Masariku Update, 29 Agustus 2002
Serba-serbi Ambon
Dear All,
Situasi Ambon dan sekitarnya sejauh ini terlihat semakin kondusif. Beberapa segmen
berita yang dapat disampaikan dalam kaitan ini adalah sbb:
Cairnya Segregasi Wilayah
Beberapa wilayah di dalam kota Ambon yang selama ini tersegregasi, mulai kembali
terbuka untuk dilewati kedua komunitas. Daerah Pohon Mangga di Air Salobar
misalnya telah dapat dilewati dengan bebas oleh komunitas Kristen dalam beberapa
bulan terakhir ini. Sekalipun ijin yang diberikan hanya sampai jam1800 namun hal itu
telah sangat cukup memberikan kelegaan. Dalam minggu terkhir ini telah dicapai
kesepakatan dengan penduduk Kristen sepanjang wilayah Air Salobar sampai ke
Pohon Puleh, untuk mengijinkan warga Muslim Pohon Mangga menumpangi
angkutan umum jurusan Nusaniwe menuju ke pusat kota Ambon. Dengan demikian
mereka dapat membaur bersama penumpang Kristen dari arah Nusaniwe menuju
Ambon, atau sebaliknya. Selain daerah Pohon Mangga, maka saat ini warga Kristen
telah pula melewati rute panjang dari Ambon menuju ke Airport, dengan melewati
daerah Nania, Poka, dan Rumahtiga. Memang di ! jalur ini belum banyak diminati oleh
warga Kristen, mengingat panjangnya ruas jalan yang harus dilewati menuju airport,
dibanding menumpangi speed boat dari Daerah Gudang Arang menuju pantai Hative
Besar. Selain itu resiko kerawanan di lintasan jalur ini belum dapat dikatakan
mengalami penurunan ke titik stabil. Mengingat bila jalur ini dibuka bagi masyarakat
Lei Hitu dan Laha untuk menuju ke Ambon, maka ratusan pemilik speed boat Muslim
akan kehilangan pekerjaannya. Hal ini akan menjadi potensi konflik, yang seharusnya
diatasi lebih dulu. Sekalipun demikian seringkali terlihat kendaraan-kendaraan warga
Muslim bolak-balik dari Leihitu ke Ambon atau sebaliknya dengan melintasi ruas jalan
ini. Di wilayah lainnya, sebagaimana telah diberitakan sebelumnya daerah-daerah
seperti Galunggung telah terbuka lama bagi arus lalu lintas kedua komunitas.
Demikian pula pada daerah Suli dan Passo yang telah dapat dilalui masyarakat
Negeri Tulehu, Tial, dan Tengah-Tengah. Untuk wilayah pusat k! ota sendiri,
daerah-daerah seperti jalur jalan di depan Ambon Plaza, Belakang Kota, Jalan
Pelabuhan, Waihaong, kerapkali dilewati pula oleh kendaraan-kendaraan warga
Kristen. Sebaliknya banyak warga Muslim telah pula melewati kantong-kantong
Kristen, yang terbentuk akibat segregasi wilayah selama konflik berlangsung. Suatu
kemajuan yang cukup menggembirakan, dan sekaligus menjadi indicator bahwa
ketahanan masyarakat semakin bertumbuh kea rah de-eskalasi dinamika konflik.
Berkembangnya Interaksi Sosial
Mencairnya segregasi-segregasi wilayah mendorong bertumbuhnya interaksi social
dantara kedua komunitas. Bila kita memasuki pasar para pedagang Muslim yang
terletak di daerah terminal Belakang Kota, maka kita akan menemukan banyak
pembeli Kristen yang datang berbelanja disana. Tanpa sungkan banyak diantara
mereka mereka terlihat saling menyapa dan menyebut nama, serta melangsungkan
proses tawar menawar sebagai tanda mereka telah saling mengenal. Biasanya bila
subuh hari ketika pasar itu mulai dibuka, kita akan menemukan banyak ibu-ibu
penjual yg beragama Kristen memborong belanjaan disitu, untuk kemudian
menjualnya kembali pada berbagai pasar kaget di wilayah Kristen. Interaksi sejenis
terlihat dalam tampakan yang lebih dinamis pada pasar kaget pedagang Muslim di
depan Rumah Sakit Tentara. Interaksi di wilayah itu terutama diramaikan oleh para
mahasiswa Kristen dan Muslim yang bersekolah di kampu! s alternative Unpatti.
