KOMPAS, Senin, 26 Agustus 2002, 13:42 WIB
Manuputty: RMS Merupakan Pemerintahan yang Sah
Laporan : Dulhadi
Jakarta, KCM
Terdakwa Alexander H Manuputty, Ketua Front Kedaulatan Maluku (FKM) atau
pimpinan eksekutif FKM dan Semmy Waileruny (pimpinan legislatif FKM)
menyatakan bahwa pemerintahan Republik Maluku Selatan (RMS) merupakan suatu
pemerintahan yang sah dan ditumbangkan secara tidak sah oleh pemerintah
Indonesia.
Selain itu rakyat Maluku Selatan berhak atas pelaksanaan penentuan pilihan sendiri
untuk memilih dan membentuk negaranya seperti yang telah diberikan oleh sejarah
dan ditegaskan dalam perjanjian-perjanjian antara Belanda dan Indonesia yang juga
diakui Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Demikian pernyataan yang disampaikan kedua terdakwa kasus tuduhan makar dalam
eksepsi (keberatan) terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di hadapan
majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), Senin (26/8).
Dalam persidangan hari ini, kedua terdakwa masing-masing membacakan eksepsinya
sendiri, selain yang disampaikan oleh tim penasihat hukum yang dipimpin oleh
Christian Rahajaan. Dalam eksepsi yang diawali oleh terdakwa Semmy, disebutkan
bahwa FKM merupakan lembaga kajian yang meneliti soal keabsahan dari negara
RMS berdasarkan aspek hukum, politik, demokrasi, hak asasi dan budaya.
Dalam kajian FKM, RMS adalah negara yang sah jika dibandingkan dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Republik Indonesia Serikat (RIS) maupun
Negara Indonesia Timur (NIT). "Secara hukum, para ahli hukum telah mengungkapkan
hal yang sependapat dengan kajian itu, seperti dikatakan Parker, bahwa pemerintah
RMS adalah sah dan rakyat Maluku Selatan memiliki hak dan kesempatan serta
kebebasan untuk mendirikan negara tersebut. RMS memiliki hak hidup sebagai
negara yang sah dan berdaulat," ujar Semmy.
Menurutnya, kajian yang menyangkut masalah hukum juga berdasarkan
perundang-undangan negara Indonesia, adanya perjanjian bilateral dan internasional
dengan negara-negara lain, putusan-putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap, pendapat para ahli serta kebiasaan-kebiasaan yang berlangsung di
negara-negara lain.
Dalam eksepsinya, kedua terdakwa maupun kuasa hukum juga menunjukkan hasil
studi perbandingan di antara empat negara, antara lain RMS, NKRI, RIS dan NIT
untuk melihat tingkat keabsahan dari masing-masing negara tersebut.
Hasil kajian itu diperlihatkan dalam bentuk bagan serta kertas ukuran besar yang juga
sempat dibagi-bagikan kepada sejumlah wartawan. Menurut kedua terdakwa, hasil
kajian FKM menyatakan bahwa keabsahan NKRI belum tentu benar, bahkan bisa
dikatakan tidak benar.
Kedua terdakwa juga mempersoalkan ketidakmampuan pemerintahan Megawati
Soekarnoputri dalam mengatasi kerusuhan serta konflik yang terjadi di Maluku sejak
19 Januari 1999. "Pemerintah ikut bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi di
Maluku. TNI dan Polri juga ikut terlibat dalam kerusuhan yang menimbulkan jatuhnya
ribuan korban jiwa," kata Semmy.
Menurut Semmy, eksepsi yang diajukan pihaknya didasari oleh ketentuan pasal
dalam KUHAP menyangkut kewenangan pengadilan dalam menangani perkara
tersebut serta dakwaan JPU yang seharusnya tidak diterima dan dibatalkan oleh
majelis hakim. Kedua pimpinan FKM tersebut didakwa oleh JPU Herman Koedoeboen
karena dianggap melakukan makar dengan mengibarkan bendera RMS pada hari
peringatan proklamasi organisasi tersebut tanggal 25 April 2002.
Alex Manuputty ditangkap tanggal 16 April, sementara Semmy ditangkap tanggal 25
April. Keduanya sampai saat ini masih ditahan di Rumah Tahanan Negara Mabes
Polri.
Surat izin praktik
Pada awal persidangan, majelis hakim sempat meminta kepada tim penasihat hukum
untuk menunjukkan surat izin praktik dan advokat yang berlaku di Pengadilan Tinggi
DKI, sebab ada beberapa pengacara yang belum memiliki izin sebagai advokat dan
ada yang surat izin praktiknya berasal dari Jawa Barat. Kepada mereka, majelis
hakim meminta agar tidak diperkenankan berbicara sebagai pembela di persidangan.
(ima)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|