Suara Merdeka, Sabtu, 8 Juni 2002
Soal Konflik Maluku
Selesai jika Pemerintah Adil
TABLIG AKBAR: Pengasuh Pondok Pesantren Ngruki Sukoharjo Abu Bakar Ba'asyir
sedang memberikan ceramah di depan ratusan umat Islam di lapangan Simpang
Lima, kemarin. (Foto:Suara Merdeka/ia-64e)
SEMARANG - Pengasuh Pondok Pesantren al MukminNgruki Sukoharjo Ustad Abu
Bakar Ba'asyir dan Forum Silaturrahim Umat Islam se-Jateng menuntut agar Kapolri
segera menangkap Theo Syafei yang nyata terlibat aksi kerusuhan di Maluku.
''Demi penegakan supremasi dan kewibawaan hukum dan keadilan, negara harus
segera menangkap Theo Syafei yang telah memprovokasi terjadinya konflik di Ambon
lewat pidatonya di Kupang,'' tegas Abu Bakar dalam acara tablig akbar yang dihadiri
ratusan umat Islam di lapangan Simpang Lima, kemarin.
Dia mengungkapkan, semakin banyak pihak yang bermain kotor dengan
menyudutkan umat Islam melalui stigma atau fitnah yang merusak sendi-sendi
persatuan dan ketentraman umum.
Penangkapan Ustad Ja'far Umar Thalib sangat disayangkan. Sebab, justru Ja'far
adalah sosok yang berjuang mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Malah pemerintah menangkapnya dengan alasan dinilai
memprovokasi umat Islam untuk berjihad dalam konflik di Ambon.
Padahal, aktivitas yang sama juga dilakukan Theo Syafei yang sengaja membakar
dan memprovokasi umat Nasrani di Ambon, sehingga pecah kerusuhan antarumat
Islam dan Kristen di sana. ''Kalau pemerintah mau adil, Theo Syafei harus ditangkap,
seperti yang dilakukan terhadap Thalib. Ini kok sampai sekarang Theo Syafei masih
dibiarkan berkeliaran,'' tegas Ba'asyir.
Dia mengatakan, masalah di Ambon akan selesai jika pemerintah benar-benar adil
dalam menegakkan supremasi hukum. Isu teroris yang digembar-gemborkan Amerika
Serikat hanya sebagai dalih menyudutkan umat Islam.
''Amerika Serikat sengaja berdalih untuk memerangi Islam. Indonesia menjadi salah
satu negara terpenting yang dilirik AS untuk dilemahkan,'' lanjutnya.
Yang utama saat ini, AS dan Yahudi terus-menerus memerangi Afghanistan tanpa
sebab. Indonesia bagi AS merupakan negara paling militan dalam membela
Afghanistan, sehingga dianggap berbahaya. ''Indonesia negara dengan umat Islam
paling mayoritas di dunia. Perjuangan Indonesia membela Afganistan juga dinilai
paling militan, sehingga akhirnya diisukan sebagai negara teroris,'' paparnya.
Untuk menciptakan Indonesia yang adil, pemerintah diharapkan bertindak tegas dan
adil dalam menegakkan supremasi hukum. Selain itu, hanya satu cara agar keadilan
tercipta, yakni dengan menegakkan syariat Islam 100% dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. ''Sebab, hanya Islam yang dapat memberikan keadilan yang benar
pada semua orang. Islam tidak akan berbuat sadis kepada orang selain Islam,''
lanjutnya.
Umat Islam di Indonesia disarankan selalu menjunjung tinggi persatuan, sabar, tahan
uji, dan ikhlas karena Allah. ''Dengan kebersamaan, Allah SWT akan memberikan
kekuatan untuk menang. Islam tidak akan dijajah orang kafir. Karena janji Allah
memberikan kemenangan dan kekuatan, di mana pun dan kapan pun,'' tegasnya.
Polri Ambivalen
Sementara itu, penanganan kasus penahanan Panglima Laskar Jihad Ja'far Umar
Thalib dan dugaan provokasi Theo Syafei yang tak juga kunjung tuntas, memunculkan
lagi reaksi kalangan muslim yang tergabung dalam wadah Umat Islam Surakarta
(UIS). Mereka menuding Polri bersikap ambivalen.
Sebab, lembaga itu berkesan lamban dalam memproses kasus Theo yang dianggap
melakukan provokasi di NTT dan Ambon, dibandingkan dengan kasus Ja'far. ''Polri
agar membuktikan kebenaran janji Kapolri Da'i Bachtiar di depan Komisi II DPR RI
pada Senin, 3 Juni 2002, yang menyebutkan penanganan kasus Theo Syafei akan
diteruskan sampai pengadilan,'' demikian salah satu poin pernyataan sikap UIS yang
ditandatangani Rohmat Syukur dari elemen Mahat Al Islam.
