MASARIKU NETWORK - POSO UPDATE
Pertemuan Deklarator Malino Dengan Jusuf Kalla Di Palu
(Lanjutan........)
Palu, Minggu 11 Agustus 2002
Deklarator Damai Malino dari kelompok kristen akhirnya hadir dalam pertemuan
dengan Jusuf Kalla, Kapolri Dai Bachtiar, Menteri Agama KH Yahya Agil Munawar,
Gubernur Palu Drs. Aminuddin Ponulele, Kapolda Palu, Gubernur Sulawesi Selatan
HZ Palaguna, Pangdam VII Wirabuana Mayjen TNI Amirul Isnaeni, beserta sejumlah
pejabat dari pusat dan Pemprov Sulteng.
Tidak semua anggota Deklarasi Malino dan Pokja dari pihak kristen yang hadir antara
lain : Drs. S Pelima, Pdt. J. Santo, Pdt. Nelly Tan Alamako, Doya Anggara, Y. Kabi,
Pastor Jimmy Tumbelaka, Pdt. Sam Frits Purnama.
Sementara dari pihak muslim hadir sekitar 23 orang dari 27 Deklarator, antara lain
Daeng Raja Haji Umar Nanga, Sofyan Faried Lemba, Yono (pelaku peledakan
gereja-gereja di Palu pada malam Tahun Baru 31 Desember 2001), Haji Yahya
Mangun, H. Yahya al Amri dan Andi Baso.
Pihak kristen di Palu akhirnya mau menerima kunjungan Menko Kesra beserta
rombongan setelah Jusuf Kalla memaksa ke Tentena untuk bertemu dengan
masyarakat kristen setempat.
Pertemuan di Tentena dilakukan pukul 14.00 wita. selanjutnya dengan menumpang
Helikopter Puma milik Kepolisian Menko dan rombongan mengunjungi desa Malitu
yang sudah dihancurkan jihad beberapa hari yang lalu setelah menyerang desa
Matako.
Untuk menindaklanjuti pertemuan di Tentena dan sebagai upaya mensinkronkan
laporan masyarakat dengan tim Deklarator Malino itulah akhirnya mereka harus
bertemu dengan Jusuf Kalla, Kapolri Jenderal (Pol) Dai Bachtiar, Menteri Agama Said
Agil Munawar, dan empat Gubernur Sulawesi Tengah di Hotel Palu Golden Jalan
Raden Saleh, pada pukul 20.00 wita.
Dalam pertemuan itu dihasilkan dua kesepakatan baru walaupun 10 butir
kesepakatan bersama yang tertuang dalam kesepakatan Malino belum dapat
dilaksanakan dengan baik. Dua butir kesepakatan baru itu adalah :
1. Aksi kerusuhan yang terjadi satu bulan belakangan ini di kabupaten Poso dengan
jatuhnya beberapa korban jiwa merupakan tindakan kriminal murni. Oleh karena itu
kedua kelompok yang bertikai, Islam dan Kristen, di Poso menjadikan para pelakunya
sebagai musuh bersama.
2. Pemerintah dan aparat keamanan perlu serius untuk menciptakan rasa aman di
Poso. Sebab rasa aman ini sangat penting agar para pengungsi bisa segera kembali
kekampung halamannya.
Selama enam bulan terakhir ini kondisi Poso sebenarnya mulai kondusif kata Menko
Kesra, namun sejak bulan Juli ini situasi Poso kembali kisruh. Karena itu para
deklarator Malino sepakat semua kekacauan yang terjadi satu bulan belakangan ini di
kategorikan sebagai tindakan kriminal murni.
Untuk keperluan pengamanan dan penegakan hukum, masyarakat diminta untuk
membantu aparat keamanan melakukan operasi besar dalam waktu
sesingkat-singkatnya untuk menumpas para pelaku teror. Salah satu tindakan
pencegahan agar kasus serupa tidak terulang adalah mengisolasi kawasan-kawasan
yang dianggap masih rawan konflik agar para pelaku teror tidak mudah masuk.
Sementara pertemuan di Tentena baru usai di Malei dua orang warga kristen di desa
Malei di tembaki jihad di kebunnya, mereka adalah : Bp.Cikia (64) warga keturunan
China, tertembak pada leher dan perutnya, jenasahnya dievakuasi ke RSU Poso dan
Bp. Dolelia / Papa Deri (72) di nyatakan hilang.
Sedangkan di Poso Kota Minggu, 11 Agustus 2002 malam terjadi konsentrasi massa
muslim di kelurahan Kayamanya, Bonesompe dan Lawanga Kecamatan Poso Kota
mereka melakukan brikade jalan-jalan dan melakukan sweeping terhadap semua
kendaraan yang lewat untuk mencari warga yang bukan muslim. Akhirnya mereka
berhasil menghadang dan memeriksa satu mobil Mitsubishi Kuda yang
berpenumpang empat orang, satu warga Hindu Bali dan tiga orang warga kristen.
Warga Bali berhasil meloloskan diri sementara Irfan Ento (20) dan kedua rekannya
tidak dapat menyelamatkan diri sehingga tewas di bantai. Walaupun demikian
jenasah Irfan berhasil di evakuai ke RSU Poso dan selanjutnya di bawa ke rumah
keluarganya di Palu ( tadi malam, Selasa 13 Agustus 2002 Malam diadakan
kebaktian penghiburan) sedangkan dua jenasah rekannya diseret ke laut (mungkin
untuk di tenggelamkan dengan! cara tubuhnya diikat batu) demikian kata saksi mata
yang kebetulan mobilnya beriringan di belakang mobil korban. Pada saat itu mereka
juga menghentikan satu bus penumpang PO. Fernando jurusan Manado – Makassar
di depan Hotel Kartika, antara desa Kayamanya dan Moengko, empat penumpangnya
yang warga kristen di bantai.
Satu warga kristen di nyatakan hilang setelah naik bis dari Tambarana menuju Poso
di sweeping dan disuruh turun di Kayamanya.
Satu warga kristen naik sepeda motor dari desa Kuku tujuan Palu juga dinyatakan
hilang.
Sementara itu situasi Poso pasca penyerangan ke Sepe dan Silanca sudah lebih
tenang walaupun masyarakat tetap was-was. Terutama untuk daerah-daerah seperti
Tagolu, Ranononcu, Peleru, Pendolo, Poso Pesisir dan Tentena sendiri. masyarakat
kristen juga membangun brikade-brikade yang terdiri dari batu-batu besar, pohon
kelapa, dan drum.
Sekitar 1000 orang warga Sepe, Silanca dan Bategencu umumnya wanita dan
anak-anak, bertahan di pinggir sungai Tongko yang mengalir di sekitar Kecamatan
Lage – Tojo dan bermuara di Sungai Poso. Sementara yang laki-laki masih bertahan
di sekitar Sepe – Silanca dan kini mereka sudah masuk desa tersebut untuk
membersihkan puing-puing bangunannya. Mereka menemukan selongsong peluru dari
berbagai jenis senjata.
Mereka tidur diatas puing-puing rumahnya yang hangus dibakar. Mereka tidak mau
meninggalkan desanya dan diduduki orang lain.
Dua desa ini masih tetap menolak penempatan pasukan Polisi khususnya dari satuan
Brimob. Saat ini pihak kepolisian masih bernegosiasi dengan Pdt. Nelly Tan
Alamako, Gembala Sidang GKST Jemaat Sepe.
Yang masuk dan menjaga puing-puing di kedua desa ini adalah satuan dari TNI AD.
JK
Recieved via MASARIKU NETWORK
|