Media Indonesia, Selasa, 28 Mei 2002
EDITORIAL: Ambon dalam Penantian
AMBON telah menguras seluruh penderitaan mereka yang mengalami konflik hebat
itu. Juga menguras perasaan mereka yang hanya bisa membayangkan betapa
selama tiga tahun lebih saling membunuh di sana adalah perkara mudah. Seperti
orang-orang barbar membunuh musuh-musuh mereka.
Itulah sebabnya, kita benar-benar ingin melihat Ambon secepatnya damai. Kita ingin
melihat Ambon mengutuk seluruh masa lalu yang penuh kekerasan, dan menyambut
masa depan dengan segala pengharapan.
Pemerintah, juga seperti kita (orang-orang biasa), selama ini telah kehabisan cara.
Sebab, betapa ruwetnya konflik di Pulau Rempah-rempah itu. Kenapa? Karena,
pihak-pihak yang justru berada pada barisan yang harus mendamaikan, aparat
keamanan, misalnya, malah ikut meramaikan aksi kekerasan.
SARA memang telah mengubur objektivitas dan akal sehat. Rakyat di pulau itu telah
diaduk-aduk oleh adu domba atas nama agama. Sehingga sulit mencari penengah
yang adil, jujur, dan bisa dipercaya.
Kini pemerintah telah menahan Panglima Laskar Jihad Ja'far Umar Thalib dan Ketua
Eksekutif Front Kedaulatan Maluku (FKM) Alexander Hermanus Manuputty serta
Ketua Yudikatif FKM Semmy Waileruny. Meskipun mereka dituduh melakukan
kejahatan di Ambon, ketiganya kini ditahan di Markas Besar Kepolisian Republik
Indonesia di Jakarta.
Alasannya, karena penegakan hukum di Ambon telah lumpuh. Selain karena
pendukung kedua tokoh itu bakal menyulitkan, juga karena ketiadaan aparat penegak
hukum di kota itu, khususnya hakim.
Itulah sebabnya Jakarta akan segera mengirim puluhan hakim terbaik ke Ambon. Kini
nama-nama itu memang belum muncul, tetapi kualifikasinya sudah jelas. Yakni,
hakim senior, bereselon tinggi, dan minimal telah 10 tahun menangani peradilan.
Sebelumnya, untuk memutus dualisme antara Pangdam dan Kapolda di daerah itu,
yang sama-sama berbintang satu, pemerintah telah menyepakati pembentukan
Panglima Komando Operasi (Pangkoops) di Ambon. Mayjen TNI Djoko Santoso dari
Kostrad disebut-sebut bakal menduduki pos baru itu.
Jelas, pengiriman para hakim itu untuk mendukung Pangkoops dalam menertibkan
Ambon. Ini bukti betapa pemerintah kian serius dalam menangani genocide di Ambon
yang mengerikan itu.
Tetapi, satu hal yang sesungguhnya penting, yang juga diminta oleh rombongan
DPPR Kota Ambon tempo hari adalah tim investigasi independen. Tim ini hingga kini
belum terbentuk. Padahal, ia sangat penting, agar bisa tahu secara objektif apa
sesunguhnya yang terjadi di Ambon selama ini. Presiden Megawati sudah menyetujui
pembentukan tim ini.
Lalu, apa problemnya? Ada selentingan, pemerintah kini kesulitan mencari orang
yang benar-benar independen. Jika benar, inilah problem terbesar bangsa ini. Karena
kita masih berpikir dalam kotak-kotak primordial, sehingga kehilangan objektivitas dan
sikap kebangsaan. Padahal, tim independen adalah kunci utama untuk
menyelesaikan kasus Ambon. Dari tim inilah akan diketahui akar persoalan yang
sesungguhnya. Dan, siapa-siapa yang harus bertanggung jawab.
Penahanan Panglima Laskar Jihad Ja'far Umar Thalib dan Ketua Eksekutif FKM
Alexader Hermanus Manuputty serta Semmy Waileruny, pembentukan Pangkoops,
pengiriman hakim, ini bisa mentah tanpa tim independen. Ini artinya, Ambon akan
terus dalam penantian yang kita tidak tahu sampai kapan. Karena itu, pemerintah
jangan mengulur-ulur waktu lagi untuk membentuk tim investigasi independen itu.
Siapa tahu, tim ini bisa seperti kotak pandora, dan membuka semua tabir tragedi
Ambon.
Copyright © 1999-2002 Media Indonesia. All rights reserved.
|