TEMPO, 12 juni 2002
Mayjen TNI Djoko Santoso: Tiga Langkah Tangani Maluku
Dia belum lama menyandang jabatan itu, tapi semua mata sudah menyorot. Apa
yang akan dikerjakan Mayjen TNI Djoko Santoso, Panglima Kodam Pattimura
sekaligus Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan Maluku? Berikut ini
wawancara Bernarda Rurit dari Tempo News Room dan Arif Adi Kuswardono dari
Majalah TEMPO dengan jenderal santun itu.
------------------------------------------------------
Anda sudah identifikasi kegiatan dan tempat latihan desertir di Maluku?
= Kalau saya sebutkan, nanti mereka pindah, dong!
Ada yang sudah ditangkap?
= Kami sedang membuat inventaris, termasuk senjata-senjatanya. Masing-masing
satuan sedang mencari. Di Angkatan Darat sendiri enggak banyak, hanya puluhan. Di
antaranya banyak yang sudah kembali.
Saat Pangdam Pattimura dipegang Brigjen TNI I Made Yasa, jumlah desertir
mencapai 120 orang. Angkanya masih seperti itu?
= Oh, enggak, mereka sudah mulai kembali (ke pasukan).
Rencana Anda mengatasi para desertir, termasuk para siluman?
= Ya, kami inventarisasi dulu yang desersi, kemudian kita imbau kembali ke
kesatuan. Bila tak mau mengikuti perintah, baru ditangkap.
Bukankah KSAD meminta mereka ditembak bila tak mau kembali?
= Ya, enggak usahlah pakai begitu-begitu. Itu kan sebenarnya hanya prosedur
tindakan. Kami akan bersikap keras dan tegas berdasarkan hukum. Porosnya adalah
penegakan hukum.
Bisakah aparat keamanan bersikap netral, profesional dan memberi jaminan
keamanan pada rakyat di Maluku?
= Aparat keamanan itu harus netral. Cuma, permasalahan keamanan itu harus
dipahami sebagai muara dari aliran masalah dari berbagai aspek kehidupan. Ada
aspek politik, ideologi, ekonomi, budaya, hukum. Jika berbagai aliran itu airnya keruh,
muaranya juga keruh. Insya Allah, kami bisa menjamin keamanan. Kami akan
melakukan konsolidasi untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Kita adakan
pos-pos untuk penegakan keamanan, sweeping dan patroli untuk menegakkan
keamanan. Kita coba juga membangun dialog-dialog di antara berbagai pihak.
Bisa tahu konsep Anda sebagai panglima keamanan?
= Yang pertama, melakukan konsolidasi internal di kalangan TNI sendiri maupun
konsolidasi eksternal dengan polisi untuk meningkatkan keterpaduan. Kedua,
meningkatkan upaya-upaya untuk keamanan dan ketertiban. Ketiga, adakan upaya
rekonsiliasi. Ketiga langkah ini berjalan secara simultan dan bertahap.
Anda diangkat antara lain untuk menata koordinasi TNI, polisi, dan penguasa darurat
sipil. Bagaimana Anda akan menangani itu?
= Alhamdulillah, saya sudah melakukan apel dengan kepolisian. Saya juga datang ke
asrama Brimob dan berdialog dengan keluarga polisi di situ. Komando operasi sendiri
memang berada di bawah kendali gubernur sebagai penguasa darurat sipil daerah.
Kendala apa yang Anda hadapi?
= Setiap penugasan pasti ada kendalanya. Namun, dengan koordinasi yang baik
dalam pelaksanaan tugas, semoga bisa kami atasi. Akhir dari masalah Maluku, saya
kira, harus melalui rekonsiliasi dan rehabilitasi daerah dan didukung oleh semua
pihak. Kalau itu belum tercapai, enggak akan bisa.
Dulu pernah juga dilakukan upaya rekonsiliasi dari gubernur, tapi gagal. Apa Anda
yakin sekarang bisa dilakukan?
= Rekonsiliasi kami coba rintis dengan dialog-dialog awal. Kita juga harus
mempelajari penyebab kegagalan rekonsiliasi sebelumnya.
Anda sadar menjadi sorotan nasional tapi juga masyarakat internasional?
= Ya, saya sadar. Saya kan perwira tinggi.
Bagaimana soal penarikan Laskar Jihad dan Front Kedaulatan Maluku?
= Yah semuanya dalam proses. Himbauan-himbauan. Kami adakan dialog-dialog.
Soal FKM, sudah dilakukan, sudah ditarik. Kabinet FKM kan sudah dibekukan
penguasa darurat sipil.
Laskar Jihad minta jaminan keamanan warga muslim, bila mereka ditarik ke luar
Maluku. Aparat bisa melakukan itu?
= Insya Allah kita bisa menjamin keamanan mereka.
Bagaimana dengan kelompok preman, seperti geng Coker pimpinan Berty Loupatty,
yang dikenal dekat dengan militer?
= Hmmm…jadi begini yah hakekatnya pelanggaran terhadap kedaulatan rakyat.
Apapun yang terjadi semuanya didekati dari hukum. Soal aparat keamanan, kami
akan terus memberikan pengertian. Pada kalangan komandan, kami terangkan tuga
dan tanggungjawab TNI.
Dalam konflik di Maluku, senjata TNI dan Polri tak sedikit yang hilang. Ada yang
bilang, senjata itu disewakan. Bagaimana mengontrol itu?
= Yah kan kami menginventaris senjata. Tapi saya kan belum sampai di situ karena
baru empat hari.
Ada rencana mengadili Alex Manuputty, pimpinan FKM, di Jakarta. Anda
mendukung?
= Itu bukan menjadi wewenang saya. Itu wewenang penguasa darurat sipil yang
ditangani Kejaksaan Tinggi Maluku.
Tempo hari Gubernur Saleh Latuconsina mengeluhkan masalah koordinasi dengan
petinggi TNI dan Polri. Apa tanggapan Anda?
= Sejauh yang saya alami ternyata baik. Tidak ada masalah. Itu yang saya rasakan
empat hari bertugas di sana.
Hubungan Anda dengan petinggi kepolisian di Maluku?
= Selama ini tidak ada masalah. Saya apel di sana, enak. Saya ngobrol dengan
polisi. Ada upacara pengembalian yang tugas dan menerima anggota Brimob, dan
saya menjadi inspektur upacara. Seperti di Jawa Tengah begitu. Kalau polisi yang
tugas, Panglima Kodam yang mengantar. Kalau polisi upacara, kami yang jadi
inspektur. Kalau upcara prajurit TNI, yang menjadi inspektur Kapolda. Kan begitu.
Mudah-mudahan baku tembak polisi dan Kopassus, seperti terjadi di Kudamati tempo
hari, tidak terjadi lagi. Kita kan mintanya yang enak-enak saja.
Ada tuduhan keterlibatan anasir internasional. Juga ada kabar 100 warga Belanda
yang menengok ke sana. Anda melihat keterlibatan itu?
= Secara jelas belum ada, yah mudah-mudahan tidak begitu berpengaruh. Soal
seratus warga Belanda itu, aku belum tahu, orang baru kok.
Indikasi "orang Jakarta" terlibat konflik Maluku?
= Saya sendiri belum tahu, saya kan orang baru. Yah, informasi dasar ada.
@ tempointeractive.com
|