The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Media Indonesia


Media Indonesia, Rabu, 09 Juni 2004

EDITORIAL

Konflik di Timika dan Penyelesaian SARA

PERANG antarsuku di Timika, Papua, yang menewaskan empat orang dan melukai hampir 100 orang, kian menyadarkan kita betapa persoalan yang bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) memang belum tuntas. Bahkan, ia masih menjadi potensi konflik yang serius dan bisa menjadi bom waktu.

Memang, korban di Timika kecil dibandingkan korban kerusuhan bernuansa SARA seperti yang terjadi di Ambon, Sampit, dan Poso. Tetapi, konflik SARA sekecil apa pun jika salah penanganan bisa berkembang menjadi besar dan mengguncang stabilitas nasional.

Bukankah kerusuhan Ambon bermula hanya konflik dua orang berlainan agama? Tetapi, karena tidak ada langkah pencegahan yang tepat dan cepat, akhirnya bergulir seperti bola salju. Kian membesar dan berkembang menjadi konflik yang berskala luas, memakan banyak korban, dan berlangsung amat lama.

Hingga kini, konflik di Ambon pun belum sepenuhnya lenyap. Padahal, telah berlangsung lima tahun. Pihak-pihak yang mestinya mencari solusi pun, seperti aparat keamanan, malah terlibat dalam konflik yang telah menewaskan ribuan orang itu.

Perang antarsuku di Timika mudah-mudahan tidak mempunyai motif politis atau yang lain. Sebab, konflik bisa membesar jika ada pihak ketiga atau ada dalangnya. Apalagi, di negeri ini, teramat banyak 'penumpang gelap' yang sering memanfaatkan situasi untuk mengail di air keruh. Artinya, memang ada pihak yang mengharapkan konflik terus berlangsung agar bisa mengambil manfaat langsung.

Karena itu, sekaranglah mestinya menjadi momentum yang tepat bagi para calon presiden dan wakilnya yang tengah berkampanye selama satu bulan, untuk menawarkan solusi mengatasi konflik SARA. Sebab, hampir semua capres berjanji akan membuat negara lebih stabil dan aman, tetapi sejauh ini tidak ada formula yang tepat bagaimana membuat negara stabil tanpa bedil.

Penyelesaian konflik SARA menjadi amat mendesak, sebab sudah berganti-ganti rezim, tetapi tidak ada contoh penyelesaian terbaik. Buktinya, konflik selalu berulang dan bedil selalu ikut bicara. Jika tidak cepat dan tepat dalam menyelesaikan, berbagai perbedaan yang mestinya menjadi kekuatan, justru akan terus-menerus menjadi bencana.

Indonesia sebagai negara yang mempunyai keunikan dalam keberagaman ini, mestinya mempunyai formula bagaimana menyatukan perbedaan-perbedaan dengan meninggalkan cara-cara lama yang sering berdarah.

Ahli kebudayaan, pakar sosiologi, antropolog, tokoh agama dan adat yang kini lebih banyak mengurusi politik, mestinya bisa dimintai sumbangan pemikiran terbaiknya. Yakni bagaimana membangun toleransi antarkita yang beragam ini. Pendekatan multikulturalisme mestinya bisa menjadi alternatif solusi.

Sebab, di mana pun di seluruh komunitas adat di nusantara ini, mempunyai kearifan lokal untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Masalahnya, selama ini, kearifan lokal kita banyak yang tereduksi karena alasan nasionalisme atau jargon 'persatuan dan kesatuan nasional' yang salah kaprah penerapannya.

Copyright © 2003 Media Indonesia. All rights reserved.
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/urimesing
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044