KOMPAS, Senin, 17 Juni 2002, 15:28 WIB
TAPAK Ambon Ingatkan Tim Investigasi Maluku
Laporan : Heru Margianto
Jakarta, KCM
Tim Advokasi untuk Penyelesaian Kasus Ambon (TAPAK Ambon) mengingatkan Tim
Investigasi Independen Penyelidik Kasus Ambon bahwa masalah Ambon tidak bisa
dilihat secara parsial sebagai peristiwa-peristiwa kerusuhan yang berdiri sendiri. Tim
investigasi harus melihat secara luas pertalian dari setiap peristiwa dan peran negara
serta militer dalam konflik yang telah berlangusng selama empat tahun itu.
Aktivis TAPAK Ambon Tamrin Amal Tomagola didampingi Koordinator Program
Elsam Amiruddin dan Kordinator Prisidium Kontras Ori Rahman menyampaikan hal
ini dalam sebuah jumpa pers di Sekretariat TAPAK Ambon, Jakarta, Senin (17/6).
Tamrin mendesak kepada tim investigasi untuk segera mengumumkan kepada publik
kerangka kerja penyelidikan yang akan dilakukan oleh tim ini. Alasannya, agar publik
mengetahui arah penyelidikan mereka. Sebab, menurut Tamrin selama ini ada upaya
menggeser masalah Ambon sebagai konflik agama.
"Konflik antarkelompok di Ambon muncul belakangan. Maka, konflik antarkelompok
itu merupakan akibat bukan sebab. Akarnya, bukan itu. Yang penting adalah
bagaimana tim mampu mengidentifisir masalah pembiaran negara dan peran militer
yang sangat siginifikan," kata Tamrin.
Sayangkan komposisi
Lebih jauh ia menyayangkan, komposisi anggota tim terutama I Wayan Karya yang
nota bene adalah Deputi Menko Polkam dan Bambang W Soeharto yang menurut
Tamrin sangat dekat dengan kalangan militer, serta mantan Pangdam Bukit Barisan
Gede Purnawa. Ia menjelaskan ada lima unsur yang terlibat dalam konflik di Ambon
yaitu umat Islam termasuk Laskar Jihad, umat Kristen, Fron Kedaulatan Maluku atau
Republik Maluku Selatan, pemerintah pusat dan daerah serta aparat keamanan
khususnya militer.
"Oleh kaena itu, setiap anggota tim, seharusnya bebas atau tidak punya kaitan
dengan kelima pihak tersebut di atas. Khususnya kita khwatir, kalau ada fakta
tentang peran atau tidak berperannya pemerintah dalam arti melakukan pembiaran.
Demikian juga dengan aparat keamanan. Apakah tim ini akan mengungkap secara
transparan kepada publik kalau menemukan fakta-fakta tentang itu. Kita semua tahu,
fakta-fakta itu ada," kata Tamrin.
Selanjutnya, terhadap dua anggota tim dari unsur universitas yaitu Ronny Nitibaskara
dan Paulus Wirutomo ia mengatakan di satu sisi menguntungkan kaena mereka
berada pada pihak yang netral. Namun, di sisi lain, Tamrin meragukan kemampuan
investigasi mereka. Menurutnya, pengalaman mereka lebih banyak di penelitian. Hal
itu berbeda dengan investigasi.
"Kami khawatir mereka dipakai sebagai alat pembenaran akan hasil investigasi yang
tidak menempatkan pemerintah dan militer dalam posisi yang sulit," katanya.
Sementara, Amiruddin menambahkan tim ini harus menjelaskan kepada publik sejauh
mana kewenangan penyelidikan yang mereka miliki. Jangan hasil kerja ini menjadi
tidak efektif seperti laporan Tim Gabungan Pencari Fakta Kasus Kerusuhan Mei 1998
dan laporan kasus terbunuhnya Theys Hiyo Eluay yang hanya menjadi laporan tanpa
kekuatan hukum. (prim)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|