The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Maluku Media Centre


Maluku Media Centre, Rabu, 28/07/2004 20:25:19 WIB

Aliansi Mahasiswa Desak KPK usut Korupsi di Maluku

Reporter : Azis Tunny

Ambon, MMC --- Aliasi Gerakan Anti Korupsi yang terdiri dari 11 elemen mahasiswa di Maluku turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi, Rabu (28/7). Sedikitnya 50 mahasiswa yang tergabung dalam barisan aliansi mahasiswa intra dan ekstra kampus itu mendesak agar Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) turun-tangan menangani berbagai kasus korupsi yang terjadi di Maluku.

Kelompok mahasiswa yang menggelar aksi demonstrasi berasal dari OKP dan senat mahasiwa dari berbagai universitas di Maluku. Di antaranya dari Universitas Pattimura, Universitas Kristen Indonesia Maluku, Universitas Darussalam Ambon, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ambon dan Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri Ambon. Menurut para pendemo, aksi tersebut dilakukan untuk menyelamatkan hak-hak rakyat Maluku yang diambil oleh para koruptor.

Dengan membentang spanduk dan poster-poster berisi kecaman terhadap para koruptor dan permintaan agar KPK turun ke Maluku, para pendemo mendatangi kantor Gubernur Maluku, kantor Walikota Ambon, kantor Kejaksaan Tinggi Maluku dan gedung DPRD Maluku, sambil melakukan orasi mengkecam perilaku korupsi yang dimiliki oknum-oknum pejabat Maluku.

Ketua Senat Mahasiswa Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Jimy Papilaja, sebagai koordinatir aksi, mengatakan, aksi turun ke jalan terpaksa dilakukan akibat ketidakpastian penegakkan hukum terhadap berbagai kasus korupsi yang terjadi. Dia menilai, berbagai proyek pemerintah tidak berjalan semestinya dan terindikasi banyak terjadi penyimpangan.

Dia menyebutkan, salah satu masalah yang terindikasi terjadi penyelewengan uang negara adalah masalah pengungsi korban kerusuhan tahun 1999 yang hingga kini masih tersisa 36.898 Kepala Keluarga (KK), belum ditambah pengungsi korban kerusuhan 25 April 2004 lalu. Permintaan daerah ke pusat untuk membantu pengungsi pada tahun 2003 menurutnya sudah sangat banyak namun itu tidak menyelesaikan masalah. Untuk tahun 2003 saja, permintaan daerah sebanyak Rp 665 miliar lebih, dan direalisaikan sebanyak Rp 176 miliar lewat APBN dan Rp 30 miliar lewat ABT.

Kemudian untuk tahun 2004, diminta lagi sebanyak Rp 4,83 miliar dari APBD Maluku dan sekitar Rp 200 miliar dari APBN. Belum lagi kasus 25 April 2004 yang menambah jumlah korban kerusuhan. Ini juga membuat pemerintah daerah meminta bantuan dana ke pemerintah pusat. "Kalau terus meminta dan meminta tapi tidak ada realisasi di lapangan, ini kan indikasi terjadi penyimpangan keuangan negara," ujarnya.

Selain itu, kawasan Poka-Rumah Tiga di Kecamatan Teluk Ambon Baguala yang merupakan daerah terparah kerusakannya akibat konflik, 25 April, dalam laporan pemerintah daerah ke pusat disebutkan ada 10 barak pengungsi yang terbakar. Sementara yang terjadi di lapangan hanya lima barak yang terbakar dengan harga per satu barak senilai Rp 50 juta. Belum lagi penyaluran bahan bangun rumah (BBR) dan bantuan jaminan hidup untuk pengungsi Kota Ambon yang terdapat 279 kasus fiktif yang tidak jelas pertanggungjawabannya. Karena dari dana yang diminta untuk membantu 4.947 KK pengungsi, yang terealisasi hanya untuk 4.668 KK.

Dia menilai, situasi konflik Maluku yang terjadi sejak tahun 1999 lalu, telah dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mendatangkan bantuan pemerintah pusat. Padahal, dampak dari bantuan pemerintah pusat dalam bentuk APBN maupun ABT tidak terasa langsung oleh masyarakat yang merupakan korban dari kerusuhan.

