The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Beri Kesempatan Dulu


KOMPAS, Kamis, 30 Mei 2002

Ketua MPR soal Penunjukan Pangkoopslihkam
Beri Kesempatan Dulu

Jakarta, Kompas - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais masih menaruh optimisme bahwa pergantian Panglima Kodam XVI/Pattimura akan dapat menyelesaikan masalah di Ambon. "Itu dicoba dululah. Mudah-mudahan bagus. Diberi kesempatan dulu karena sudah lama tidak ada perbaikan. Padahal, satu nyawa itu kan tidak bisa dinilai. Apalagi kalau lebih dari satu," kata Amien menjawab pertanyaan pers di MPR/DPR, Rabu (29/5).

Hari Kamis ini, Mayor Jenderal Djoko Santoso, yang kini masih menjabat Panglima Divisi II Komando Cadangan Strategis TNI AD (Kostrad) akan dilantik Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal Endriartono Sutarto sebagai Panglima Kodam sekaligus Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Pangkoopslihkam). Djoko menggantikan Brigjen Mustopo yang ditarik ke Mabes TNI AD.

Kepada pers di Ambon, Endriartono mengemukakan, operasi pemulihan keamanan di Maluku memang tidak disertai target batas waktu pelaksanaannya. Yang terpenting, selama operasi ini dilangsungkan, tujuan utamanya adalah menciptakan kondisi kondusif di masyarakat. Selepas itu, Panglima Kodam Pattimura akan dikembalikan fungsinya dalam pembinaan teritorial.

Sedang aktivis organisasi nonpemerintah mengkritik penunjukan Pangkoopslihkam di Ambon. Hendardi dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia dan Munarman dari Yayasan LBH Indonesia mengatakan, pembentukan Pangkoopslihkam menunjukkan kegagalan fungsi teritorial TNI yang selama ini dibanggakan. Hal itu dinilai sebagai upaya untuk memberlakukan darurat militer secara terselubung, namun tanggung jawabnya tetap berada di tangan Penguasa Darurat Sipil Daerah Maluku.

Perlu ketegasan

Amien berpendapat masalah di Ambon sudah lama ruwet sehingga mungkin diperlukan pendekatan yang berbeda, yaitu ketegasan. "Ketegasan itu kalau tidak berarti rakyat ditembak kakinya, lalu tidak mudah menangkap orang, saya kira kalau demi ketertiban dan penanggulangan konflik terlalu lama, kok saya setuju," katanya.

Jadi, menurut dia, kalau sepintas pendekatan baru ini tidak sesuai dengan aturan main yang biasa dipakai mengapa tidak dilakukan pendekatan yang berbeda. "Mudah-mudahan ini suatu kesempatan yang kita tunggu," ujar Amien.

Ditanya apakah penunjukan seorang tentara untuk mengatasi keamanan melanggar Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/ 2000, Amien mengatakan, "Apakah memilih (cara) kemarin yang tidak habis-habis atau berdarah-darah terus atau ada sebuah ketegasan yang lebih menonjol, tetapi kemudian pertumpahan darah bisa selesai, saya memilih yang pertumpahan darah itu selesai cepat."

Bagi Hendardi, penunjukan perwira tinggi militer untuk mengatasi gangguan keamanan di Ambon, telah menabrak Ketetapan (Tap) MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri, yang menempatkan Polri sebagai pemelihara keamanan dan TNI sebagai alat pertahanan negara. "Pembentukan Koopslihkam di Maluku dikhawatirkan justru meningkatkan pelanggaran HAM," tandas Hendardi.

Sedang Munarman mengemukakan, pembentukan Koopslihkam di Maluku merupakan bukti kegagalan sistem Komando Teritorial yang selama ini dibanggakan TNI. Sayangnya pemerintah justru menyetujui langkah tersebut. Padahal, Koopslihkam merupakan pintu masuk penanaman nilai-nilai dan pemapanan politik militeristik sekaligus membangun citra bahwa sipil tidak mampu menyelesaikan konflik.

