KOMPAS, Senin, 31 Mei 2004
Pernyataan Kepala BIN Dinilai Hidupkan Kembali Mesin Represi
Jakarta, Kompas - Sejumlah tokoh mencemaskan pernyataan pejabat negara yang
mengandung intimidasi terhadap sejumlah organisasi masyarakat dan perorangan
yang sedang menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia di Tanah Air.
Pernyataan itu mengulangi cara-cara lama untuk menciptakan rasa takut dan rasa
saling curiga. Keadaan ini akan menghidupkan kembali mesin represi dengan alasan
keamanan.
Pernyataan sejumlah tokoh disampaikan di Sekretariat Perkumpulan Membangun
Kembali Indonesia pimpinan Nurcholish Madjid di Jakarta, Minggu (30/5). Para tokoh
itu adalah Nurcholish Madjid, Ade Rostina Sitompul, Bambang Harymurti, Goenawan
Mohamad, Hadimulyo, Hamid Basyaib, Nono Anwar Makarim, Tamrin Amal
Tomagola, Todung Mulya Lubis, dan Ulil Abshar Abdalla.
Pernyataan itu dikeluarkan berkenaan dengan pernyataan Kepala Badan Intelijen
Negara (BIN) Hendropriyono dalam rapat tertutup di Komisi I DPR, 25 Mei. Seperti
dikutip anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Yasril Ananta Baharuddin,
dalam rapat itu, BIN juga sempat membeberkan 20 lembaga swadaya masyarakat
dalam maupun luar negeri yang diduga bisa mengganggu keamanan. (Kompas, 26/5)
Hendropriyono seusai sidang kabinet 27 Mei mengatakan, "Rapat koordinasi intelijen
menilai bahwa Sidney Jones (aktivis International Crisis Group/ ICG) atau siapa pun
juga orang Indonesia yang merugikan bangsanya sendiri, yang menjual untuk dapat
uang, kita catat dulu. Bukan kita biarkan...." (Kompas, 28/5).
Nurcholish yang membacakan lima butir pernyataan bersama itu mengatakan,
demokratisasi di Indonesia telah berjalan baik. Pemilihan umum sukses dan
berlangsung secara aman. "Ini menunjukkan bahwa rakyat lebih matang dan cerdas
ketimbang yang digambarkan pejabat itu," ujarnya.
Ia mengemukakan, demokrasi, penghormatan terhadap HAM, kemerdekaan
berserikat dan berpendapat, serta keterbukaan merupakan kebanggaan bangsa
Indonesia. "Jangan kita melangkah mundur. Kami mendesak pemerintah, DPR, dan
lembaga peradilan tidak meninggalkan cita-cita reformasi," kata Nurcholish.
Menjual bangsa
Todung Mulya Lubis menambahkan, dari 20 LSM yang disebut menjual bangsa, ia
berada di 10 LSM di antaranya. "Apakah saya menjual bangsa, saya tidak pernah
menjual bangsa ini," katanya. Ia menjelaskan, laporan yang dibuat ICG, Imparsial,
atau LSM lain betapa kritis sekalipun selalu fungsional. Ketidaksediaan pemerintah
menerima kritik adalah kecurigaan picik warisan masa lalu. "Saya kira yang
mencintai bangsa ini bukan hanya pemerintah. Saya tidak tahu apakah pemerintah
benar-benar mencintai karena banyak utang dan persoalan yang ditinggalkan anak
cucu Saya kira LSM, masyarakat sipil mencintai bangsa dengan tulus. Kritik itu
bagian dari kecintaan," katanya.
Lubis yang sudah bertemu Hendropriyono mengemukakan tidak tahu persisnya 20
LSM yang mana yang dimaksud BIN. Namun, bisa diperkirakan adalah LSM yang
banyak melontarkan kritik. "Yang dianggap kritis, misalnya mungkin Imparsial,
Elsam, Transparansi Internasional, dan Institut Studi Arus Informasi. Saya tidak tahu
mana karena tidak pernah disebutkan," katanya.
Nono Anwar Makarim menambahkan, sebagian dari menciptakan ketakutan itu
adalah tidak menyebut nama sehingga semua orang saling curiga. "Mestinya Pak
Hendropriyono dikejar untuk membuka nama. Jangan ditutup-tutupi," ujar Tamrin.
Lubis memperkirakan, laporan ICG yang dianggap mengganggu keamanan
kemungkinan laporan soal Aceh dan Papua. Laporan ICG itu misalnya berjudul Aceh
yang Rapuh: Kenapa Opsi Militer Tidak Jalan, Aceh: Kenapa Campur Tangan Militer
Tidak Membawa Perdamaian yang Abadi, atau Bagaimana Papua supaya Papua
Tidak Terpecah.
Ia mengingatkan, ICG adalah organisasi yang didirikan tokoh internasional, seperti
mantan presiden Finlandia dan mantan Presiden Filipina Fidel Ramos, serta mantan
Perdana Menteri India, Belgia, Menlu Australia, Menlu Swedia, Menlu Inggris. "Ini
semua punya jaringan internasional yang sangat luas. Saya kira sangat salah untuk
mengatakan laporan ICG sebagai laporan yang sengaja memojokkan. ICG memang
mandatnya membuat laporan tentang konflik," papar Lubis. (SIE/BUR/MH)
Copyright @ PT. Kompas Cyber Media
|