KOMPAS, Selasa, 4 Juni 2002
Pangdam Rangkul Polisi dan Brimob
- Untuk Akhiri Konflik Maluku
Ambon, Kompas -Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Koopslihkam)
yang juga Panglima Kodam XVI/Pattimura Mayjen Djoko Santoso mulai merangkul
aparat kepolisian untuk bersama-sama melakukan penegakan keamanan dan
mendukung penyelesaian konflik Maluku yang telah memasuki tahun keempat.
Djoko, Senin (3/6), langsung melakukan kunjungan ke Kepala Kepolisian Daerah
(Polda) Maluku Brigjen (Pol) Soenarko dan memimpin upacara pergantian pasukan
Brigade Mobil (Brimob) yang ditugaskan di Maluku. Pada hari yang sama, Kodam
Pattimura menerima sejumlah kendaraan dan senjata antihuru-hara yang diterima dari
Mabes TNI dan TNI AD untuk pengendalian massa.
"Saya mengharapkan agar aparat kepolisian dan TNI bisa bekerja sama untuk
menyudahi, menyelesaikan, dan mengakhiri penderitaan rakyat Maluku. Sudah cukup
lama rakyat menderita sehingga sudah saatnya konflik ini diakhiri. Saya juga
mengharapkan agar masyarakat lebih mengedepankan nurani dan rasio daripada
emosi," kata Djoko.
Laporan Kepala Polri
Di Jakarta, Kepala Polri Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar dalam rapat kerja dengan Komisi
II DPR hari Senin melaporkan, selama konflik di Maluku terjadi, sekitar tiga tahun,
sebanyak 1.842 orang tewas dan 25.373 bangunan-terdiri dari 25.144 rumah
penduduk, 91 masjid, dan 138 gereja-rusak dan terbakar.
Dalam laporannya, Da'i menyebutkan, korban tewas tak hanya dari masyarakat,
melainkan juga dari aparat yang bertugas di Maluku. Dari masyarakat, selama konflik
itu berlangsung, tercatat 1.797 orang tewas, 1.881 orang luka berat, dan 2.213 orang
luka ringan. Dari TNI (Tentara Nasional Indonesia), tercatat sebanyak 13 anggotanya,
dan 32 anggota Polri tewas di Maluku selama konflik tersebut.
Kepala Polri mengakui pula, sejak penandatanganan Perjanjian Malino II, sebenarnya
Polri dan jajaran TNI di Maluku sudah terus melakukan razia senjata. Sampai tanggal
31 Mei 2002, tercatat 200 pucuk senjata api organik, 909 pucuk senjata api rakitan,
dan 7.673 bilah senjata tajam, amunisi, dan bahan peledak yang dirazia. Akan tetapi,
diperkirakan senjata yang berada di tangan masyarakat masih banyak karena pada
saat Asrama Polisi Tantui, Ambon, dirusak dan dijarah 21 Juni 2000, sebanyak 1.080
senjata api organik dinyatakan hilang.
"Diperkirakan masih banyak senjata api organik yang dikuasai masyarakat. Sebab
itu, dalam melakukan razia di lokasi yang diyakini banyak senjata yang beredar, Polri
meminta bantuan TNI. Bagi Polri, kini yang terpenting adalah keamanan masyarakat
dapat diwujudkan," ujar Kepala Polri.
Merebut hati
Di Asrama Brimob, Djoko Santoso mengharapkan agar pasukan Brimob yang baru
datang dapat melaksanakan tugas dengan disiplin dan profesional. Ia juga
menekankan pula perlunya aparat kepolisian dan TNI bersama-sama menegakkan
kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia di Maluku.
Dalam kunjungannya ke Markas Brimob di Passo, Djoko berhasil merebut hati aparat
Brimob yang beberapa kali terlibat insiden dengan aparat TNI selama konflik Maluku.
Selain berdialog dengan pasukan, Djoko juga mengunjungi anggota keluarga yang
tinggal di Asrama Brimob.
Polri dan TNI dalam penegakan keamanan Maluku, kata Soenarko, akan tetap satu
dan kepolisian Maluku berada di bawah Gubernur selaku Penguasa Darurat Sipil
Daerah dan di bawah Koopslihkam Maluku.
Ketua Komite Penegakan Kebenaran, Keadilan, dan Penghentian Kekerasan Maluku
(KP2PKM) Munir Kaerotty ketika dihubungi secara terpisah memuji inisiatif Djoko
untuk merangkul aparat kepolisian, khususnya Brimob. "Ini merupakan langkah yang
baik sekali. Tanpa merangkul Brimob, masing-masing tidak bisa melaksanakan tugas
dengan baik. Kami mengharapkan agar penanganan keamanan di Maluku semakin
baik," ujar Kaerotty.
Namun, ia mengingatkan agar pengiriman maupun penggunaan peralatan
antihuru-hara maupun senjata untuk melumpuhkan massa tidak dikedepankan untuk
menangani konflik Maluku. Ia mengambil contoh, penggunaan gas air mata dalam
beberapa insiden, seperti insiden di Pos Kota-Ambon, tidak mampu meredam
gejolak. Bahkan, dalam kasus-kasus terakhir, peluru tajam dipergunakan untuk
pengendalian massa. Karena itu, ia mengharapkan agar peralatan tersebut
dipergunakan secara profesional dan penyelesaian konflik tetap mengedepankan
cara-cara dialog.
Mengenai langkah yang akan diambil untuk melakukan pemulihan keamanan di
Maluku, Djoko mengemukakan bahwa pihaknya akan melanjutkan konsolidasi
pasukan, meneruskan langkah penegakan keamanan dan ketertiban, dan mendorong
upaya-upaya dialogis di antara berbagai pihak.
Mengenai kriteria penggunaan senjata antihuru-hara maupun senjata yang
mematikan, Djoko mengemukakan, semua itu tergantung pada situasi yang terjadi.
"Perlawanan politis harus dihadapi secara politis. Pelanggaran hukum dihadapi
dengan hukum. Perlawanan bersenjata dihadapi dengan senjata," kata Djoko.
Jangan dipersoalkan
Di Jakarta, Da'i mengakui, sampai kini Polri memang belum menunjuk pejabat baru
Kepala Polda Maluku yang sekaligus menjadi Wakil Panglima Koopslihkam. "Biarlah
Kepala Polda Maluku sekarang memberikan masukan kepada Panglima Koopslihkam
dahulu," kata Kepala Polri.
Penunjukan Panglima Kodam XVI/Pattimura agar menangani keamanan pun sesuai
dengan Surat Perintah Penguasa Darurat Sipil Daerah Nomor Prin 02/PDSDM/2000
tertanggal 19 Juli 2000. "Ini tidak perlu dipersoalkan lagi sebab Polri tetap
membutuhkan bantuan TNI, terutama kalau mau memasuki daerah yang diyakini
masih banyak senjata yang beredar. Yang penting penegakan hukum tetap dilakukan
Polri, misalnya saat menangkap orang," paparnya lagi. (wis/rts/tra)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|