SINAR HARAPAN, Senin, 27 Mei 2002
Tajuk Rencana
Harapan kepada Pangkoopslihkam Maluku
BILA tidak ada perubahan, Senin (27/5) ini pemerintah akan mengumumkan seorang
perwira tinggi berpangkat mayor jenderal yang akan bertugas di Ambon sebagai
Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Pangkoopslihkam) Maluku. Ia
akan dibantu dua wakil, yakni Panglima Kodam Pattimura dan Kapolda Maluku.
Pembentukan struktur baru di Maluku itu merupakan bagian dari restrukturisasi yang
dilakukan Penguasa Darurat Sipil Pusat (PDSP), Kamis, terhadap jajaran Penguasa
Darurat Sipil Maluku (PDSM), setelah evaluasi memperlihatkan ada
kelemahan-kelemahan dalam struktur yang ada selama ini.
Ketika menjelaskan rencana perombakan ini, Menko Polkam Susilo Bambang
Yudhoyono mengatakan dengan struktur baru ini seluruh aparat keamanan yang
beroperasi di Maluku, baik TNI maupun Polri, akan berada di bawah koordinasi
Pangkoopslihkam.
Diharapkan, dengan ini koordinasi antara Panglima Kodam Pattimura dan Kepala
Polisi Daerah (Kapolda) Maluku akan menjadi lebih baik, dan tindakan penegakan
hukum akan lebih optimal. Dijelaskan pula mengapa harus seorang militer untuk
memimpin operasi pemulihan keamanan ini di daerah yang berstatus darurat sipil ini,
karena intensitas gangguan keamanan di Maluku dinilai lebih tinggi ketimbang daerah
seperti, Aceh, misalnya.
Kita menyambut baik langkah itu, sejauh memang dilakukan untuk benar-benar
memulihkan keamanan di Ambon/Maluku, utamanya memperbaiki komunikasi antara
dua aparat yang bertugas di sana. Kita mengamati bahwa selama ini aparat
keamanan (TNI/Polri) ikut menyumbang pada konflik di Ambon/Maluku, bahkan
menjadi salah satu bagian dari konflik itu sendiri. Kejadian terakhir adalah insiden
antara Kopassus dan Brimob di kawasan Kudamati.
Menurut hemat kita insiden seperti itu tidak boleh dibiarkan terjadi terus-menerus,
karena pada akhirnya akan bermuara pada pertanyaan dan kecurigaan: apakah bukan
sekelompok oknum aparat keamanan tertentu yang sengaja ingin memperburuk
situasi keamanan di Ambon/Maluku?
Pertanyaan seperti itu bukannya tanpa dasar karena di banyak kalangan masyarakat
Ambon/Maluku juga muncul suara-suara yang demikian, apalagi bila belakangan ini
makin kelihatan aksi-aksi kekerasan dan provokasi yang muncul pasca Perjanjian
Malino II untuk Maluku memperlihatkan itu semua direncanakan dan jelas-jelas
dilakukan orang-orang yang terlatih dengan tujuan agar masyarakat kedua komunitas
yang mulai tenang bangkit kembali amarah mereka untuk memulai babak baru konflik
antar masyarakat itu.
Dengan demikian, kita mendukung upaya PDSP mengangkat seorang mayor jenderal
untuk memulihkan keamanan di Ambon Maluku. Harapan kita, Pangkoopslihkam
tersebut betul-betul mampu mensinkronkan operasi dari aparat TNI dan Polri sehingga
tidak lagi terjadi salah koordinasi yang tidak perlu. Pejabat baru itu hendaknya
betul-betul mampu bersikap adil terhadap semua pihak, dan tidak memihak.
Saat ini, jumlah aparat keamanan di Ambon/Maluku, sudah lebih dari 10 batalyon
(sembilan batalyon TNI, belum lagi dari Brimob dan Polda Maluku) yang berarti lebih
dari 6.000 personel. Jumlah tersebut tentunya lebih dari cukup untuk wilayah Ambon.
Kita belum lupa pada masa lalu, aparat TNI/Polri yang jumlahnya terbatas ternyata
mampu menjaga keamanan melalui pendekatan teritorial mereka yang persuasif
terhadap masyarakat. Tentunya kemampuan ini masih ada untuk mengembangkan
confidence building measures terhadap kedua pihak yang bertikai di sana. Yang
paling penting, penunjukan Pangkoopslihkam Maluku jangan malah menjadikan
wilayah Ambon/Maluku seperti daerah operasi militer dengan praktik-praktik
kekerasan dan pelanggaran HAM, seperti DOM di Aceh. *** *
Copyright © Sinar Harapan 2002
|