SINAR HARAPAN, Sabtu, 22 Juni 2002
Kasus Theys Buntu
Pemerintah Didesak Terima Tim Investigasi Internasional
Jakarta, Sinar Harapan - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Presidium Dewan Papua (PDP)
Thaha Al Hamid mempertanyakan sikap pemerintah. Jika memang sudah tidak
sanggup lagi untuk menangani kasus tewasnya Ketua PDP Theys Hiyo Eluay pada
11 November 2001, pemerintah seharusnya mau terbuka untuk menerima tim
investigasi internasional
Ia berpendapat tidak ada kemauan politik yang tulus dari pemerintah Indonesia untuk
mengungkap kasus tersebut. Pembentukan Komisi Penyelidik Nasional (KPN) untuk
kasus Theys dinilainya hanya sebagai upaya membawa kasus ini agar ditangani oleh
Puspom TNI. Namun ketika Puspom TNI menyatakan menemui kendala, hanya
menimbulkan pesimisme terhadap penyelesaiannya.
"Jakarta sudah menyia-nyiakan kesempatan untuk mengambil hati masyarakat
Papua dengan tidak mengumumkan secara langsung hasil yang diperoleh KPN pada
1 Mei 2002. Kami bersama DPRD yang merupakan lembaga resmi negara di Papua
sudah datang kepada Presiden, DPR dan Komnas HAM dengan tuntutan membentuk
Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM. Kami masih menunggu hingga 1 Juli
2002 nanti hingga terbentuknya anggota Komnas HAM yang baru," kata Thaha Al
Hamid kepada SH, Sabtu (22/6) pagi.
Diingatkan pula, jika kasus Theys hanya dilihat dari aspek hukum, yang ditemui
hanya kebuntuan. Maka persoalan ini harus dipahami mempunyai dimensi politis.
Sekarang lihat, Puspom sendiri mengatakan kesulitan untuk mengungkap kasus ini
dengan mengatakan tidak ada saksi yang melihat langsung peristiwa terbunuhnya
Theys. Kalau hanya dilihat dari sisi ini saja, kasus ini tidak akan pernah selesai,
ujarnya.
Menurutnya, kasus Theys harus dipertanggungjawabkan secara etis oleh negara
kepada masyarakat Papua dan dunia internasional. "Dulu kasus ini diserahkan pada
polisi, lalu ke Puspom TNI, dan sekarang Puspom TNI tidak sanggup lagi. Kenapa
pemerintah tidak terbuka saja untuk menerima tim investigasi internasional kalau
memang sudah tidak sanggup lagi menangani kasus ini?" katanya.
Komandan Pusat Polisi Militer (Dan Puspom ) TNI Mayjen Sulaiman AB, Jumat (21/6)
siang, mengungkapkan proses penyidikan terhadap sembilan tersangka yang diduga
terlibat dalam tewasnya Theys menghadapi kendala karena sembilan tersangka itu
belum mengaku sebagai pembunuhnya.
"Itu semua proses. Tapi justru pada titik akhir di mana ditemukan mayat Theys
(Tempat Kejadian Perkara-TKP III-red) kami belum menemukan siapa saksinya untuk
melihat siapa yang melakukan pembunuhan. Ini terputus. Hal ini saya buka,
kemarin-kemarin masih disimpan-simpan," kata Sulaiman kepada wartawan yang
menemuinya di Kantor Puspom TNI, Jl. Merdeka Timur, Jakarta Pusat..
Untuk itulah, Dan Puspom TNI merasa perlu menyampaikan kepada masyarakat
bahwa pihaknya ada kendala untuk menemukan pelaku pembunuhan Theys,
meskipun sudah sekitar 109 saksi yang diperiksa, 40 di antaranya anggota militer.