Selain interaksi pasar maka berbagai meeting point bisa juga ditemukan dengan
mudah di berbagai wilayah kota Ambon. Hotel-hotel seperti Mutiara, Amboina,
Manise, maupun Amans, telah menjadi tempat pertemuan bagi kedua komunitas.
Umumnya di berbagai hotel tersebut terjadi interaksi kedua komunitas dari segmen
masyarakat menengah ke atas. Salah satu bentuk interaksi lainnya terjadi melalui
kegiatan berburu. Sebagaimana diketahui selama konflik berlangsung populasi babi
hutan telah bertumbuh pesat di wilayah-wilayah petuanan negeri-negeri Muslim.
Negeri-negeri di jazirah Leihitu misalnya telah cukup kewalahan untuk menangani
hama kebun yang sangat merusak ini. Makanya di tengah situasi yang semakin
kondusif ini, dengan terbuka mereka meminta aparat bersama saudara-saudara
Kristen lainnya mendatangi wilayah mereka untuk berburu babi hutan. Tentunya
tawaran itu disambut gembira, mengingat harga kiloan babi hutan yang cukup tinggi di
komunitas Kristen. Banyak ! regu berburu lalu memasuki petuanan hutan
negeri-negeri Muslim saat ini. Baik yang berada di Pulau Ambon, maupun di Pulau
Seram, Kelang dll. Hal menarik ketika Masariku Network Ambon mendatangi daerah
Leihitu untuk berburu babi hutan, secara tak sengaja kami menjumpai lima anak asal
negeri Ouw yang ternyata telah menginap di negeri Seith selama seminggu.
Sebagaimana diketahui kedua negeri adapt ini terikat dalam suatu hubungan gandong
yang cukup erat. Karena itu kedatangan para pemuda negeri Ouw (yang ternyata bisa
berbahasa Seith) disambut disitu sebagai seorang saudara sekandung, berdasarkan
garis histories hubungan leluhur mereka.
Selain berbagai bentuk interaksi spontan, maka kita temukan pula interaksi-interaksi
yang terbangun melalui program bersama. Sore tadi Masariku Network Ambon
terjebak di tengah kepadatan ribuan masa yang memadati lapangan segi tiga dan
seputaran tugu Pattimura. Masa tumpah ruah bercampur untuk menyaksikan partai
final putra pertandingan bola volley antara regu negeri Mahia melawan regu Maluku
Tenggara. Sejak tujuh belas Agustus lalu, wilayah ini selalu dipadati pengunjung baik
Muslim maupun Kristen untuk menonton dan sekaligus mendukung regu favoritnya
yang bertanding. Tak jauh dari situ, tepatnya di negeri Batumerah terlihat 69 pemuda
negeri Passo sedang bekerja membersihkan Masjid negeri Batumerah. Beberapa
minggu lalu ternyata mereka telah melakukan pengecatan atap maupun bangunan
Masjid. Bahkan kejadian peledakan bom ! terakhir di daerah Mardika, terjadi disaat
mereka sedang bermandikan peluh mendandani Masjid Batumerah. Saat itu mereka
tetap bekerja dan tak terusik, karena para pemuda Batumerah turut menemani
mereka selama pekerjaan berlangsung. Sebaliknya dalam jumlah yang kurang lebih
sama, para pemuda negeri Batumerah juga menginap di negeri Passo, dan
melakukan kegiatan pembersihan dan pembangunan salah satu gereja di negeri yang
terikat dalam hubungan Pela keras dengan mereka. Interaksi antar negeri adat dalam
waktu yang kurang lebih sama juga berlangsung di salah satu ruang hotel Amans.
