KOMPAS, Selasa, 18 Juni 2002
Opslihkam Poso Diperpanjang Tiga Bulan
Palu, Kompas - Meski kondisi keamanan di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah
(Sulteng), berangsur kondusif, penanggung jawab keamanan setempat memandang
perlu untuk memperpanjang operasi pemulihan keamanan (Opslihkam) di wilayah
tersebut selama tiga bulan. Hal itu ditegaskan Kepala Kepolisian Daerah (Polda)
Sulteng Brigjen (Pol) Zainal Abidin Ishak seusai rapat analisa dan evalusasi Operasi
Sintuwu Maroso di Markas Polda Sulteng, Senin (17/6). Hadir dalam rapat itu antara
lain Komandan Korem 132/Tadulako Kolonel Suwahyuhadji, Koman-dan Komando
Pelaksana Opslihkam Sintuwu Maroso Komisaris Besar Sukirno, Wakil Kepala
Polres Poso Komisaris Yusman Jaya, dan Wakil Bupati selaku Ketua Kelompok
Kerja Deklarasi Malino Kabupaten Poso A Malik Syahadat.
Sesuai Deklarasi Malino yang ditandatangani 30 September 2002, pemulihan
keamanan dengan operasi terpusat pasca-konflik berbau suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA) yang berlangsung sejak tahun 1999 tersebut semestinya akan
berakhir 30 Juni.
Namun, operasi yang diberi nama Opslihkam Sintuwu Mariso itu diputuskan untuk
diperpanjang selama tiga bulan dengan operasi kemandirian wilayah, mulai 1 Juli
hingga 30 September 2002 mendatang.
Antisipasi kesenjangan
Zainal Abidin menyebutkan bahwa salah satu pertimbangan untuk menentukan pilihan
melakukan operasi mandiri kewilayahan tersebut adalah mulai kondusifnya kondisi
keamanan di Kabupaten Poso. Meski demikian, untuk mengatasi kemungkinan
perubahan mendadak akibat kesenjangan operasi keamanan, Polda Sulteng merasa
perlu mengantisipasinya dengan merancang kelanjutan pemulihan keamanan tersebut
dengan operasi bersandi Sintuwu Maroso-1.
Meski menekankan bahwa kondisi keamanan di Poso berangsur kondusif, Kepala
Polda mengingatkan masih terjadi beberapa kasus yang menunjukkan bahwa kondisi
di Poso tetap harus mendapatkan perhatian serius.
Kasus terakhir yang terjadi adalah ledakan black-powder low explosive di atas bus
Antariksa jurusan Palu-Tentena pada 5 Juni yang mengakibatkan lima penumpang
tewas dan 15 lainnya luka-luka. Kasus berikutnya adalah penyerangan di wilayah
Kayamanya pada 9 Juni lalu yang menewaskan seorang warga. Dua kasus yang
sempat meningkatkan ketegangan di Kabupaten Poso tersebut masih dalam
penyelidikan polisi.
Zainal Abidin menerangkan, dengan operasi mandiri kewilayahan tersebut polisi tetap
akan mendapat dukungan dari unsur TNI. Sasaran yang dikedepankan oleh aparat
keamanan adalah tindakan preventif-persuasif dengan didukung kemampuan represif
jika dibutuhkan. Perbedaannya, jika Operasi Sintuwu Maroso merupakan operasi
terpusat dan terpadu, Operasi Sintuwu Maroso-1 tersebut dilakukan di bawah
koordinasi daerah.
Dalam rancangan struktur operasi ini, Kepala Polda Sulteng bertindak selaku Kepala
Operasi Daerah (Kaopsda) dengan Komandan Korem 132/ Tadulako sebagai
wakilnya. Hierarki di bawahnya, Kepala Polres Poso bertindak sebagai Kepala Satuan
Tugas Resor (Satgasres) dengan Komandan Kodim Poso sebagai wakil. Sebagai
pasukan cadangan, Satuan Tugas Daerah (Satgasda) akan dikoordinasikan oleh
Kepala Direktorat Sabhara dibantu Kepala Direktorat Reserse Polda Sulteng. Jika
dalam Opereasi Sintuwu Maroso menyertakan sekitar 3.000 pasukan, operasi mandiri
kewilayahan ini melibatkan sekitar 2.000 pasukan dari unsur Polri dan TNI. "Operasi
ini tetap didukung oleh unsur TNI," tegas Zainal Abidin dengan menyebutkan adanya
dua SKK dari Batalyon 711 asal Palu yang ditempatkan di Kabupaten Poso.
Zainal menyebutkan, dalam Operasi Sintuwu Maroso-1 ini, penempatan pasukan
akan lebih aktif dan dinamis. Pasukan tidak bersifat stationer di masing-masing pos
penjagaan. Tercatat tidak kurang terdapat 46 pos penjagaan dalam wilayah kerja
empat sektor di wilayah Poso dan sekitarnya. (dik)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|