KOMPAS, Selasa, 29 Juni 2004
Mantan Pamswakarsa Minta Pertanggungjawaban Wiranto
Jakarta, Kompas - Para mantan anggota pasukan pengamanan swakarsa
(pamswakarsa) meminta Jenderal TNI (Purn) Wiranto selaku mantan Panglima TNI
mengakui keberadaan mereka dan pernah mengeluarkan kebijakan terkait
pengerahan pamswakarsa pada Sidang Istimewa (SI) MPR tahun 1998 lalu.
Demikian dikemukakan juru bicara pamswakarsa Darwin Agus, Senin (28/6). Dia juga
mendesak Wiranto merevisi tulisannya dalam buku Bersaksi Di tengah Badai, yang
menurut Darwin menafikkan sekaligus menyakiti hati mereka lantaran tidak mengakui
adanya pamswakarsa.
"Kami kecewa. Menurut kami Wiranto membohongi publik dengan tidak mengakui
keberadaan kami. Kami sakit hati. Kalaupun dia menyangkal, bagaimana bisa
sebagai Panglima TNI Wiranto tidak tahu ada dua orang anak buahnya (Mayjen Kivlan
Zen dan Brigjen Adityawarman) bergerak di lapangan mengoordinasikan kami," ujar
Darwin.
Lebih lanjut tambah Darwin, sebenarnya secara tidak langsung Wiranto dalam
bukunya mengindikasikan TNI tahu soal kebijakan pengerahan pamswakarsa. Saat
itu Panglima TNI menggelar Operasi Mantap, yang termasuk di dalamnya adalah
mendirikan pamswakarsa.
"Bisa saja kami tuntut Wiranto secara hukum. Kami hanya ingin Wiranto revisi
bukunya dan mengakui keberadaan kami secara terbuka. Jika perlu malah ada
semacam penghargaan," tambah Darwin.
Bukan masalah pribadi
Menanggapi tuntutan mantan anggota pamswakarsa itu, secara terpisah Ketua Tim
Litigasi Wiranto, Yan Juanda, menilai bahwa tuntutan agar Wiranto membuat
pernyataan mengakui keberadaan pamswakarsa adalah tidak relevan. Pasalnya, saat
Wiranto menjadi Panglima TNI, hal tersebut sudah dijelaskan dalam kapasitasnya
sebagai wakil pemerintah.
"Kalau sekarang beliau harus membuat pernyataan dalam kapasitas apa? Beliau
sudah menjelaskan mewakili pemerintah. Ini bukan masalah pribadi," papar Yan.
Lebih lanjut, Yan Juanda juga mengharapkan kepada seluruh pihak untuk melihat
persoalan di masa lalu secara proporsional dan disesuaikan dengan konteks waktu
itu, serta tidak didasarkan pada tendensi politik.
Dia khawatir apabila hal ini terus dikembangkan malah akan mengganggu proses
pemilihan umum peresiden, di mana Wiranto kini menjadi salah seorang calon
presiden.
"Dikarenakan telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kampanye negatif.
Kenapa baru sekarang dikembangkan? Kenapa dulu tidak dipersoalkan ya?" tanya
Yan Juanda. (dwa/sut)
Copyright @ PT. Kompas Cyber Media
|