Tokoh-tokoh masyarakat dan pemuda dari sebagian daerah di wilayah Seram Barat
berkumpul selama empat hari disitu, untuk membicarakan kelangsungan design
bentuk-bentuk interaksi social yang sudah berlangsung pula disana. Masariku
Network Ambon kebetulan berkesempatan untuk bercakap-cakap dengan beberapa
diantara mereka. Antara lain pemuda dari negeri Piru, Loki, ataupun dari daerah Pelita
Jaya. Dari mer! eka diperoleh informasi bahwa beberapa segregasi wilayah di daerah
tersebut telah pula dibuka untuk kepentingan bersama. Selain interaksi antara
berbagai negeri adapt, maka menarik pula diinformasikan bahwa saat ini tengah
dijajaki suatu bentuk kerjasama serta kelembagaan bersama antara Sinode GPM
yang dalam hal ini diwakili oleh Crisis Center GPM, bersama MUI Maluku dan BIMM.
Kebetulan Masariku Network terlibat dalam design bentuk kerjasama yang prosesnya
tengah berlangsung. Berdasarkan komitmen yang telah disepakati maka diharapkan
dalam waktu yang tak lama lagi proses kelembagaan bersama ini telah dapat
terwujud.
Proses Politik Menjelang Suksesi Gubernur
Belakangan ini situasi politik kian menghangat dengan semakin dekatnya waktu bagi
suksesi gubernur Maluku. Hal ini ditandai dengan maraknya percakapan masyarakat
dan pemberitaan media local, menyangkut proses dan kandidat menuju kursi Maluku
Satu pda bulan November nanti. Dalam kaitan itu gerilya-gerilya politik mulai
dilakukan berbagai tim sukses dari para kandidat. Petualang-petualang politik mulai
bermunculan ke permukaan seiring mengentalnya berbagai analisa politik praktis,
mulai dari kelas warung kopi sampai pada loby-loby hotel dan restaurant. Sejak dua
hari lalu panitia pemilihan telah terbentuk di DPRD Maluku. Dalam minggu ini
dipastikan DPRD Maluku akan bertolak menuju Jakarta, untuk melakukan konsultasi
dengan pemerintah pusat menyangkut serangkaian proses perundangan menuju
pemilihan Maluku Satu. Terutama mengingat kondisi Maluku saat ini yang masih
berada dalam status darurat sipil.! Tema-tema menarik yang dihadapkan secara
dikotomis untuk dikaji berkaitan dengan proses ini antara lain: Sipil -- Militer ; Maluku
-- Non Maluku ; Careteker -- Defenitif ; Maaluku di Maluku -- Maluku di luar Maluku.
Terlihat jelas bahwa pengkutuban isyu-isyu yang berhadapan secara diametral ini
lebih cenderung membingkai kekentalan suatu proses politik dan hukum, ketimbang
suatu proses sosio-kultural. Opini masyarakat kebanyakan bahwa mereka hanya
kebagian kapling wacana dalam proses suksesi. Bahkan wacana yang terbangun
juga semata-mata wacana lepas, sekedar menghangati obrolan warung kopi.
Sementara proses-proses politik dan hukum dibangun secara sangat elitis melalui
pendekatan fraksi dan partai, dengan memarginalkan realitas constituent dari setiap
partai. Selain itu banyak harapan juga berkembang, supaya para kandidat melakukan
suatu kompromi politik berdasarkan kesepakatan moril bersama. Ketimbang
berhadap-hadapan dan menarik kembali batas-batas demarkasi kelompok, yang dita!
kutkan akan memicu konflik baru.
Keamanan & Hukum
Masalah yang masih cukup mengganjal berkaitan dengan masalah keamanan yaitu
penyebaran ranjau ledak pada wilayah-wilayah tertentu di kota Ambon. Siang tadi
misalnya tim Gegana Polda Maluku kembali melakukan penyisiran di hutan petuanan
negeri Suli. Dalam kegiatan itu ditemukan dua buah ranjau aktif, yang segera
dijinakan dan dihancurkan. Banyaknya penemuan ranjau ledak di petuanan negeri
Suli selama ini, membuat banyak warga negeri Suli belum berani ke kebun mereka.
Karenanya mereka meminta kepedulian PDSD maluku untuk melakukan operasi
pembersihan ranjau bersama warga masyarakat. Dalam bulan-bulan terakhir ini
ledakan ranjau yang umumnya dipasang di hutan-hutan adat telah berulangkali terjadi,
tanpa bias dideteksi secara personal siapa pelakunya. Hal ini menimbulkan rasa
frustrasi di kalangan masyarakat. (Bersambung)!
MASARIKU NETWORK AMBON
|