Suara Merdeka, Kamis, 6 Juni 2002
Jihad Konsep Defensif
Ba'asyir - SM/dok
SEMARANG-Kaum muslim wajib memperlakukan umat lain dengan baik dan adil bila
mereka tidak berbuat sesuatu yang merugikan Islam. Karena itu, aksi jihad yang
bermunculan akhir-akhir ini seharusnya dilandasi konsep defensif, bukan ofensif.
KH Abu Bakar Ba'asyir, pimpinan Pondok Al Mukmin Sukoharjo, mengatakan hal itu
dalam seminar "Fundamentalis Islam dan Terorisme di Indonesia" yang digelar di
Kampus Unnes, Rabu kemarin. Pembicara lain pakar sejarah politik Prof Drs Hartono
Kasmadi MSc dan Imam Suhartono dari Direktorat IPP Polda Jateng.
Ba'asyir mencuat namanya setelah dituding memiliki hubungan dengan kelompok
Al-Qaeda pimpinan Usamah Bin Ladin yang diduga sebagai otak pengeboman
Gedung WTC New York AS, 11 September lalu.
"Tragedi tersebut telah dijadikan sebagai dasar Pemerintah AS untuk mengawali
peperangannya terhadap berbagai kelompok atau individu yang dikategorikan sebagai
teroris," ujar kiai berjenggot panjang tersebut.
Dia menjelaskan, umat Islam yang berjuang secara defensif membebaskan diri dari
penjajahan manusia atas manusia dan menegakkan syariah Islam telah dituduh
sebagai fundamentalis militan. Pada akhirnya mereka secara definitif dan sepihak
dituduh sebagai teroris.
Dia mengatakan, AS telah memaksa Indonesia untuk mengeluarkan UU karet
pengganti UU subversif dengan nama UU antiterorisme. Berdasarkan prinsip politik
luar negeri bebas aktif, pemerintah diharapkan tidak terseret dalam kancah politik
antiterorisme global.
"Propaganda antiterorisme bertujuan membentuk opini dunia bahwa Islam adalah
musuh kemanusiaan dan dunia. Huntington menyebarkan mitos, ancaman dunia
pascaperang dingin adalah Islam sehingga menyudutkan umat Islam sebagai
kelompok radikal dan teroris,"tandasnya.
Sementara itu, Prof Drs Hartono Kasmadi MSc memaparkan, istilah gerakan
kelompok teroris berawal ketika sekte Zealot Yahudi menciptakan rasa ketakutan
terhadap pendudukan Romawi. Mulai awal abad ke-19 gerakan teroris lebih bersifat
politik dan ber-orientasi pada revolusi.
Dalam pertengahan akhir abad ke-20, kegiatan terorisme bersifat multiteror. Mereka
menggunakan paradigma nasionalisme, motivasi ideologi, dan difasilitasi kemajuan
teknologi.
Konflik antara bangsa Arab dan Israel menjelang Perang Dunia II menghasilkan
berbagai gerakan terorisme di Timur Tengah. (D18-60t)
Copyright © 2000 SUARA MERDEKA
|