KOMPAS, Senin, 19 Agustus 2002, 17:35 WIB
Penasihat Hukum Manuputty: FKM Tidak Merencanakan Makar
Laporan : Dulhadi
Jakarta, KCM
Sidang perkara terdakwa Alexander Manuputty (55), Ketua/Pimpinan Eksekutif Front
Kedaulatan Maluku (FKM) dan Wailerruny Semuel alias Semmy (45) dilanjutkan pada
Senin (26/8) depan dengan agenda pembacaan eksepsi (keberatan) dari pihak kuasa
hukum terdakwa, Christian Rahajaan SH dan kawan-kawan.
Hal ini dikemukakan ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut)
I Wayan Padang Pudjawan SH, Senin (19/8) sebelum menutup persidangan yang
berlangsung sejak pukul 12.45 hingga 14.30.
Dalam persidangan hari ini, pihak jaksa penuntut umum (JPU) yang dipimpin Herman
Koedoeboen SH serta Nurlis Sembiring SH membacakan dakwaannya terhadap Alex
Manuputty serta Semmy yang dianggap melakukan makar terhadap pemerintah
dengan mengibarkan bendera RMS pada acara peringatan proklamasi kemerdekaan
RMS pada tanggal 25 April 2002 di Maluku. Keduanya dikenai dakwaan berlapis-lapis
dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup atau 20 tahun penjara.
Usai persidangan, koordinator tim penasihat hukum terdakwa, Christian Rahajaan
menegaskan bahwa pihaknya akan mengajukan eksepsi menyangkut kewenangan
PN Jakut dalam memeriksa perkara kliennya. Menurut Christian, dengan merujuk
pada putusan majelis hakim praperadilan PN Ambon yang menyatakan bahwa
penangkapan dan penahanan Alex dan Semmy tidak sah, maka BAP yang
disodorkan sebagai dakwaan oleh JPU juga tidak sah.
'Di lain pihak, Christian sendiri mengakui keabsahan SK Menkeh dan HAM Yusril Ihza
Mahendra yang memerintahkan untuk memindahkan penanganan perkara yang locus
delicti-nya di Ambon, Maluku ke PN Jakpus dengan alasan keamanan.
"Oleh karena itu, kita mempertanyakan apakah suatu perkara yang dinyatakan tidak
sah (oleh hakim praperadilan) itu masih tetap dilakukan pemeriksaan. Kalau begitu,
kita melanggar KUHAP itu sendiri," ungkapnya menyangkut eksepsi yang akan
diajukan.
Ditambahkan Christian, penasihat hukum melihat bahwa dengan dakwaan yang
berlapis-lapis tersebut, maka sudah menunjukkan konotasi adanya situasi yang
berhadap-hadapan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan RMS yang
dipersonifikasikan terhadap kliennya. "Kalau sudah menyangkut legitimasi kedua
negara, mana yang lebih berwenang, apakah pengadilan NKRI yang mengadili perkara
pertarungan dua negara? Itu tidak mungkin," tegasnya.
Dia menyebutkan, sesuai Pasal 7 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, dinyatakan
bahwa apabila tidak diperoleh suatu kepastian hukum oleh setiap pencari keadilan,
maka bisa diupayakan melalui institusi mahkamah internasional.
Sebenarnya FKM, lanjut Christian, sama sekali tidak merencanakan makar,
melainkan melakukan kajian yang hasil kajiannya menyimpulkan bahwa RMS sah,
Republik Indonesia Serikat (RIS) sah dan NKRI tidak sah.
"Karena itu yang diperlukan adalah dialog dan FKM sudah menyurati pemerintah
berulang-ulang. Jadi tidak benar kalau Alex dan Semmy dinyatakan sebagai
tersangka, sebab yang menjadi tersangka utamanya adalah Megawati (Presiden RI)
dan Susilo Bambang Yudhoyono (Menko Polkam), karena mereka sebenarnya tidak
mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di Maluku. FKM berjuang untuk
memperjuangkan perlindungan bagi rakyat yang tidak mampu diberikan oleh negara,"
paparnya. (ima)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|