"Kami berpikir ke arah situ. Jangan-jangan ada oknum-oknum yang mencoba melanggengkan konflik agar pemerintah pusat terus mendatangkan uang ke daerah ini. Permintaan kami hanya satu yakni KPK harus datang ke Maluku," tegas dia.

Dia menandaskan, para mahasiswa yang menanggalkan latar belakang agama dan mengusung satu tekad itu akan terus mendesak sampai KPK bisa turun ke Maluku menyelidiki berbagai kasus korupsi yang terjadi. Bahkan dia mengancam akan menurunkan massa dalam jumlah yang lebih besar lagi.

"Kami akan terus berupaya dan tidak ada kata bagi kami kalau KPK tidak turun. Ini bukan aksi terakhir dari kami, kami akan terus mengawal proses ini, kami akan turun dalam jumlah yang besar lagi dan bahkan klimaksnya nanti kami akan mengajak komponen masyarakat Maluku yang merasa haknya ditindas dan dikebiri oleh oknum-oknum korputor," tandasnya.

Ketua Dewan Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ambon, Sabarudin Rery menambahkan, pihaknya tidak akan mundur untuk mendesak agar KPK turun tangan menangani kasus korupsi di Maluku. "Kami sepakat untuk tidak ada kata mundur dan tidak ada kata tidak. Ini sudah menjadi komitmen kami yang tergabung dalam aliasi ini", ujarnya.

Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Pattimura, Yoga Papilaja menyatakan kesiapannya dalam upaya mendorong penegakan hukum di daerah Maluku. Dia mengatakan, akan terus melakukan konsolidasi besar-besaran dengan seluruh mahasiswa Unpatti untuk bergerak bersama melakukan aksi moral terhadap berbagai kasus korupsi di Maluku yang dirasakannya sudah sangat kronis.

"Ini adalah bagian dari visi mahasiswa yang telah berkomitmen untuk memberantas KKN di negeri ini. Khusus di Maluku, sejumlah anggaran daerah yang terindikasi disalahgunakan sudah mencapai tahapan kronis. Karena itu demi rakyat Maluku, hal ini tidak boleh dibiarkan terus berlanjut. Inilah perjuangan kami," tegas Papilaja.

Sebelumnya, sebanyak 23 raja (pemerintahan adat) atau kepala desa di Pulau Ambon menyatakan siap memerangi tindak korupsi di Maluku. Para raja yang menyatakan dukungannya terhadap pemberantasan korupsi ini juga meminta agar KPK turun ke Maluku guna menelusuri sejumlah kasus korupsi yang banyak melibatkan para pejabat di Maluku. Hal tersebut terungkap saat "Baku Dapa Basudara Jasirah Hitu" di Waiheru, Kecamatan Baguala Ambon, Rabu (21/7) lalu.

Rupanya masyarakat di Maluku kian tak sabar menanti datangnya KPK. Selain ditunjukkan lewat aksi mahasiswa, luapan kemarahan juga datang dari masyarakat. Komunitas masyarakat Kabupaten Maluku Tenggara juga tengah disiapkan untuk menekan pemerintah. Setidaknya, inilah pesan yang disampaikan Agustinus Ufie, yang juga tokoh pemuda Maluku Tenggara kepada MMC di Ambon, Selasa (27/7).

Dicontohkannya, kasus kawasan tertinggal (Kater) di Maluku Tenggara Barat senilai Rp 6,7 miliar, Kolsergate di Tual (Maluku Tenggara) senilai Rp 5 miliar, mobil fiktif di Dinas Kehutanan Provinsi Maluku senilai Rp 182 juta, serta masalah lain yang hingga kini belum diketahui pasti penanganannya. Belum lagi masalah korupsi yang telah mengeksploitasi hak-hak para pengungsi.

Dia berpendapat, berbagai kasus korupsi yang terjadi seakan-akan telah melengkapi penderitaan masyarakat Maluku yang terkena konflik lima tahun terakhir ini. Bahkan menurutnya, kerusuhan malah sering dijadikan kesempatan bagi mereka yang tidak bertanggung jawab untuk mengeruk keuntungan pribadi. "Karena itu selaku generasi muda, kami sangat menghendaki agar berbagai kasus korupsi harus benar-benar dituntaskan," katanya.

