Masariku Interaksi
Kami Berdoa Di Meja Makan Basudara Salam
Dear All,
Pagi itu kurang lebih jam 11.00 kami meluncur ke jalan Pala, rumah seorang tokoh
Muslim di kota Ambon. Rumah ini sudah sering kami kunjungi, dalam rangka
koordinasi upaya-upaya membangun perdamaian diantara kedua komunitas yang
terpisah selama konflik 3 tahun. Karena itu tanpa sungkan mobil kami arahkan
memasuki jalan belakang pasar, dan meluncur menuju jalan Pala yang terletak di
daerah belakang kota. Supir mobil yang membawa kami kelihatan sedikit tegang,
karena menurutnya selama konflik ia tak pernah memasuki daerah basis Muslim
seperti ini. Namun ketegangannya mencair setelah kami menceritakan bagaimana
hubungan yang kami bangun selama ini dengan Pak Haji yang akan kami kunjungi. Ia
bahkan mulai tertawa lebar mendengar gurauan Melissa, seorang sahabat Pak Haji
yang kebetulan datang dari Paris, dan! bermaksud mengunjungi kediaman orang tua
ini. Mobil yang kami tumpangi membelok di kepadatan daerah pasar lama, dan
kemudian berhenti di samping wartel milik Pak Haji, yang dibangun berdempetan
dengan kantor dan sekaligus rumahnya. Berlima kami turun dan memasuki rumah
yang pernah dihancurkan pada saat awal konflik tersebut. Melihat kami memasuki
rumah itu, beberapa karyawti wartel milik Pak Haji menyapa kami ramah dan
meminta kami menunggu sebentar. Gadis berkerudung biru tersebut kemudian
bergegas kedalam untuk memberitahukan Pak Haji tentang kedatangan kami. Tak
lama kemudian dengan tawanya yang khas Pak Haji keluar menemui kami. Ia tak
menyangka bahwa kami datang lebih awal dari waktu yang telah disepakati. Bersama
Pak Haji, isterinya keluar dan menyalami kami serta memperkenalkan diri kepada
Melissa. Dengan dialek Ambon didalam logat Jawanya yang kental ia kemudian
mempersilahkan kami duduk diruang keluarganya. Ruang berukuran lebih kurang 10m
x 7m seketika dipenuhi deng! an gelak tawa akibat gurauan khas Pak Haji. Suasana
menjadi semakin cair ketika kami menceritakan kembali pengalaman-pengalaman
lucu saat Pak Haji berkunjung ke Paris, dan menginap di salah satu biara Katholik
yang cukup ternama. Belakangan ini Pak Haji banyak bepergian ke luar Maluku untuk
mempromosikan upaya-upaya perdamaian yang melibatkan dirinya. Memang pada
awal konflik Pak Haji termasuk salah satu tokoh garis keras, yang mengomandoi
langsung pasukannya di lapangan. Namun belakangan ia berbalik dan bergerak pada
track perdamaian. Suatu pembalikan yang mengakibatkan rumahnya sempat dibom.
dan jiwanya terancam oleh kelompok penikmat perang.
Lebih kurang 30 menit kami ngobrol diselingi panganan goreng pisang dan kopi tubruk
yang disungguhi seorang gadis manis berkerudung merah, sebelum Melissa minta diri
untuk menjemput adik dan seorang saudaranya untuk bergabung bersama kami.
Melissa memang seorang gadis Ambon yang telah belasan tahun menetap di Paris
dan membangun keluarganya disana. Makanya Melissa menjadi akrab dengan Pak
Haji, ketika Pak Haji berkunjung ke Paris dalam rangka kampanye perdamaian bagi
Maluku. Sepeninggal Melissa kami mencoba mengisi waktu dengan bercengkerama
bersama beberapa karyawan Pak Haji yang memang telah akrab kami kenal. Disaat
yang bersamaan datang pula salah seor! ang raja Muslim dari jazirah Lei Hitu di pulau
Ambon, yang semakin menambah akrab suasana. Rumah Pak Haji yang terletak
berdekatan dengan pangkalan speed boat, hampir selalu menjadi persinggahan bagi
saudara-saudara Muslim yang menyeberangi teluk Ambon dari Jazirah Lei Hitu.
Apalagi Pak Haji dikenal sebagai salah satu tokoh masyarakat Lei Hitu. Sementara
ngobrol hidung kami mulai disengat dengan bau harum pindang kuah yang rupanya
lagi dipersiapkan isterinya Pak Haji di dapur. Siang ini memang kami berencana
untuk santap siang bersama di rumah Pak Haji.
Jam 1230 Melissa kembali bersama bersama kedua saudaranya. Robert dan Andre
kedua saudara Melissa segera diperkenalkan kepada Pak Haji dan Isterinya, dan
kemudian bergabung bersama kami dalam obrolan hangat. Rasa canggung yang
mulanya nampak diwajah keduanya segera sirna, ketika kami kembali memulai untuk
saling bercanda bersama Pak Haji. Kecanggungan ini bisa dimengerti, mengingat
Andre dikenal sebagai tokoh akar rumput yang cukup militan di salah satu wilayah
Kristen selama konflik berlangsung. Percakapan kami kemudian semakin semarak
dengan datangnya do! kter Maria bersama tiga orang temannya. Dokter Maria adalah
teman akrab Melissa, yang juga telah cukup dikenal Pak Haji sebelumnya. Ruang
keluarga yang lapang itu tiba-tiba terasa semakin menyempit dan tak lagi sanggup
menampung gelak tawa kami. Apalagi ketika Pak Haji dengan kemampuannya
meramu cerita, memandu kami pada berbagai topik percakapan serta canda yang
hangat dan akrab. Sementara itu terlihat dua gadis manis berkerudung sedang
membantu isterinya Pak Haji menyiapkan hidangan santap siang. Sesekali mereka
melemparkan senyum manisnya kepada kami, dan kemudian menghampiri kami
untuk menawarkan tambahan kopi dan panganan kecil.
Lonceng dinding di ruang ngobrol itu tepat menunjukan jam 1300 ketika isterinya Pak
Haji mengajak kami menuju meja makan makan, yang menyatu di ruang itu.
Mestinya meja itu terasa lapang untuk kebutuhan keluarga Pak Haji. Namun karena
kami ber-sebelas harus duduk bersama disitu, ditambah Raja salah satu negeri di Lei
Hitu, maka meja itu terasa begitu sempit. Berdesak-desakan kami duduk disitu,
dihadapan hidangan pindang kuah, papeda, ayam panggang serta lalapan, dan
beberapa jenis lainnya. Gadis berkerudung ponakan Pak Haji berdiri mendampingi
kami disisi meja, dan siap mengambil papeda dari sempenya untuk diletakan di piring
masing-masing kami! . Dia terlihat begitu sigap, cekatan, dan ramah untuk melayani
kami siang itu. Dengan perut yang memang sudah keroncongan, segera kami
menyambar berbagai jenis makanan yang dihidangkan di meja itu. Sebelumnya
dengan khusuk kami menundukan kepala dan berdoa. Berdoa dengan bebas, tenang,
dan damai. Di dalam doa kami sempat terucap lirih 'Terima Kasih Tuhan Yesus, kami
boleh berdoa kepadaMu di meja makan seorang Haji'
MASARIKU NETWORK AMBON
|