Hakim Indonesia Tidak Berkopetensi Mengadili Para Tersangka
Kasus Pemasangan Bendera RMS
Hilversum, Kamis 29 Agustus 2002 19:00 WIB
Intro: Hari ini lima belas tersangka kasus penaikan bendera Republik Maluku Selatan
(RMS) diadili. Mereka bisa dijatuhi hukuman penjara enam tahun, karena dianggap
melanggar kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun menurut
Umar Santi, wakil Front Kedaulatan Maluku (FKM) di Eropa, Indonesia tidak berhak
mengadili mereka, karena ini adalah masalah internasional. Selain itu pimpinan
eksekutif FKM ini menegaskan, pengadilan ini banyak positifnya bagi perjuangan
rakyat Maluku.
Umar Santi [US]: Supaya rakyat mengerti juga dari Sabang sampai Merauke, kenapa
orang Maluku meminta kedaulatannya kembali. Namanya itu syah menurut
hukum-hukum Internasional. Indonesia mendapat kedaulatan bukan untuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia tapi dalam Federasi Republik Indonesia Serikat. Dan
juga kalau saya tidak salah dalam 11 Maret 1947, Dewan Maluku Selatan mengambil
keputusan masuk sementara di negara Indonesia Timur. Negara yang termasuk
Republik Indonesia Serikat.
Tetapi dalam negosiasi bersama Indonesia Timur, saudara Sukawati yang sudah
menyerah untuk Republik Indonesia, Dewan Maluku Selatan ambil keputusan keluar
dari Negara Indonesia Timur dengan right of self determination (hak menentukan nasib
sendiri, red.) yang sudah tertulis dalam itu accoord (kesepakatan, red.). 25 April
1950, bangsa Maluku ambil keputusan di satu plebisit rapat umum untuk
proklamasikan negara tersendiri.
Inilah pandangan saya selaku wakil RMS di Eropa dan juga pimpinan eksekutif,
bahwa Republik Maluku Selatan itu sah dalam pandangan saya. Kalau satu negara
sudah aneksasi negara lain itu artinya hakim internasional harus menolak keputusan
katakan saja hakim nasional. Bukan kompetensi hakim nasional. Ini kompetensinya
hakim internasional misalnya saja PBB atau mahkamah internasional di Den Haag.
Radio Nederland [RN]: Karena ini bukan masalah intern Indonesia dalam negeri, tetapi
anda melihat ini masalah internasiona?
US: Ya! sebab kedaulatan tiap-tiap bangsa di dunia itu soal internasional. Apalagi di
tahun 1950an ada UNCI, United Nations Commission for Indonesia, yang mau bicara
masalah itu tapi tertunda perang Korea tahun 1953.
RN: Tapi terakhir, pak Santi, ada orang selalu menyebut Republik Maluku Selatan itu,
keinginan merdeka itu, hanya keinginan sekelompok orang Maluku di negeri Belanda
saja.
US: Bukan sendiri (saja, red.) orang Maluku di Belanda yang ingin merdeka tetapi
seluruh bangsa Maluka yang ada di sana. Sebab dahulu dipegang (ditindas, red.)
dengan kekerasan, dengan (oleh,red.) rejim Suharto, seng (tidak, red.) bisa omong
terbuka. Bulan Mei 1998 Suharto jatuh bersama reformasi, juga reformasi di Maluku,
bangsa Maluku sekarang tambah hari tambah insyaf, bangsa Maluku juga bisa berdiri
sendiri, namanya sudah diproklamasikan 25 April 1950.
Nah saya mau bilang juga barangkali disangka juga dengan (oleh, red.) pemerintah
Indonesia atau dengan (oleh, red.) Jafar Umar Thalib, ini cuma dapat kedaulatan
kembali RMS cuma warga Kristen. Saya tolak itu pandangan! ini tidak benar. Itu
permainan politik.
Demikian Umar Santi, wakil Front Kedaulatan Maluku (FKM) di Eropa.
© Hak cipta 2001 Radio Nederland Wereldomroep
|