SUARA PEMBARUAN DAILY, 14/8/2002
Brimob Diduga Terlibat Kerusuhan di Poso
PALU - Situasi keamanan di Poso, terutama di Desa Sepe dan Silanca, Kecamatan
Lage, mulai tenang. Namun kedua desa itu, hingga Rabu (14/8) hanya dijaga aparat
TNI. Aparat Polri untuk sementara ditarik karena adanya penolakan dari sebagian
masyarakat kedua desa tersebut, karena diduga ikut terlibat dalam penyerangan
terhadap kedua desa tersebut.
Kapolda Sulteng melalui Kadispen Polda AKBP Agus Sugianto yang dihubungi
Pembaruan melalui telepon di Poso, Rabu pagi mengatakan, aparat Brimob untuk
sementara belum ditugaskan menjaga keamanan di Sepe dan Silanca karena
sebagian masyarakat menolak kehadiran aparat Polri di sana.
"Kelihatannya ada masyarakat yang terprovokasi isu bahwa ada anggota Brimob ikut
menyerang Sepe-Silanca. Kita masih melakukan negosiasi dengan masyarakat,"
jelasnya.
Ia secara tegas membantah informasi yang menyebutkan sebanyak 17 anggota
Brimob ikut menyerang Desa Sepe-Silanca, Senin (12/8) malam, yang menyebabkan
kedua daerah itu jadi lautan api, ratusan rumah warga sipil rata dengan tanah.
"Anggota kita pada Senin pagi mau cari rekannya yang hilang di sekitar Silanca dan
setelah bernegosiasi dengan masyarakat, baru diizinkan masuk, Selasa pagi, tapi
Senin malamnya desa itu sudah diserang massa yang kita identifikasi sebagai
gerombolan bersenjata," katanya.
Saat ini, katanya, pihaknya masih menunggu informasi dari Pdt. Nelly Tan Alamako
STh mengenai sikap masyarakat, apakah akan menerima aparat Polri atau tidak.
Secara terpisah, Sekretaris Crisis Center Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST)
Pusat Tentena, Noldy Tacoh mengatakan, sekitar 17 anggota Brimob ikut menyerang
Desa Batugencu, Lage (dekat Sepe-Silanca) Senin malam.
Sesuai penuturan masyarakat kepada GKST, kata Noldy, ke-17 anggota Brimob itu
masuk melalui Desa Toyado menyerang Desa Batugencu.
Sebelumnya, Senin pagi aparat ingin masuk ke Silanca-Sepe, tapi dihalangi
masyarakat sehingga memutar ke Toyado dan menyerang Batugencu.
"Mereka ingin ke desa itu untuk mencari rekannya yang hilang sejak Sabtu lalu,
Bharada Andi Amir," jelasnya.
Noldy menambahkan, di Batugencu banyak ditemukan selongsong peluru
senjata-senjata organik dengan jenis dan kaliber tertentu dan kini diamankan untuk
menjadi barang bukti.
Belum Ditemukan
Kadispen Polda Sulteng mengakui, sampai Rabu pagi, Bharada Andi Amir, anggota
Brimob Polda Sulteng belum ditemukan. Petugas tersebut hilang bersama seorang
pengemudi ojek Agus, sejak Sabtu (10/8) ketika melewati Silanca-Sepe, menuju
Desa Tongko, Kecamatan Tojo, Poso.
Secara umum, menurut Agus, situasi Poso dan sekitarnya sudah tenang. Aktivitas
sosial ekonomi masyarakat terutama di Kota Poso, berjalan seperti biasa. Gejolak
hanya terjadi di daerah pinggiran, katanya.
Untuk itu, penjagaan keamanan diperketat terutama di daerah pinggiran. Sejumlah
3.380 personel gabungan TNI/Polri di Poso, katanya, kini diwaspadakan pada 104 pos
tersebar di sejumlah kecamatan.
Komando operasi keamanan dikendalikan langsung oleh Polda Sulteng dan di
lapangan bertindak Dankolaops Polri Kombes Pol Drs Imam Sujarwo Msi dari Jakarta.
Agus menambahkan, sampai Rabu, Pangdam VII/Wirabuana Mayjen TNI Amirul
Isnaeni dan Kapolda Sulteng Brigjen Pol Zainal Abidin Ishak, masih berada di Poso,
memantau situasi dan memberikan arahan dan dukungan kepada aparat yang
bertugas di daerah itu.