Pemerintah, khususnya Presiden sebagai penanggung jawab penguasa darurat sipil, tambah Munarman, seharusnya melakukan kajian terhadap penanganan Darurat Sipil yang diatur dalam UU No 23/ Prp/1959 terlebih dahulu sebelum menyetujui Koopslihkam. Harus dinilai apakah tindakan itu berhasil atau gagal. Kalau gagal, siapa yang harus bertanggung jawab.

Satu garis komando

Endriartono menepis anggapan bahwa penggantian Panglima Kodam Pattimura dengan jenderal berbintang dua sebagai pengondisian menuju darurat militer. Peningkatan tersebut hanyalah bagian dari bantuan militer untuk normalisasi kehidupan di Maluku. Berkenaan dengan darurat militer, status tersebut akan sangat bergantung pada penilaian masyarakat yang diakomodasikan lewat pemerintah daerah dan DPRD setempat.

Ia menambahkan, pembentukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan di Maluku yang dirangkap oleh Panglima Kodam semata-mata hanya untuk menarik satu garis komando yang akan memudahkan koordinasi aparat keamanan di Maluku. Dengan bekerja sebagai satu organ, sistem komando ini diyakini akan meningkatkan optimalisasi bantuan terhadap Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku dalam upaya penghentian konflik dan normalisasi kehidupan masyarakat.

Namun, Endriartono juga menekankan bahwa sistem satu komando tersebut tidak akan berjalan efektif tanpa dukungan masyarakat. Karena itu, batasan pelaksanaan operasi pemulihan keamanan akan dikembalikan kepada kemauan masyarakat sendiri. "Di sini kita tidak menghadapi musuh, tetapi hanya untuk membantu masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya menuju kehidupan yang normal," kata Endriartono.

Di tempat terpisah, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, kalangan ornop sebaiknya memahami konsep pemerintah dan tidak serta-merta menyerang bahwa kembali represif militerisme.

"Dasarnya apa? Aturan mainnya jelas. Saya tidak ingin banyak sekali serangan-serangan apa saja terhadap apa yang dilakukan pemerintah dan akhirnya permasalahan ini berlarut-larut, korban jiwa berjatuhan, menangis saudara-saudara kita di Maluku dengan bayang-bayang militer pasti represif. Ini bukan militer kok, ini kerja bersama. Mari kita tidak cepat berburuk sangka," ujar Yudhoyono.

Ditanya tentang Gubernur yang posisinya setingkat dengan Pangkoopslihkam yang berpangkat Mayor Jenderal dan dikhawatirkan akan sulit melakukan koordinasi, Yudhoyono mengatakan, hal itu tidak akan terjadi karena Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 sudah jelas mengatur bahwa Gubernur membawahi semua aparatur yang ada di daerah.

"Saya kira Pak Djoko Santoso paham betul aturan main ini. Dan, kami akan berkomunikasi terus selama 24 jam, kami tidak akan membiarkan satu penyimpangan yang terjadi di lapangan," tegas Yudhoyono.

Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno pun mengatakan, "Pangkat tentara kayak apa pun, kalau supremasinya supremasi sipil, ya di bawah kendali politik Gubernur. Saya percaya, tentara yang reformis tahu aturan mainnya."

Kirim jaksa

Dalam jumpa pers terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Barman Zahir mengemukakan, untuk membantu penyelesaian perkara yang terjadi di Maluku, Kejaksaan Agung memutuskan untuk mengirimkan 20 jaksa ke Maluku. Para jaksa yang diambil dari beberapa daerah di Indonesia, dipindahtugaskan ke wilayah Kejaksaan Tinggi Maluku karena saat ini tenaga jaksa di Maluku kurang. Hal ini disebabkan konflik yang berkepanjangan sehingga banyak jaksa yang minta pindah karena stres atau sakit.

"Setelah menerima keputusan itu, mereka diharapkan bersiap-siap berangkat. Jika ada jaksa yang menolak perintah Jaksa Agung maka akan dikenakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 1980 tentang peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil," ujar Barman.

Sedangkan mengenai tempat persidangan Pemimpin Front Kedaulatan Maluku (FKM) Alexander Hermanus Manuputty hingga kini belum dipastikan apakah akan diadili di Jakarta atau di Ambon. Kejaksaan masih menunggu perkembangan situasi keamanan terakhir di Maluku. (son/lok/sah/tra/bur/dik)

Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/unpatti67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044