SUARA PEMBARUAN DAILY, 15/6/2002
Kunjungan Hamzah ke Ambon PPP Incar Kursi Gubernur Maluku
JAKARTA - Kunjungan Wakil Presiden (Wapres) Hamzah Haz ke Ambon Selasa
(11/6) lalu dinilai memiliki dua agenda politik, yakni mengincar posisi gubernur yang
masa jabatannya hampir berakhir dan dalam rangka pemilu 2004. Hal itu membuat
kunjungan tersebut, dari sudut fatsun politik kurang baik.
Demikian dikatakan Sosiolog dari Universitas Indonesia Thamrin Amal Tomagola
kepada Pembaruan, Sabtu (15/6) pagi di Jakarta. Dia dimintai komentarnya berkaitan
pernyataan Koordinator Dewan Pakar Jakarta Governance Watch (JGW) Amir
Hamzah.
Dalam pernyataan persnya yang diterima Pembaruan, Jumat (14/6) Amir Hamzah
mengemukakan, kunjungan Wapres Hamzah Haz ke Ambon direkayasa oleh Mayjen
(Purn) TNI Amir Syarifuddin yang sekarang menjabat sebagai Staf Ahli Wapres untuk
Penyelesaian Masalah Maluku yang juga merupakan anggota Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) pimpinan Wapres Hamzah Haz.
Menurut Amir, kunjungan Wapres ke Ambon memiliki agenda politik tersendiri, yakni
mendorong Amir Syarifuddin untuk menggantikan Gubernur Saleh Latuconsina.
"Sudah menjadi rahasia umum masyarakat Maluku bahwa Staf Ahli Wapres untuk
Penyelesaian Masalah Maluku, Mayjen (Purn TNI AD) Amir Syarifuddin, secara
diam-diam telah di-elus dan didorong untuk mengisi jabatan Gubernur Maluku pasca
M Saleh Latuconsina," kata Amir Hamzah. Pernyataan Wapres bahwa Gubernur
Maluku akan dicopot bila bendera Republik Maluku Selatan (RMS) tetap berkibar
harus dipahami dalam konteks itu.
Menurut Amir Hamzah, Amir Syarifuddin telah secara intens melakukan manuver
untuk jabatan Gubernur Maluku. Dia, tambah Amir Hamzah, sering melakukan
pertemuan dengan tokoh-tokoh Maluku di Ambon.
Thamrin Amal Tomagola membenarkan adanya rekayasa orang lingkaran dalam
Wapres dalam kunjungan tersebut. Hanya saja dia enggan menyebut orang dalam
yang dimaksud. Yang pasti, tambahnya, orang tersebut memiliki ambisi untuk
menjadi Gubernur Maluku menggantikan Gubernur M Saleh Latuconsina. Thamrin
menilai kunjungan Wapres ke Ambon dengan agenda politik seperti itu sangat tidak
baik.
Kunjungan Wapres ke Ambon juga harus dilihat dalam rangka pemilu 2004, terutama
untuk menjaring pendukung Islam. Kunjungan Wapres dengan agenda politik seperti
itu merupakan konsekuensi logis adanya rangkap jabatan antara pemimpin publik dan
pemimpin partai politik.
Karena itu, mutlak perlu perangkapan jabatan harus dilarang. Para pemimpin partai
politik tidak boleh menduduki jabatan publik secara bersamaan.
Sementara itu, Wakil Presiden Hamzah Haz yang ditanya wartawan usai membuka
Pekan Raya Jakarta (PRJ) di Kemayoran, Jumat (14/6) petang mengatakan tim
indepen yang dibetuk pemerintah melalui Ketetapan Presiden itu, diharapkan
mengungkap siapa yang mendorong lahirnya konflik sosial di Maluku. Sebab selama
ini sulit ditemukan siapa pendorong atau provokator munculnya konflik di Maluku.
"Kita harapkan Tim Investigasi juga meninjaklanjuti hasil pertemuan saya dengan
masyarakat untuk mendapatkan hasil yang nyata. Terutama mendapatkan informasi
yang tepat tentang provokator munculnya konflik di Ambon Maluku,'' katanya.
Pers Harus Objektif
Sedangkan dari Ambon dilaporkan bahwa Kapolda Maluku Brigjen Polisi Soenarko
AD mengharapkan pers bersikap arif dalam memberitakan konflik di Ambon.
Kejujuran dan keikhlasan harus menjadi hal penting untuk membantu pemerintah
maupun Polri dalam menyelesaikan konflik Maluku.
"Insan pers saya harapkan dapat mendukung pihak Polri sepenuhnya," ujar Kapolda
dalam diskusi interaktif dari jurnalis untuk perdamaian di Maluku Sabtu (15/6). Pers
tambahnya, harus objektif menyikapi masalah secara suprastruktur, infrastruktur dan
substruktur.
Di tempat yang sama Staf Ahli Bidang Hukum, Mohamad Ely,SH menjelaskan, pers
memang punya kontribusi dalam rangka untuk menyelesaikan konflik Maluku.
Menurut dia, Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku mengharapkan insan
pres di Maluku mengfokuskan diri bagaimana menyelesaikan konflik Maluku.
Sementara itu Ketua Dewan Pers Nasional Dr. Atmakusumah Astraatmadja
mengatakan, wartwan yang meliput di daerah konflik harus meneliti lebih jauh dan
berpikir lebih mendalam karena fakta bisa saja ditampilkan oleh provokator dengan
memancing reaksi pers untuk menciptakan opini. Para pejabat lanjut dia, juga harus
sadar bahwa informasi tidak bisa dibendung oleh karenanya pembatasan terhadap
media lokal tidak selamanya dilakukan.
Pers, menurut dia, tetap berusaha mengalirkan berita kepada masyarakat, karena
masyarakat masih tergantung kepada desas-desus yang dapat bertanggungjawab,
yang disajikan oleh media. "Untuk media provokatif, dewan pers hanya sebatas
menghimbau, lain halnya bagi radio yang menyiarkan berita provokatif sebenarnya
pihak penegak hukum bisa mencabut izin frekuensi yang dipergunakan radio
bersangkutan. (AD/W-8/VL)
----------
Last modified: 15/6/2002
|