Uni Eropa Ingin Internasionalkan Kasus Maluku
Hilversum, Kamis 23 Mei 2002 14:00 UTC
Intro: Meski telah berulangkali melakukan penggantian baik Kapolda Maluku tujuh kali
dan Pangdam Pattimura tiga kali, namun masalah Maluku belum selesai juga.
Pemerintah rencananya akan mengganti Pangdam dan Kapolda Maluku sementara
pihak luar negeri baik Eropa maupun Amerika Serikat mulai tidak sabar melihat
penanganan Megawati yang dinilai sangat lamban. Koresponden Syahrir melaporkan
dari Jakarta.
Kapolri Jenderal Polisi Da'i Bachtiar menduga, sumber terbesar kemelut di Maluku
adalah mekanisme dan sistem yang berlaku di sana. Bagi dia mengganti orang saja
tidak akan menyelesaikan masalah di Ambon Maluku. Ia tampaknya memberikan
reaksi menanggapi rencana pemerintah mengganti Kapolda dan Pangdam di Maluku.
Utamanya Pangdam Patimura Brigjen TNI Moestopa tidak bisa bekerjasama dengan
Penguasa Darurat Sipil Saleh Latuconsina. Saleh acapkali mengeluh mengenai
dukungan militer pada Laskar Jihad. Latuconsina pun di waktu lampau sering
mengeluh tentang kebijakan Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono dan
Panglima TNI Laksamana Widodo yang mendukung kehadiran Laskar Jihad di
Maluku. Tetapi Menkopolkam selama ini mengatakan bahwa penyelesaian Maluku
tidak segera terselesaikan bukan karena tidak ada konsep. Sebab, tidak mungkin
menyelesaikan konflik di daerah tersebut tanpa konsep yang jelas.
Kalangan lain melihat, jikalau pemerintah RI tidak hati-hati maka besar
kemungkinannya bahwa Eropa dan Amerika akan mendesak agar masalah Maluku,
Aceh dan Papua diinternasionalisasi. Kepada sejumlah intelektual Islam Indonesia,
Washington misalnya pernah menanyakan tentang kemungkinan pengiriman pasukan
internasional ke Ambon. Sedangkan Parlemen Eropa sejak pekan lalu mulai
mendesak agar segera dibentuk tim investigasi kasus Maluku. Tetapi Menko Polkam,
Susilo Bambang Yudhoyono, kemarin meminta negara lain tidak mencampuri
masalah Aceh, Ambon, dan Papua. Yudhoyono, seusai Sidang Kabinet di Gedung
Utama Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis kemarin, mengatakan hal itu berkaitan
dengan resolusi Uni Eropa agar Indonesia segera merumuskan solusi konflik di tiga
tempat tersebut. Dia mengatakan kebijakan yang diambil sejauh ini sudah diarahkan
agar adil dan mengarah pada penghentian konflik dan kekerasan. Karena itu
Indonesia menolak jika ada pendiktean dari negara lain. "Kalau mereka memberikan
at
ensi itu baik. Begitu juga ingin berkontribusi dalam kerjasama teknis, serta bantuan
kemanusiaan dan lainnya." katanya. "Tetapi tentunya kalau sudah mendikte
langkah-langkah politik dan kebijakan domestik mestinya menjadi kurang tepat.
Keterangan yang sama juga dikemukakan Menko Kesra Jusuf Kala dan Wapres
Hamzah Haz. Berbeda dengan mereka, maka sebagian masyarakat Maluku di
Jakarta justru menyetujui rencana Masyarakat Eropa untuk menginternasionalisasi
kasus Ambon Maluku. Seorang tokoh Maluku, H. Patinama mengatakan dari pada
saudara-saudara kita rakyat Maluku, baik yang Kristen maupun yang Muslim,
dibunuh terus menerus, sebaiknya dunia luar saja yang menyelesaikan permasalahan
di Ambon Maluku. Sebagian pers Indonesia, utamanya harian Republika, kemarin
memuat resolusi Parlemen Eropa tentang Hak Azasi Manusia di Indonesia. Parlemen
Eropa mendesak pemerintah RI untuk segera menemukan solusi damai dalam
menangani gejolak di Maluku, Aceh dan Papua.
Resolusi tentang Indonesia itu terdiri atas 15 butir pernyataan tentang fakta-fakta dan
11 butir penyesalan serta desakan pada pemerintah RI. Mereka juga menunjuk pada
pembentukan tim investigasi nasional independen yang belum juga dibentuk
pemerintah RI meski Wapres sudah menjanjikan hal itu. Parlemen Eropa pun
mempersoalkan seruan perang rakyat dari Panglima Laskar Jihad Jafar Umar Thalib
April lalu. Sehubungan dengan itu Menko Polkam Susilo Yudhoyono berjanji bahwa
pemerintah akan membentuk tim investigasi nasional guna menyelasaikan kasus
Maluku. Pemerintah bertekad untuk menyelesaikan masalah daerah konflik seperti
Maluku, Aceh, dan Irian Jaya pada tahun ini juga. Maluku tidak bisa diselesaikan
dalam satu atau dua bulan, katanya. Tetapi yang menjadi pertanyaan ialah maukah
dunia barat menunggu sampai akhir tahun ini jika tiba-tiba ada aksi teroris di Eropa
dan Amerika sedangkan mereka percaya bahwa para ahli strategi terorisme
internasional kini bersembunyi di Indonesia?
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|