KOMPAS, Senin, 12 Agustus 2002, 20:51 WIB
Status Darurat Sipil di Maluku Utara Dapat Diperpanjang
Ternate, Senin
Rencana pencabutan pemerintahan darurat sipil (DARSI) yang diberlakukan sejak
tahun 2000 lalu, di Provinsi Maluku Utara (Malut) akan diperpanjang kembali,
menyusul adanya insiden yang terjadi pekan ini di Ternate dan Tobelo (Halmahera
Utara) itu.
Dalam pidatonya pada permulaan Sidang Tahunan MPR-RI, 1 Agustus 2001,
Presiden Megawati Soekarnoputeri menegaskan, bahwa pemerintahan DARSI di
Maluku Utara, akan segera dikembalikan ke pemerintahan tertib sipil itu, bisa
diperpanjang apabila suasana masih bergejolak.
Kondisi ini diperkuat dengan Maklumat Gubernur Maluku Utara, Drs Sinyo Harri
Sarundayang, yang juga Penguasa Darurat Sipil. Maklumat yang diumumkan akhir
Juli lalu itu, melarang orang-orang yang tidak jelas identitasnya untuk masuk ke
wilayah Maluku Utara dan sekitarnya.
Insiden yang terjadi di Kecamatan Tobelo (Halmahera Utara) dan Kota Ternate,
menjadi barometer rencana penarikan pemerintahan DARSI yang diberlakukan sejak
pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.
Kondisi yang dilaporkan dua tahun terakhir sudah kondusif itu, kembali memanas dan
bisa menghambat rencana pencabutan DARSI di Maluku Utara seperti disampaikan
Presiden Megawati itu.
Anggota Komisi A di DPRD I Maluku Utara Ir Zainuddin Umasangaji, misalnya,
menyarankan, pencabutan DARSI di Malut, sebaiknya menunggu pembentukan
Korem dan Polda Maluku Utara. "Tapi jika kondisinya relatif sudah lebih aman, maka
tidak perlu desakan masyarakat juga cukup kuat," katanya, menanggapi insiden di
Tobelo dan Ternate itu.
Menurut Zainuddin, rencana penarikan pemerintahan darurat sipil diberlakukan sejak
27 Juli 2000 di Provinsi Maluku Utara, semata-mata karena pertimbangan keamanan
yang semakin membaik bahkan sudah normal seperti biasa.
Situasi ini akan lebih membaik lagi, apabila pembentukan Korem dan Polda Maluku
Utara itu, segera direalisasikan oleh Mabes TNI dan Mabes Polri. "Dua institusi ini
harus segera dibentuk guna mengantisipasi rencana pencabutan darurat sipil di
Maluku Utara itu," ujarnya.
Alumnus Lemhannas Angkatan XXXIX mengatakan, wajar kalau darurat sipil dicabut,
menyusul telah membaiknya situasi keamanan di daerah tersebut. "Data dan fakta di
lapangan menunjukkan kondisi benar-benar sudah aman," katanya.
Zainuddin mengatakan, ke depan nanti fungsi kepolisian harus diutamakan guna
menegakkan hukum dibandingkan aparat TNI. "Rencana penarikan DARSI itu, seperti
disampaikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputeri dalam pidatonya pada Sidang
Tahunan MPR-RI, disambut baik oleh berbagai kalangan di wilayah yang pernah
dilanda konflik bernuansa SARA," ujarnya.
Wakil Ketua DPD I Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Maluku Utara,
Natsir Barmawi, SE menilai, insiden yang terjadi di kawasan Halmahera Utara dan
Ternate itu sengaja dilakukan oknum tertentu untuk menggagalkan agenda pemilihan
gubernur & wakil gubernur dan rencana penarikan DARSI di daerah tersebut.
Agenda strategis ini bisa gagal karena pertimbangan stabilitas keamanan. "Situasi
dan kondisi keamanan yang sudah kondusif bahkan telah normal lagi, kini
diobok-obok, sengaja dilakukan dan diciptakan oleh oknum tertentu yang ingin
mencari keuntungan dalam konflik antarkelompok di Malut itu," katanya.
"Aksi penyerangan warga Tobelo dan insiden di Ternate terakhir ini diduga dan
memiliki indikasi untuk menggagalkan pemekaran wilayah, disamping proses
pemilihan gubernur & wakil gubernur Maluku Utara yang dijadwalkan berlangsung
bulan September 2002 yang akan datang itu," ucap Hamid Usman.
Dijelaskannya, ada inisiatif dari kelompok tertentu untuk mengacaukan roda
perekonomian di Maluku Utara yang dua tahun terakhir ini sudah membaik itu, dan
mengakibatkan terjadinya pelarian modal dari pengusaha lokal Ternate ke luar, seperti
Manado (Sulawesi Utara) dan Surabaya (Jawa Timur).
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|