KOMPAS, Minggu, 25 Agustus 2002
Ambon; Mari "Katong Badansa"
SIAPA bilang kehidupan di kota Ambon (Maluku) hari-hari ini begitu mencekam dan
membuat warganya tak berani keluar malam. Bahwa di sana terlihat banyak tentara
dan sejumlah kendaraan lapis baja, memang benar. Tetapi kehidupan malam di kota
Ambon tetap hidup.
Penjual nasi kuning berjualan di tepi trotoar, sementara beberapa orang tetap di luar
rumah. Ada yang mengobrol di tepi jalan sembari makan nasi kuning atau sekedar
mencari angin malam dan hiburan lain. Begitulah suasana di beberapa tempat.
Boleh saja Penguasa Darurat Sipil Daerah Maluku (PDSDM) menerapkan jam malam
hingga pukul 22.00 waktu Indonesia timur (WIT) tapi kegiatan menjelang tengah
malam hingga dini hari tetap berlangsung.
Pergilah ke Planet 2000, sebuah pusat hiburan malam di kawasan Uri Mesing
Ambon. Di sana tiap malam terdengar alunan musik mengiringi suara merdu nona dan
nyong Ambon di pub. Lepas pukul 23.00 WIT, irama musik berganti dengan yang
lebih berdentam-dentam, disko. Sejak Jumat (2/8), diskotek dalam Planet 2000 mulai
dibuka lagi setelah pengelolanya menutup tempat itu selama konflik terjadi.
Mau melantai di pub? Silahkan saja. Penyanyi dan pengiringnya siap meladeni
permintaan pengunjung. Maka, suatu malam di awal Agustus lalu mengalunlah
beragam irama mulai waltz, cha cha sampai rock n roll. Puluhan pengunjung
berjingkrak-jingkrak memenuhi lantai dansa yang diterangi lampu warna-warni.
Ketika irama yang sangat populer dimainkan, sekelompok pengunjung langsung
melompat dari tempat duduk, dan serempak menggerakkan kaki dan mengayunkan
badan menari poco-poco. Suasana lebih meriah ketika Jeff, lelaki berbadan kekar,
staf pada sebuah lembaga internasional membuat aba-aba agar penari membuat
variasi hitungan saat badan di ayunkan. "Dua, dua," teriaknya di sela riuhnya lagu
sembari mengacungkan dua jari tangan, maka kelompok tersebut menuruti aba-aba
itu. Aba-aba dari Jeff berganti-ganti dan penari yang tak berkonsentrasi bisa salah
langkah hingga memunculkan gelak tawa. Wow... malam makin bergairah...
***
Planet 2000 bukan satu-satunya ajang gaul sekaligus berdansa di kota tepian teluk
nan indah tersebut. Yang suka suasana lebih tenang bisa datang ke acara Dansa Yo
Dansa di Hotel Amboina yang membidik kalangan "lebih mapan".
Menurut pemilik hotel Amboina, HB Sirait, acara yang digelar setiap Jumat malam itu
sangat diminati kelompok usia separuh baya, walau ada juga pasangan muda yang
hadir di sana.
"Dulu acara ini kami adakan tiap Sabtu malam tapi tamu meminta agar diajukan pada
Jumat malam, agar umat nasrani yang biasa pergi ke gereja pada Minggu pagi tak
terlambat bangun," jelas Sirait.
Pada ruangan berkapasitas sekitar 100 tamu itu, manajemen menyediakan band
yang menyuguhkan berbagai irama selayaknya acara di TVRI yang diputar setiap
Minggu malam. Tamu menikmati acara dari pukul 21.00 hingga 01.00 dini hari.
Mengingat sempitnya ruangan, hotel Amboina membatasi jumlah pengunjung. "Tamu
diminta booking tempat dulu, maklum peminat banyak," tutur Sirait. Cover charge Rp
50.000 dan Rp 100 ribu, tergantung tamu baru atau langganan.
"Tiap minggu acara ini ramai pengunjung," tambah seorang bartender di sana.
Sirait menambahkan, tujuan mengadakan acara tersebut bukan hanya
bersenang-senang, namun sekaligus menjalin silaturahmi antardua umat di Ambon.
"Tentu juga untuk melepas stres," kata dia.
Jenis hiburan lain yang juga populer adalah karaoke. Di kota Ambon setidaknya ada
enam tempat karaoke mulai dari yang sangat sederhana sampai eksklusif di dalam
kamar-kamar ber-AC misalnya di Planet 2000. Hotel Ambon Manise (Ammans)
misalnya juga menyediakan tempat karaoke, sementara live music antara lain ada di
restoran hotel Mutiara di Jl Pattimura dari Senin sampai Sabtu. Para tamu tak hanya
boleh duduk sembari menikmati makan malam, tapi juga bisa tarik suara sekaligus
berdansa sebagaimana dalam acara Dansa Yo Dansa atau di pub dalam gedung
Planet 2000.
