KOMPAS, Jumat, 02 Agustus 2002, 21:41 WIB
Lokakarya Para Raja Maluku di Bogor Cegah Konflik
Jakarta, Jumat
Lokakarya berupa pertemuan Raja-Raja di wilayah Maluku yang digelar di Bogor
(Jabar) pada 29 Juli - 2 Agustus 2002 bertujuan untuk mencegah konflik yang sudah
berlangsung sejak 3,5 tahun lalu.
"Kami melakukan pertemuan untuk perencanaan strategis menuju resolusi konflik
Maluku agar dapat mencegahnya, dan semoga tidak terulang kembali," kata Raja
Negeri Seith Maluku Mahfudz Nukuhehe kepada pers di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan, raja merupakan panutan di Maluku sehingga ketika terjadi konflik
mengalami keterbatasan untuk mencegahnya. Pertemuan Raja dan Ratu di Bogor itu
menghasilkan suatu ikhtiar yang positif ke arah damai, karena upaya perjanjian
Malino masih belum ditaati oleh sebagian warga setempat.
Pertemuan itu dihadiri 16 raja dan ratu terdiri atas delapan dari komunitas Islam dan
delapan dari komunitas Kristen. Di antaranya Mahfudz Nukuhehe, Raja Negeri Seith,
Ny. Thereie Maitimu, Ibu raja dari Negeri Passo, U Tuhare, Raja Negeri Tenga-Tenga.
Menurut Mahfudz yang juga ditunjuk sebagai deklarator bersama Theresie Maitimu,
pertemuan itu juga melibatkan komunitas tokoh pemuda Muslim dan Kristen, di
antaranya Abubakar Riry, Rum Suneth serta tokoh pendidikan Prof Saleh Putuhena
dan Prof RZ Leirissa.
Ia mengatakan, pertemuan itu untuk menuntaskan kekerasan dan konflik di seluruh
negeri Patasiwa (komunitas Kristen) dan Patalima (komunitas Muslim).
Dendam dan benci kini hendaknya sirna bersama dengan kesepakatan secara
menyeluruh, sebab darah yang telah tercurah tak mungkin dilerai tanpa pembaruan
jalinan umum darah dan kekerabatan, katanya.
Konflik Maluku yang bergulir sejak 3,5 tahun lalu telah menelan sekitar 7.000-9000
jiwa, baik komunitas Muslim maupun Kristen.
Pertemuan raja-raja di Bogor itu nantinya akan ditindaklanjuti di Ambon dengan
melibatkan semua raja-raja.
Sementara itu, Ibu Raja Negeri Passo Ny. Theresie Maitimu mengatakan, upaya yang
dilakukan raja untuk mencegah konflik ketika itu mengalami keterbatasan, karena
banyaknya kepentingan yang bermain di Maluku.
Namun, di masa mendatang pihaknya akan berupaya untuk mencegah konflik agar
kedua komunitas tetap bersatu.
Pertemuan itu merupakan tindaklanjut dari lokakarya sejenis di Bali Maret 2000 dan
dilanjutkan dengan pertemuan serupa di Yogyakarta Mei 2000 guna mencari solusi
terbaik mencegah konflik, demikian Theresie Maitimu.(Ant/jy)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|