KOMPAS, Jumat, 31 Mei 2002
Opslihkam Tidak Pinggirkan Polri
Ambon, Kompas - Kepala Staf Angkatan TNI Darat (KSAD) Jenderal Endriartono
Sutarto menyebutkan bahwa operasi pemulihan keamanan di Maluku yang dipimpin
Panglima Kodam XVI/Pattimura bukanlah upaya peminggiran peran polisi. Upaya
penyatuan komando operasi pemulihan keamanan semata-mata untuk
menyinkronisasikan kinerja TNI dan Polri demi meningkatkan efektivitas bantuan
kepada Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku.
Operasi pemulihan keamanan sendiri bukanlah hal yang baru dalam hubungan antara
aparat keamanan di Maluku dengan PDSD Maluku. Jika sebelumnya Panglima
Kodam XVI/Pattimura dan Kepala Polda secara terpisah masing-masing merupakan
badan pembantu PDSD Maluku, kini keduanya disatukan dalam satu garis komando
dengan pertimbangan efektivitas kerja.
Endriartono meminta persoalan perimbangan wewenang antara TNI dan Polri di
Maluku dengan mengedepankan kesan penguatan militer ketimbang sipil tidak harus
dipermasalahkan. Yang harus disadari, wewenang riil tetap berada di tangan PDSD
Maluku dengan TNI dan Polri sebagai badan pembantu dan bertanggung jawab
kepada PDSD Maluku tersebut. Dalam kondisi darurat sipil seperti yang saat ini
diberlakukan di Maluku, efektivitas kerja antar-aparat keamanan dalam membantu
menyelesaikan konflik merupakan hal terpenting.
Penjelasan tersebut disampaikan KSAD Jenderal Endriartono Sutarto usai melantik
Mayjen Djoko Santoso sebagai Panglima Kodam XVI/ Pattimura di Markas Kodam
XVI/ Pattimura, Kamis (30/5) pagi. Djoko Santoso yang menggantikan Brigjen
Mustopo sekaligus akan menjabat sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan
Keamanan (Koopslihkam) di Maluku.
Sesaat sebelum meninggalkan Kota Ambon di Bandara Pattimura, Laha, Endriartono
sekali lagi menyebutkan bahwa dalam struktur ini, jabatan Wakil Panglima Komando
Operasi Pemulihan Keamanan akan diisi oleh Kepala Polda Maluku. Komando ini
akan efektif berlaku sejak pelantikan Panglima Kodam XVI/Pattimura meskipun
secara operasional hal tersebut menjadi kewenangan Gubernur selaku PDSD Maluku
untuk mengaturnya.
Djoko Santoso sendiri yang ditemui dalam kesempatan yang sama mengakui bahwa
operasi pemulihan keamanan akan langsung diefektifkan. Namun, pada tahapan awal,
serah terima yang dilakukannya hanyalah merupakan pergantian reguler tanpa
adanya penugasan khusus. Djoko mengakui bahwa dirinya sebagai pejabat baru
belum memperoleh petunjuk terkait dengan Komando Operasi Pemulihan Keamanan
berikut paket-paket lain yang menyertainya. Karena itu, Djoko hanya mengatakan
bahwa dalam tahapan awal ini, dirinya akan terlebih dahulu berkonsolidasi untuk
mendalami peta permasalahan dalam upaya penghentian konflik di Maluku.
Bukan peminggiran Polri
Kepala Polda Maluku Brigjen (Pol) Soenarko DA, yang ditemui usai acara serah
terima Panglima Kodam Pattimura, menyebutkan bahwa polisi di Maluku menyatakan
komitmennya untuk bersama-sama mencari jalan penyelesaian konflik di Maluku.
Berkaitan dengan adanya satu garis komando dengan unsur TNI sebagai panglima,
Soenarko menganggap hal tersebut bukanlah upaya peminggiran peran Polri dalam
bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. Yang terpenting, pembagian tugas
yang dilakukan antara TNI dan Polri akan lebih mengintesifkan dalam upaya
penegakan hukum supremasi di wilayah kerja Maluku.