Keinginan untuk mendatangkan KPK juga datang dari tokoh muda Maluku Tenggara, Benhur Watubun. Benhur mengaku bahwa saat ini dia dan teman-temannya sedang menggalang kekuatan di komunitas Masyarakat Maluku Tenggara yang berada di Ambon untuk menekan KPK. Tak hanya itu, ancaman aksi besar-besaran pun tak lepas dari strategi mereka. "Warga Malra tetap akan turun melakukan demo soal proyek air bersih sebesar Rp 1,3 miliar di Maluku Tenggara maupun proyek-proyek lain yang diduga bermasalah. Dan ini bukan sekadar gertakan", tegasnya.

Menurut mantan ketua PMKRI Cabang Ambon ini, aksi tersebut akan berhenti hingga KPK menyatakan kesediaan datang ke Maluku untuk memeriksa berbagai penyimpangan proyek. Sambil menggalang kekuatan warga Maluku Tenggara, Watubun mengungkapkan, saat ini pihaknya sedang mempersiapkan data-data untuk disampaikan ke KPK dan International Coruption Watch (ICW). Sebagian data tersebut menurut dia sudah dirampungkan.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Darussalam, Fahmi Tehupelasurry menyatakan kasus pembelian pesawat yang melibatkan Gubernur Abdullah Puteh di Nangroe Aceh Darussalam dan diusut KPK, tidak seberat yang terjadi di Maluku. Pasalnya, kasus Puteh tidak menyentuh kepentingan masyarakat. Namun kasus penyimpangan proyek di Maluku, semuanya terkait dengan kehidupan masyarakat. Dia menyebutkan, indikasi penyimpangan uang negara yang melibatkan oknum pejabat di daerah hampir seluruhnya terjadi di wilayah Maluku.

"Dua kasus ini, kalau dilihat dari kepentingan masyarakat, maka akan sangat berbeda nilainya. Kasus Aceh memang ditangani KPK, tapi tidak terlalu menyentuh kepentingan masyarakat. Tapi berbagai indikasi penyimpangan di Maluku berkaitan dengan hayat hidup masyarakat Maluku," katanya membandingkan.

Menurutnya, kinerja Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Provinsi Maluku tak bisa diharapkan. Pasalnya secara struktural, Bawasda adalah bawahan. "Bagaimana bisa Bawasda melakukan pengawasan. Kalau bisa, paling laporan Bawasda hanya sampai di atas meja. Setelah itu akan menjadi arsip abadi yang tidak pernah ditindaklanjuti," ujar Fahmi.

Sikap pesimistis terhadap kinerja Bawasda ini juga datang dari anggota DPRD Maluku, Drs Darul Kutni Tuhepaly. Menurutnya, laporan Bawasda hanya akan sampai di Gubernur. Setelah itu entah kemana. "Kinerja Bawasda selama ini patut dipertanyakan," tambahnya.

Terakit hal itu, caleg PPP terpilih untuk daerah pemilihan kota Ambon pada Pemilu Legislatif kemarin menyatakan, seharusnya ada satu tim independen di luar struktur birokrat pemerintahan sehingga pengawasan yang dilakukan benar-benar murni dan hasilnya dapat disampaikan secara transparan kepada publik.

Ketua Bawasda Maluku, J. Pattinama, saat dikonfirmasi hal ini tidak berkomentar banyak. "Kami bisa mengekspos hasil temuan kami setelah ada gelar pengawasan,, kata Pattinama ketika di temui di Kantor Gubernur Maluku. Kendati demikian, dirinya berjanji akan mengekspos hasil temuan pihaknya usai pemilu.

Sementara itu Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Septinus Hematang SH mengatakan, keinginan untuk mendatangkan KPK juga sudah berada pada mekanisme yang benar. Jika kejaksaan dinilai sudah tidak mampu menangani kasus-kasus korupsi maka KPK dapat turun menangani kasus ini.

"Saya kira itu mekanisme yang benar saja, karena KPK juga punya kewenangan itu. Sekarang tergantung lewat penyelesaian mekanisme yang mana," katanya. Dia menambahkan, dalam berbagai kasus yang masuk Kejaksaan Tinggi pasca kerusuhan tahun 1999, sudah enam kasus yang telah disidangkan. Sisanya masih dalam tahap pelengkapi pemberkasan. (MMC)

© 2003 Maluku Media Centre, All Rights Reserved
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/urimesing
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044