Media Indonesia, 14/6/2002 00:42 WIB
Netralitas TNI Masih Jauh Dari Harapan Rakyat
*CANBERRA (Media): Pengamat politik dari Universitas Melbourne Prof Arief
Budiman berpendapat, sikap netralitas TNI dalam kancah perpolitikan nasional masih
jauh dari harapan rakyat, padahal lembaga militer itu secara konsitusional merupakan
alat negara untuk menjaga kepentingan nasional.
Netralitas itu hanya mitologi, karena pada akhirnya TNI sadar tidak sadar ikut terlibat
dalam urusan politik akibat para jenderalnya memiliki kepentingan politik, kata Arief
kepada Antara di Canberra, Kamis. Menanggapi Rancangan Undang-Undang Pemilu,
Arief Budiman mengatakan, netralitas TNI dapat diukur dari sikapnya yang loyal
terhadap pemerintahan yang sah atau secara simbolik Presiden RI. Namun melihat
pengalaman yang dihadapi Presiden RI KH Abdurrahman Wahid yang mengeluarkan
dekrit, TNI tetap tidak mau mendengar perintah kepala negara itu.
Dalam kasus itu, TNI telah membangkang terhadap perintah Presiden RI dan berpihak
kepada keputusan politis yang dikeluarkan lembaga legislatif. "Apakah dalam kasus
seperti itu TNI bisa disebut netral?" katanya. Ia menekankan, TNI sebagai lembaga
harus tetap netral sesuai konstitusi, tapi jangan berharap TNI netral benar-benar. Jika
dinetralisir TNI akan lebih berbahaya tanpa kesadaran politik.
Upaya mensterilkan TNI dari kegiatan politik, tidak realistik karena kenyataannya
anggotanya ada yang memiliki simpati ke NU, Muhammadiyah atau organisasi
massa lain sebagai akar pembentukan partai politik. Jadi sebaiknya sebagai lembaga
harus berupaya senetral mungkin, katanya. Kemungkinan tidak netralnya TNI sebagai
lembaga diakibatkan kepentingan para petingginya juga yang memegang posisi
menentukan dalam mengambil keputusan. Sepanjang para jenderal masih memiliki
kepentingan dalam kancah politik nasional selama itu pula TNI tidak bisa netral,
katanya.
Oleh karena itu, jika dinyatakan bahwa TNI itu netral perlu dicari rumusan yang tepat
sesuai dengan konstitusi, bagaimana posisi netralitas TNI jika dihadapkan kepada
kondisi seperti apa yang terjadi pada era Presiden Wahid misalnya.
"Itu harus juga dijelaskan sehingga TNI tidak bisa membantah Presiden RI Megawati
Soekarnoputri atau Presiden RI lainnya sebagai Panglima Tertinggi lain sebagaimana
mereka membantah perintah Presiden Wahid," katanya. (OL-01)
Copyright © 1999-2002 Media Indonesia. All rights reserved.
|