Pertanyaan itu kemarin disampaikan enam orang perwakilan UIS ke DPRD Surakarta.
Kepada Wakil Ketua Dewan HM Yusuf Hidayat, Rochmat, Cholid Hasan (Koordinator
UIS), Agus Setiawan (Pusdiklat Al Abror), Warsito Adnan, dan Yuperhan (FPIS) serta
Abu Rofiq (Laskar Mujahidin) meminta DPRD melanjutkan aspirasi itu ke DPR RI.
Dalam pernyataan yang dibacakan Warsito Adnan itu, UIS meminta DPR RI bersikap
proaktif mengontrol yang dilakukan Polri dan pemerintah. Sehingga tidak hanya puas
atas jawaban formal pada sidang-sidang komisi. Pada bagian lain, mereka
menganggap penangkapan Ja'far penuh muatan politik, dan bukan dalam hal
penegakan hukum.
Alasannya, Ja'far merupakan salah satu target Amerika Serikat (AS). Sehingga
penangkapannya dianggap terkait pesanan dan kehendak negara adikuasa itu.
''Karena itu, pemerintah/Polri perlu membebaskan Ustadz Ja'far Umar Thalib dan
melanjutkan proses penuntutan tindakan provokasi Theo Syafei yang telah membuat
kekacauan di NTT dan Ambon,'' tandasnya.
Wakil Ketua Dewan HM Yusuf Hidayat mengatakan, persoalan itu merupakan
masalah nasional. Karena itu, DPRD akan mengirim pernyataan sikap UIS itu ke DPR
RI, hari itu juga.
''Akan kami kirim pernyataan dan tuntutan UIS ini ke DPR, baik lewat faksimile
maupun surat formal, sehingga aspirasi ini bisa didengar para wakil rakyat di pusat,''
tuturnya.
Siap Disidangkan
Panglima Laskar Jihad Ja'far Umar Thalib yang mendekam di sel Mabes Polri
menegaskan, dirinya siap disidangkan di mana saja. Dia juga mengakui, dalam
kasusnya ada dua orang saksi yang dinilai memberatkan dan sangat meragukan.
''Saya siap disidangkan di mana pun sesuai dengan keputusan pemerintah,'' tegasnya
kepada wartawan sebelum salat jumat, di Mabes Polri, kemarin.
Dia menyebutkan, dari hasil pemeriksaan penyidik terhadap sejumlah saksi, ada dua
orang saksi yang memberatkan dirinya. Kedua orang saksi itu adalah anggota polisi
dan anggota Laskar Jihad sendiri.
''Namun, saya tidak kenal dengan saksi yang disebut-sebut sebagai anggota Laskar
Jihad tersebut. Karena itu, saya akan meminta penyidik mengonfrontasikan saya
dengan saksi itu,'' kata Ja'far yang meragukan keanggotaan saksi yang mengaku dari
Laskar Jihad itu.
Sebab, dia mengatakan, hal yang mustahil seorang anggota Laskar Jihad dengan
sengaja melanggar aturan yang diterapkan dalam kelompoknya. Apalagi, tujuan
kegiatannya di Maluku murni untuk kepentingan bangsa dan negara, serta melindungi
warga muslim yang ditindas di daerah Indonesia Timur itu.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pidana Umum (Dirpidum) Mabes Polri Brigjen
Polisi Arianto Suradi, seusai salat jumat di Mabes polri mengatakan, pihaknya tidak
akan memenuhi permintaan Ja'far tersebut. Dia mengemukakan, Ja'far tidak berhak
meminta hal itu.
''Seorang tersangka tidak berhak meminta dikonfrontasikan dengan saksi yang
dimintai keterangan penyidik. Dikonfrontasi atau tidak, itu hak penyidik. Toh nanti dia
akan bertemu dengan saksi-saksi di pengadilan,'' ujar Arianto yang tidak mau
meperdalam pertanyaan sejumlah wartawan.
Menyinggung kesiapan berkas pemeriksaaan terhadap Ja'far dan Alex Manuputty,
Arianto mengaku hingga kini dirinya belum menerima laporannya. ''Kami belum
menerima kabar. Kami masih menunggu berkas mereka dinyatakan P21,'' kata
Arianto singkat. (F1,bu, D11-64et)
Copyright © 2000 SUARA MERDEKA
|