"Saya katakan sudah siap untuk diberkas, namun kami masih berupaya mencari
fakta-fakta baru untuk mengetahui siapa dari sembilan itu atau ada orang lain sebagai
pelaku. Bahwa sembilan orang itu, penyidik yakin mereka sebagai tersangka. Jadi
fokusnya tidak hanya kepada sembilan orang ini, bisa saja ada orang lain," Sulaiman
menegaskan.
Persoalan itu akan dilaporkan kepada Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan
KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu, sebelum pemberkasan. Namun sebetulnya
secara hukum, sudah bisa diberkaskan dan di-Mahmil-kan, tambah Pati bintang dua
itu yang didampingi Wakil Dan Puspom TNI Brigjen Hendardji itu.
Sehubungan itulah akan dicari saksi-saksi baru dan kebetulan ada beberapa saksi
kunci yang tidak mau datang ke Jakarta (Puspom TNI-red) karena takut dan menurut
pengakuan mereka (para saksi itu-red) diteror dan sebagainya. Hal ini juga menjadi
masalah bagi Puspom TNI dalam penyidikan.
Sulaiman menuturkan, ada tiga TKP, yaitu pertama, kompleks Skyline, jalan dari
Jayapura ke Abepura terus ke Sentani. Kedua, markas Tribuana (Kopassus) di dalam
kota Jayapura. Ketiga, tempat ditemukannya mayat Theys. Untuk berdasarkan
keterangan saksi di TKP I dan II, penyidik mengarah pada sembilan tersangka
termasuk tiga perwira menengah. Semua tersangka masih ditahan oleh Puspom TNI.
Yang belum ditemukan adalah saksi dan pengakuan tersangka pada TKP III. "Yang
kita ingin buktikan siapa melakukan apa dan siapa yang berbuat, tapi sampai
sekarang belum ketemu. Tapi bisa saja penyidikan akan kita teruskan apabila kita
menemukan saksi-saksi baru, kemudian siapa tahu tersangka itu mengaku dalam
waktu berakhirnya penahanan yang ketiga pada 29 Juni, meskipun masih ada
kemungkinan untuk diperpanjang karena batas enam kali perpanjangan sedang
sekarang baru tiga kali," lanjut Sulaiman.
Mogok Makan
Tujuh mahasiswa Papua yang tergabung dalam Front Nasional Papua Barat (FNPB)
menggelar aksi mogok makan di kantor Komnas HAM, Jakarta, setelah sebelumnya
melakukan aksi sama di gedung DPR, Kamis (20/6). Mereka menolak hasil kerja
Komisi Penyelidik Nasional (KPN) untuk kasus Theys Hiyo Eluay, sekaligus
mendesak Komnas HAM memfasilitasi pembentukan tim investigasi independen
untuk menyelidiki kembali peristiwa pembunuhan terhadap Ketua PDP itu.
Mereka adalah Hans Gebze, Econ Alexander, Margareth Karuway, Robert Manaku,
Methi Ronsumbre, Diana Gwijangge, dan Vivi Lousana. Mereka juga mendesak
Komnas HAM agar membuat KPP menyeluruh untuk semua pelanggaran HAM di
bumi Papua.
Menurut Hans Gebze, aksi mogok makan akan berhenti setelah ada pernyataan
tertulis dari Komnas HAM untuk memfasilitasi pembentukan tim investigasi
independen dan membentuk KPP HAM untuk beberapa kasus di Papua seperti
Waior, Wamena dan Mapenduma.
"Kami akan melakukan aksi mogok ini sampai ada pernyataan tertulis dari pihak
Komnas HAM bahwa mereka bersedia memfasilitasi pembentukan tim investigasi
independen dan membentuk KPP HAM untuk kasus pelanggaran HAM berat yang
lain," tandas Hans di sebuah tenda yang didirikan di pelataran kantor Komnas HAM.
Sementara itu, pihak Komnas HAM yang diwakili oleh BN Marbun berjanji
mengagendakan tuntutan tersebut di Rapat Paripurna Komnas HAM yang akan
diadakan bulan depan. (emy/edl/rik)
Copyright © Sinar Harapan 2002
|