Masih Lumpuh
Pascapenyerangan Sepe-Silanca, hingga Rabu, arus transportasi kendaraan umum
khususnya jurusan Poso-Tentena-Pendolo- Makassar masih lumpuh total.
Masyarakat masih memasang blokade-blokade seperti batang kelapa, drum dan
batu-batu besar di daerah Ranononcu (arah Tentena) sehingga kendaraan umum tak
bisa lewat.
Dilaporkan pula sekitar 1.000 orang warga Sepe, Silanca, Batugencu umumnya
wanita dan anak-anak, saat ini bertahan di pinggir Sungai Tongko, yang mengalir di
sekitar Kecamatan Lage-Tojo dan bermuara di Sungai Poso.
Warga tersebut menyatakan akan kembali kalau keadaan desa mereka sudah mulai
aman.
Di Sepe, Silanca dan Batugencu sendiri, menurut keterangan Camat Lage,
Tamboeyoh, masih banyak warga yang bertahan, tidak mau mengungsi.
"Mereka tidur di atas puing-puing rumah yang hangus terbakar," kata Tamboeyoh
sedih.
Warga tersebut, katanya, tidak mau tinggalkan desanya, agar tidak diduduki orang
luar.
Ia menambahkan bahwa masyarakat kini sudah mulai tenang, namun masih trauma
dan berjaga-jaga di tempatnya masing-masing.
Sementara itu, lima warga Sepe-Silanca-Batugencu yang tewas akibat penyerangan
Senin malam, sudah dikuburkan Selasa petang. Masing-masing Y Ombitaka (60),
Ndolu Sulelino (31), Sena Kangea (32) dan Efrata Lagani (35) dikuburkan di Silanca,
sedangkan Eipius Montorutu (24) dikuburkan di Tentena. Kelimanya tewas terkena
tembakan peluru tajam.
Menurut Noldy, hari Selasa pihak gereja juga mengevakuasi satu jenazah dari Desa
Malei, Kecamatan Lage, yaitu Cikia yang belum diketahui penyebab kematiannya.
Selain itu, seorang warga di desa itu, Dolelia dinyatakan hilang bahkan diperkirakan
sudah tewas.
Hentikan Teror
Di Jakarta, Forum Peduli Masyarakat Poso (FPMP) meminta perhatian pemerintah
dan aparat keamanan agar secepatnya menghentikan aksi teror pembunuhan,
penembakan, dan pembakaran di Poso serta menemukan aktor di belakang aksi
tersebut.
Permintaan FPMP, yang terdiri warga Kristen dan Muslim yang berdomisili di Jakarta
dan sekitarnya, disampaikan oleh Ketuanya, Dra Hj Syamsiar Lasahido dalam jumpa
pers di Jakarta, Selasa (13/8).
"Kami menyesalkan dan prihatin atas pembakaran rumah, pembunuhan, dan teror
bom di berbagai tempat di Poso.
Termasuk penembakan warga Italia Lorenzo Taddei pada 8 Agustus lalu dan
penyerangan sepihak serta pembakaran rumah-rumah penduduk di Sepe dan Silanca
pada Senin kemarin," kata Syamsiar.
F PMP di Jakarta mendapat kesan seolah-olah pemerintah dan aparat keamanan
tidak tegas dalam menangani konflik di Poso.
Untuk itu, FPMP menyarankan kepada pemerintah untuk membuka kotak pengaduan
atas konflik di Poso.
"Kami minta kepada Presiden dan Wapres melalui aparat penegak hukum agar para
aktor intelektual, provokator, dan pelaku teror bom diusut, ditindak, dan diadili sesuai
hukum yang berlaku," kata Syamsiar.
Aparat keamanan harus bertindak tegas dalam mencegah dan menghentikan
kegiatan pelaku kerusuhan yang brutal dan tidak berperikemanusiaan ini.
"Semua pihak harus mencegah meluas dan berkembangnya kerusuhan dengan
menciptakan situasi yang kondusif, aman, dan nyaman bagi masyarakat,'' ujarnya.
(128/M-11)
Last modified: 14/8/2002
|