Selama ini, jika Polda Maluku dinilai tidak cukup mampu menjamin penegakan
supremasi hukum, Soenarko menyebutkan bahwa dalam peran itu polisi tidak bisa
bekerja sendirian. Unsur lain seperti jaksa dan hakim, serta dukungan masyarakat
sebagai bagian terpenting, harus bersama-sama diikutkan dalam proses tersebut. Di
atas semua itu, Soenarko menekankan perlunya adanya komitmen dari semua pihak
untuk menangani konflik di Maluku.
Sementara, Gubernur sekaligus PDSD Maluku M Saleh Latuconsina serta Ketua
DPRD Provinsi Maluku Z Sahubura menyambut setiap upaya PDS Pusat untuk
membantu menangani konflik di Maluku. Keduanya meyakini, dengan niatan baik
pemerintah pusat tersebut, penjabarannya akan sangat tergantung kepada para
pelaksananya di daerah untuk mengembalikan aktivitas masyarakat di Maluku seperti
sebelum terjadinya konflik yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun tersebut.
Libatkan semua pihak
Fasilitator gerakan Baku Bae Maluku, Ichsan Malik, Kamis, mengingatkan bahwa
penunjukan Panglima Koopslihkam Maluku tidak akan mampu menyelesaikan semua
persoalan dalam konflik Ambon. Aparat keamanan hanyalah satu tiang dalam
penyelesaian konflik Maluku karena selain itu ada dua tiang yang harus berperan
aktif, yakni gubernur selaku PDSD dan masyarakat.
Ichsan melihat, perubahan struktur keamanan di Maluku belum dikaitkan dengan
suatu rencana yang luas dan holistik untuk menangani konflik Maluku, termasuk
kebijakan dalam penegakan hukum dan rehabilitasi fisik maupun sosial.
Ia juga mengingatkan bahwa aparat keamanan, baik militer maupun polisi, mesti
menyadari bahwa kepercayaan masyarakat Ambon terhadap mereka sangat rendah.
Pernyataan tersebut merujuk pada hasil jajak pendapat yang dilakukan tim Baku Bae
terhadap 1.379 warga di 24 desa di Maluku yang selesai dilakukan sebulan lalu.
Berdasarkan hasil jajak pendapat, mayoritas masyarakat Maluku (50,2 persen)
berpendapat selama ini aparat keamanan, baik polisi maupun tentara, tidak bertindak
profesional. Dari jumlah itu, 24,6 persen berpendapat aparat bertindak berat sebelah
dan memihak. Sejumlah 25,8 persen berpendapat aparat keamanan bertindak
melebihi batas dan justru memperkeruh situasi. Hanya 23,9 persen responden
berpendapat aparat keamanan telah bertindak obyektif, adil, dan tidak memihak.
Selebihnya menjawab cukup membantu, tidak tahu, atau tidak memberikan jawaban.
Rektor Universitas Muhammadiyah Malang Muhadjir Effendy mengemukakan,
pemulihan keamanan di Maluku kemungkinan besar terwujud dalam waktu tiga bulan
mendatang. Namun, pemulihan itu muncul secara koersif, yakni pihak masyarakat
Maluku akan berhasil ditekan dengan sistem komunikasi yang menggunakan
paksaan dan kekerasan.
Ia menganggap peningkatan intensitas keamanan secara koersif di Maluku itu bukan
sebagai darurat militer terselubung. Jika kondisi darurat militer terjadi, akan
menyertakan hukum-hukum secara militer bagi masyarakat.
Panglima Koopslihkam yang sekaligus juga akan memegang komando teritorial di
Maluku, lanjut Muhadjir, merupakan upaya menurunkan tensi konflik secara
signifikan. Potensi pemulihan keamanan setelah tercipta harus dijaga, terutama
menjelang peralihan pemegang kekuasaan nomor satu di Maluku, yakni pergantian
gubernur. (dik/naw/wis)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|