KOMPAS, Rabu, 22 Mei 2002, 8:07 WIB
Kolom
Sarapan Pagi Bersama Ikrar Nusa Bakti
Pelatihan Militer di Kawasan Konflik Bukan Keputusan Bijak
Jakarta - Pelatihan militer di kawasan konflik seperti direncanakan terhadap Pasukan
Pemukul Reaksi Cepat Tentara Nasional Indonesia (PPRC TNI) di Ambon dua bulan
ke depan bukanlah keputusan bijak ungkap pengamat politik Ikrar Nusa Bakti. Bisa
jadi, soalnya, hal itu memunculkan sikap tidak senang penduduk Ambon.
Ikrar mengatakan, pelatihan perang di Ambon tentu memunculkan lagi desingan
peluru di segala penjuru kota. Sementara, penduduk Ambon, seperti sering
diungkapkan, sudah begitu jenuh dengan kondisi penuh kecamuk karena pertikaian
tak pernah bisa larut.
Sehingga, seperti juga diungkapkan banyak kalangan, kehadiran anggota pasukan
dari Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) dari batalyon 503
dengan nama PPRC tadi di ibu kota Provinsi Maluku itu sudah barang tentu lebih
banyak menimbulkan kecemasan dibandingkan ketenangan. "Apa lagi, mereka kan
dar-der-dor latihan tembak-tembakan di situ," ujar Ikrar menjawab pertanyaan KCM
yang menghubunginya di kediamannya, Selasa (21/5).
Seperti diketahui, Panglima Kostrad Mayor Jenderal Ryamizard Ryacudu sendiri
menyambut positif pelatihan pasukannya itu. Ia memaparkan pelatihan di kawasan
konflik macam itu pernah dilakukan pula sebelumnya di Kabupaten Poso, Sulawesi
Tengah pada Januari 2002. Pelatihan di Ambon, menurut pemaparannya
dimanfaatkan untuk pengenalan medan di Kota Ambon. Nantinya, kalau kondisi
berubah begitu rupa, Kostrad sebagai pasukan cadangan dapat memberikan bantuan
yang pas.
Tapi, pandangan seperti itu disikapi berbeda oleh Ikrar yang juga peneliti bidang politik
pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tersebut. Ia membuat gambaran dengan
mengambil contoh pada pelatihan bermotif sama di Filipina Utara pada 22 April hingga
6 Mei lampau.
Pada kesempatan itu dilibatkan pula 2665 aparat militer Amerika Serikat dan 2900
anggota militer Filipina. Alih-alih berlatih perang, pasukan militer itu justru terlibat
perang sungguhan dengan para anggota kelompok yang dituding sebagai separatis
komunis oleh pemerintah Filipina.
Maka, bertolak dari situ, Ikrar melihat, pelatihan pasukan Kostrad itu tak jauh beda
dengan cara yang dilakukan di Filipina. Bisa saja, tuturnya, pelatihan itu dipakai pula
untuk menghadapi kelompok-kelompok yang sudah dicap pemerintah macam di
Filipina itu. "Saya kira cara-cara seperti di Filipina itulah yang mau diambil," katanya
mengkritisi.
Masalahnya, Ikrar sependapat kalau pertimbangan terhadap masyarakat penduduk
Kota Ambon semestinya diutamakan. Karena, kehadiran militer di sana, bahkan
dengan dalih untuk berlatih, tentu akan memunculkan reaksi. Utamanya, makin
menebalnya ketidaksenangan penduduk di kota tersebut. Hal seperti itu, pada
akhirnya malahan memperpanjang konflik yang sudah menelan begitu banyak korban
tersebut. "Kalau memang mau latihan, apa nggak ada tempat lain selain di Ambon?"
tanyanya seraya memberi kritik. (prim)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|