluh penilaian mengenai akar konflik tersebut. Memang belum tentu kesepuluh
masukan itu salah, tetapi juga belum tentu sepenuhnya benar.
"Saya tak percaya, operasi militer atau penambahan pasukan akan menyelesaikan
konflik. Tetapi, saya juga tidak percaya, penarikan militer dari suatu daerah konflik
pun dapat menyelesaikan persoalan. Penyelesaian konflik memerlukan pendekatan
terpadu dan multi-approach," papar Menko Polkam lagi.
Seperti di Aceh, lanjutnya, belum segera tuntasnya penyelesaian konflik di
wilayahnya tersebut bisa saja disebabkan belum efektifnya operasi keamanan, tetapi
bisa pula karena faktor lain. Pemerintah harus jeli melihat persoalan itu. Karena itu,
pemerintah kini sedang mengevaluasi pelaksanaan berbagai upaya untuk
menyelesaikan konflik di Aceh, sehingga akhirnya dapat ditemukan penyelesaian
terpadu yang lebih baik.
"Jika elemen bersenjata GAM (Gerakan Aceh Merdeka) makin ganas, seperti
membakar gedung sekolah, membunuh anggota DPRD, dan menculik warga sipil, ya,
itu harus dihentikan. Cara menghentikannya tidak selalu harus dengan menambah
kekuatan TNI/Polri. Mungkin mempertajam operasinya, intelijennya digalakkan,
hubungan dengan masyarakat lokal makin diperbaiki, sehingga bisa dipisahkan betul
mana yang GAM, mana masyarakat yang tidak terlibat konflik bersenjata itu,"
paparnya.
Evaluasi kebijakan penyelesaian konflik di Aceh itu dilakukan, karena kini muncul
pemikiran baru dari kalangan wakil rakyat supaya pemerintah lebih tegas, seperti
memberlakukan keadaan darurat sipil atau darurat militer. Namun, ada pemikiran lain,
pemberlakuan keadaan darurat di Aceh akan menghentikan dialog. Pemerintah
sedang mencari penyelesaian yang terbaik. (tra)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|