SUARA PEMBARUAN DAILY, 18/6/2002
TAJUK RENCANA: Tim Investigasi Maluku Dinilai Kurang Mandiri
PEMBENTUKAN Tim Penyelidik Independen Nasional untuk Konflik Maluku,
ditanggapi beragam oleh berbagai pihak. Ada yang optimistis, di samping yang
pesimistis akan keberhasilan Tim. Argumentasi yang diajukan beraneka ragam.
Mereka yang pesimistis mendasarkan pendapatnya pada komposisi personalia Tim
yang dinilai kurang mandiri sehingga diragukan hasilnya (Pembaruan, 17/6/2002).
Sebaliknya, pihak yang optimistis mendasarkan pertimbangan pada keseriusan
pemerintah menindaklanjuti kesepakatan Malino II.
Tetapi mereka yang pesimistis akan keberhasilan Tim Penyelidik Independen
Nasional (TPIN) Konflik Maluku juga mendasarkan pertimbangannya pada
pengalaman selama ini. Sudah begitu banyak dibentuk tim dan komisi untuk
menyelesaikan berbagai masalah, namun hasilnya tidak kunjung nyata. Terakhir
dibentuk Komisi Penyelidik Nasional (KPN) kematian Theys H. Eluay, tapi sampai
sekarang belum diketahui hasilnya. Bahkan ada anggapan, pembentukan KPN itu
bertujuan untuk mengalihkan persoalan. Sebab kalangan tokoh Papua melihat kasus
pembunuhan Theys dan penghilangan sopirnya, Aristoteles Masoka, merupakan
pelanggaran HAM berat. Sedang KPN cenderung berkesimpulan kasus tersebut
merupakan kriminal biasa.
Lagi pula sejak konflik Maluku meletus Januari 1999 lalu, serangkaian tim dan komisi
sudah dikirim ke daerah itu baik oleh instansi resmi, maupun DPR dan Komnas HAM.
Pihak Polri misalnya sudah berkali-kali mengirim tim investigasi ke Maluku. Demikian
juga Pusat Polisi Militer TNI. Pimpinan umat beragama pun tidak ketinggalan
melakukan serangkaian pertemuan dengan berbagai komunitas di Maluku. Tetapi
hasilnya tetap saja tidak seperti diharapkan dan konflik bukannya mereda melainkan
makin meluas dan bahkan kabarnya sudah bergeser ke arah konflik vertikal dari
tadinya konflik horizontal.
JADI, bukannya kita pesimistis terhadap pembentukan TPIN Konflik Maluku
berdasarkan Keppres No 38 Tahun 2002, tanggal 6 Juni 2002. Tetapi kita bercermin
pada fakta selama ini, di mana pembentukan berbagai tim dan komisi penanganan
sejumlah masalah, berakhir tanpa hasil yang memuaskan. Bahkan tidak jarang
hasil-hasil yang dicapai oleh berbagai tim dan komisi yang dibentuk, tidak ada
kelanjutannya, atau terhenti di tengah jalan. Kalaupun ada hasil yang diharapkan
mampu menuntaskan suatu masalah, sering tidak ada kelanjutan akibat perbenturan
kepentingan antara sesama elite ke- kuasaan.
Sebab bukan rahasia lagi aparat penegak hukum di Maluku dan Ambon khususnya
sudah terkotak-kotak. Mantan Kapolda Maluku, Firman Ghani antara lain mengakui
bahwa Polri di wilayah konflik misalnya sudah terbagi dua. Anggota Polri beragama
Kristen berada di wilayah berpenduduk Kristen. Sebaliknya anggota Polri beragama
Islam berada di wilayah berpenduduk Islam. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya
penanganan keamanan dan penegakan hukum dalam keadaan aparat sudah terbagi
dua dan tidak netral lagi.
PADA sisi lain, pembentukan TPIN Konflik Maluku itu sebenarnya sudah agak
terlambat. Tim seperti itu seharusnya sudah dibentuk segera setelah kesepakatan
Malino II beberapa bulan lalu. Selain agak terlambat, juga mengingat kompleksitas
pertikaian, di samping peristiwanya sudah berlangsung lama dan telah menelan
ribuan korban nyawa manusia, maka tidak ayal lagi, integritas, kredibilitas, dan
independensi TPIN Konflik Maluku menjadi sangat absolut. Tetapi melihat pada
komposisi personalia TPIN Konflik Maluku di satu pihak serta pengalaman atas
pembentukan berbagai Tim dan Komisi selama ini di pihak lain, sangat beralasan
apabila ada kalangan yang pesimistis akan hasilnya.
Sebab itu, kita hendak mengatakan, jangan sampai pembentukan TPIN Konflik
Maluku itu dimaksud hanya sekadar menunjukkan keseriusan pemerintah menangani
konflik, bukan didasarkan pada keyakinan bahwa akar masalah yang menyebabkan
pertikaian berdarah itu dapat diungkap secara jelas oleh Tim tersebut. Kalau bukan itu
yang menjadi tujuan akhir pembentukan Tim, maka dikhawatirkan nasib TPIN Konflik
Maluku ini sama saja dengan Tim dan Komisi sebelumnya. Apalagi ada dugaan
bahwa pembentukan tim itu terkesan sebagai upaya pemerintah untuk
menutup-nutupi keterlibatan elite politik dan TNI sekaligus mengaburkan tragedi
kemanusiaan di Maluku. Jadi, mampukah Tim itu mengungkap akar konflik?
----------
Last modified: 18/6/2002
|