KOMPAS, Senin, 19 Agustus 2002, 7:50 WIB
Sarapan Pagi Bersama : Tamrin Amal Tomagola
Selesaikan Kasus Poso dengan Penguatan Sipil
Penyelesaian kasus Poso yang akhir-akhir ini marak bisa terlaksana dengan
penguatan sipil, ungkap sosiolog Tamrin Amal Tomagala. Maka, menurutnya, salah
satu solusinya adalah jangan menambah pasukan tentara di situ.
Seperti diketahui, Panglima Daerah Militer (Pangdam) VII Wirabuana Mayor Jenderal
(Mayjen) TNI Amirul Isnaini mengirimkan satu SSK (Satuan Setingkat Kompi) ke
wilayah konflik di Poso, Sulawesi Tengah tepat pada hari ulang tahun (HUT) ke-57
Kemerdekaan RI, Sabtu (17/8). Pasukan itu terdiri dari 125 personil asal Batalyon
Infanteri (Yonif) Takalar, Sulawesi Selatan.
Meski wilayah Poso sudah dikatakan aman pasca kekerasan yang menewaskan lima
orang warga hampir dua pekan lalu, wisatawan tetap disarankan untuk tidak
berkunjung ke daerah dimaksud. Hal ini diungkapkan pada hari yang sama, Sabtu,
oleh Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata I Gde Ardhika di Jakarta.
Kendati begitu, dalam pengamatan Tamrin yang juga pengajar di Universitas
Indonesia ini, maraknya konflik di Poso justru tidak berawal dari masyarakat lokal.
Setidaknya, dirinya menengarai ada dua kelompok yang malahan menghidupkan
kembali api pertikaian di sana. Pertama adalah pasukan "siluman" dari aparat
keamanan dan berikutnya adalah Laskar Jihad. "Maraknya kembali konflik di Poso
saya rasa bukan berasal dari masyarakat lokal di sana," tuturnya kala dihubungi KCM
di Jakarta, Sabtu (17/8).
Menyorot pada aparat keamanan, Tamrin mengulas, makin banyaknya aparat
keamanan, khususnya tentara, yang dikirim ke Poso malahan akan mempersulit
realisasi Deklarasi Malino I, perjanjian untuk mendamaikan dua kelompok yakni Islam
dan Kristen yang bertikai di wilayah itu yang diteken pada Kamis (20/12/2001) .
Sebab, pada daerah konflik, dengan keterbatasan kesejahteraan tentara, persoalan
keamanan menjadi hal yang bisa dikomersialkan. Logikanya, tambahnya, dengan
memperbanyak jumlah tentara akan ada persaingan dengan tentara lama yang
ditugaskan lebih dulu dalam soal-soal berdekatan dengan kesejahteraan.
Ditambah dengan momentum akan habisnya masa jabatan kebanyakan pemimpin
daerah pada tiga provinsi yakni Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara, persoalan
keamanan akan menjadi hal yang krusial di Poso. Dengan isu kekuasaan,
masyarakat lokal, biasanya, kembali dikotak-kotakkan dalam soal agama, etnis dan
lain sebagainya. "Sehingga, masalah itu pun harus dicermati waktu melihat kasus
Poso," katanya.
Maka, sebagai salah satu jalan penyelesaian, Tamrin melihat perlunya ada penguatan
sipil. Bentuknya, masalah keamanan tetap menjadi tanggung jawab polisi.
Pemerintah pusat, berkenaan dengan hal ini, jangan tergoda menyerahkan masalah
keamanan kepada tentara, paparnya, seperti terjadi di Ambon. "Supremasi
masyarakat sipil lewat penguatan polisi harus lebih ditampilkan," tegasnya memberi
pesan untuk lebih cepatnya kasus Poso selesai. (prim)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|