The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Pembentukan Koopslihkam Maluku Bertentangan dengan Tap MPR


KOMPAS, Selasa, 28 Mei 2002, 14:08 WIB

Pembentukan Koopslihkam Maluku Bertentangan dengan Tap MPR

Laporan : Angelina Maria Donna

Jakarta, KCM

Pembentukan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Koopslihkam)  Maluku melanggar Tap MPR No VII/2000  tentang Peran TNI dan Peran Polri. Pendapat ini disampaikan oleh pengamat militer Hasnan Habib sebelum acara peluncuran buku "Menuju Indonesia yang Demokratis, Adil dan Pluralis" di Hotel Grand Melia, Jakarta, Selasa (28/5).

Menurut Hasnan, berdasarkan Tap MPR No VII tersebut, tugas pengamanan dalam negeri dilakukan kepolisian, sedangkan TNI untuk pertahanan terhadap ancaman dari luar.

"Saya dengar pembagian tugasnya, TNI melakukan gerakan-gerakan keamanan dan polisi masalah hukum. Ini kan melanggar Tap MPR No VII yang dengan tegas mengatakan masalah keamanan dalam negeri adalah tugas dan tanggung jawab polisi. Sedangkan TNI untuk pertahanan terhadap ancaman dari luar. Jadi, TNI dapat diperbantukan jika diminta polisi, dimana satuan-satuan TNI yang di-BKO-kan diperintahkan oleh komandan polisi yang ada. Ini sudah dilaksanakan atau tidak," paparnya.

Hasnan menjelaskan, dengan adanya Koopslihkam itu berarti menjadikan suatu daerah sebagai daerah  yang bisa diberlakukan operasi militer. Jika operasi militer memang diperlukan, cukup dilakukan oleh Pangdam setempat.

Menurutnya, penyelesaian konflik Maluku tidak tergantung dari restrukturisasi komando operasi pelaksanaan, tetapi bagaimana kemampuan, komitmen dan ketegasan dari pelaksana dari jajaran Penguasa Darurat Sipil (PDS) seperti Pangdam Pattimura dan Kapolda Maluku.

"Kalau dianggap perlu operasi militer, kan sudah ada Kodam dan Pangdam dapat diperbantukan untuk melakukan operasi militer kalau mutlak diperlukan. Tetapi yang penting, bagaimana mencegah meluasnya konflik horizontal antar berbagai komunitas yang dilakukan dengan persuasif, bukan dengan operasi militer," ungkapnya.

Ia menegaskan, penyelesaian konflik Maluku tidak bergantung pada operasi militer dan operasi pemulihan keamanan, tetapi bagaimana PDS dan jajarannya dapat membawa rakyat dan pemuka setempat untuk melaksanakan kesepakatan Malino II dengan persuasif.

Hasnan Habib menambahkan, jika pembentukan Pangkoops itu untuk menghindari miskoordinasi, itu tidak perlu, karena jika Pangkoops tidak mampu melaksanakan tugasnya, tidak akan ada gunanya.

Menanggapi adanya kekhawatiran pembentukan Pangkoops ini akan mengurangi kewenangan PDS, mengingat adanya "pembangkangan" dari Pangdam terhadap perintah PDS, Hasnan berpendapat, dirinya tidak berani mengatakan ada pembangkangan. "Yang ada adalah kurangnya koordinasi," tandasnya.

Tetapi jika memang terjadi pembangkangan dari Pangdam dan Kapolda misalnya terhadap PDS, berarti PDS tidak mempunyai bobot. "Ada atau tidak ada Pangkoops, PDS-nya tetap dipegang oleh gubernur yakni Latuconsina meski memang Pangkoops itu pangkatnya setingkat lebih tinggi dari Pangdam. Kalau ada Pangdam dan Kapolda yang membangkang, berarti PDS tidak punya bobot, tapi masalahnya bukan dengan membentuk Pangkoops, tapi cukup mengganti orang-orangnya," tuturnya.

Hasnan menolak bila pembentukan Pangkoops ini sama artinya dengan darurat militer terselubung di Maluku, karena Pangkoops tetap berada di bawah PDS dan statusnya tetap darurat sipil. Artinya, Pangkoops tidak memiliki wewenang untuk melakukan wewenang yang ada pada darurat militer seperti melakukan evakuasi terhadap penduduk, melakukan penggeledahan dan pengosongan gedung-gedung. "Ini tidak dipunyai oleh darurat sipil. Jadi walaupun ada Pangkoops, dia tidak mempunyai wewenang itu," tegasnya. (ima)

Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/unpatti67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044