***
KEBUTUHAN warga kota Ambon akan hiburan memang sangat tinggi. Maklumlah,
ketika kehidupan sehari-hari belum tercabik-cabik oleh konflik sejak Januari 1999 lalu,
menyanyi, berdansa, dan berpesta, menjadi bagian keseharian warga di sana. Tuhan
memberikan talenta berupa suara merdu dan hubungan pribadi amat akrab kepada
orang Maluku. Saling sapa antar warga, maupun antara mereka dengan warga luar
daerah yang mencerminkan keakraban sudah menjadi kebiasaan.
Tatkala konflik meletus, hubungan yang begitu hangat dan akrab itu musnah berganti
dengan nafsu amarah, saling benci dan dendam luar biasa hebat di antara mereka.
Belakangan banyak pihak menyadari, konflik itu memang sengaja dibuat pihak
tertentu untuk memecah keakraban dan keharmonisan antar umat di sana.
Kini kondisi keamanan berangsur membaik, tetapi tak dapat disangkal belum semua
warga sepenuhnya yakin keadaan normal itu tak ‘diganggu' lagi oleh pihak tertentu.
Bom-bom rakitan dan ranjau masih sering meledak atau ditemukan di beberapa
tempat dan lagi-lagi warga tak bersalah menjadi korban. Mungkin karena itu, PDSDM
sampai sekarang masih menerapkan jam malam. Di atas pukul 22.00 WIT, tentara
akan melakukan razia di beberapa kawasan dan memeriksa mereka yang masih
berada di jalan tertentu yang dianggap rawan.
"Capek merasakan situasi lebih dari tiga tahun tak juga pasti kapan akan pulih
kembali. Lebih dari itu, kami melihat sama sekali tak ada penegakan hukum di sini,"
kata seorang warga kota Ambon, pekan lalu. Ya, warga kota Ambon benar-benar letih
oleh keadaan yang masih membatasi gerak mereka.
Letih secara psikis akibat situasi pascakonflik yang berkepanjangan membuat warga
kota tak tahan berdiam diri. Mereka mulai menata hidupnya kembali di tengah
keberadaan bahan peledak di berbagai tempat yang tak mustahil bisa
membahayakan jiwa mereka.
Hari-hari ini, sebagian warga yang menetap di sekitar tempat pengungsian di
perbukitan bagian atas kota Ambon mulai membangun tempat tinggal tetap. Aktivitas
perdagangan kembali ramai oleh pasar alternatif di daerah netral seperti sekitar
Rumah Sakit Tentara Ambon, rumah Panglima Kodam Pattimura, dan kawasan
Mardika yang bisa dikunjungi oleh komunitas muslim dan nasrani. Di luar itu muncul
pasar kaget yang menjual kebutuhan hidup sehari-hari yang buka mulai pukul 06.00
dan berakhir 12 jam berikutnya.
Angkutan umum penghubung kota dengan wilayah di Halong, Passo dan lainnya
mulai ramai sejak jalan Galunggung yang selama konflik terjadi ditutup, dibuka lagi.
Becak dan ojek mulai melayani penumpang sekalipun masih agak takut melintasi
batas sehingga biasanya mereka akan berhenti di "perbatasan".
Keinginan untuk kembali hidup normal membuat warga mulai melupakan konflik.
Mereka makin asyik menggumuli kehidupan sehari-hari, mencari sesuap nasi. Tak
mengherankan bila ledakan bom di Jl Mutiara Mardika pada Senin (29/7), tak
mempengaruhi kegiatan warga kota. Begitu pula dengan temuan bom-bom rakitan di
bak sampah depan SLTPN 19 Ambon (bukan SLTPN 12 Ambon seperti tertulis di
Kompas 3/8). "Dari pagi, beta jualan di sini. Beta tidak dengar ada bom itu," ujar
penjual buah di Jl Pattimura Ambon dengan nada cuek.
***
BISA jadi karena terlalu penat menunggu keadaan serba tidak pasti, ditambah hobi
orang Ambon menyanyi, berpesta, dan rekreasi, maka kesenangan yang sekian lama
terhenti karena konflik, sekarang menjadi kebutuhan yang amat dicari.
Pada hari libur pantai-pantai ramai oleh kunjungan warga kota. Pesta-pesta di rumah
sekalipun belum semeriah dulu mulai ada lagi. Malam harinya, rumah hiburan
dicari-cari orang untuk melepaskan stres. Dengan dibukanya kembali tempat hiburan
malam sejak awal 2002, warga kembali bisa bernyanyi dan badansa.
Seorang penyanyi pub di Planet 2000 mengalunkan refrein lagu lama karya Pance
Pondaag. Ku coba bertahan mendampingi dirimu, walau kadang kala tak seiring jalan.
Kucari dan selalu kucari jalan terbaik, hingga tiada penyesalan dan airmata.
Lagu syahdu itu membuat pasangan yang tengah melantai makin mempererat
pelukan, seakan ingin menghangatkan badan di hawa dingin kota Ambon yang larut
diguyur hujan malam itu.... (SOELASTRI SOEKIRNO)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|