Maluku Media Centre, Ahad, 13/06/2004 22:30:49 WIB
Pengungsi Meributkan Dana Bantuan Hamzah Haz
Reporter : Azis Tunny
Ambon, MMC --- Bantuan Wakil Presiden Hamzah Haz kepada pengungsi korban
kerusuhan Ambon dipermasalahkan sesama pengungsi, Minggu (13/6). Bantuan
sebesar Rp 20 juta yang diberikan kepada pengungsi muslim di kompleks Taman
Hiburan Rakyat (THR), Kelurahan Waihaong, diributkan antara pengungsi korban
kerusuhan 25 April 2004 dan pengungsi korban kerusuhan sejak tahun 1999 dan
2000, yang telah mendiami kompleks THR lebih dulu.
Ketidakjelasan sasaran bantuan itu menyebabkan puluhan pengungsi kerusuhan 25
April mendatangi penanggungjawab bantuan yang dipercayakan Hamzah Haz lewat
salah satu tim suksesnya, Mukhlis Rumbia yang juga menetap di kompleks THR.
Kedatangan para pengungsi menimbulkan ketegangan, karena pengungsi yang
mendiami kompleks THR sejak tahun 1999 dan 2000 juga menuntut hak yang sama,
yakni meminta agar bantuan tersebut dibagikan merata kepada semua pengungsi.
Ketua RT 003/RW 03 THR, Sulaiman Angkotasan, kepada MMC menyatakan,
bantuan tersebut haruslah diberikan secara merata kepada semua pengungsi. Sebab,
saat mengunjungi THR, Hamzah mengatakan dirinya hanya memberi bantuan
sekadarnya walau jumlahnya tidak besar namun diharapkan bisa membantu
meringankan beban pengungsi. Hal tersebut, lanjutnya, merupakan kepedulian
Hamzah kepada nasib pengungsi di Ambon.
"Beliau tidak jelaskan kalau uang itu diberikan khusus untuk pengungsi baru (korban
kerusuhan 25 April, red). Tidak jelas bantuan ini diperuntukan kepada siapa? Padahal
kalau mau dilihat semua masyarakat pengungsi sama-sama menderita dan bukan
saja mereka yang mengungsi pada tanggal 25 April," kata Sulaiman.
Sementara itu, Koordinator korban kerusuhan 25 April, Siti Fatimah Sangadji
mengatakan, bantuan yang diberikan Hamzah itu hanya diperuntukan buat 134
pengungsi korban kerusuhan 25 April di THR. Alasan dia, menurut berita SCTV yang
disiarkan Liputan 6 pagi, Minggu (13/6) menyebutkan, bantuan Rp 20 juta untuk
pengungsi THR itu khusus untuk korban kerusuhan 25 April, yang dipicu aksi
kelompok separatis Front Kedaulatan Maluku (FKM) yang ingin meneruskan
perjuangan kemerdekaan Republik Maluku Selatan (RMS).
Dia mengungkapkan, pengungsi THR sejak tahun 1999 hingga 2000 sebanyak 279
KK, sebagian sudah diberikan bantuan bangun rumah (BBR) dan biaya pemulangan.
Namun, bantuan tersebut tidak dimanfaatkan. Beberapa rumah yang telah dibangun di
Kampung Waringin dan Tanah Lapang Kecil (Talake), Kecamatan Nusaniwe
misalnya, tidak ditempati pengungsi. Malah ada yang justru dikontrakan kepada
orang lain atau dibiarkan kosong.
"Para pengungsi lama ini kan sudah memperoleh hak-haknya. Rumah mereka yang
telah dibangun tidak di tempati justru di kontrakkan kepada orang lain. Sebaliknya
yang masih menderita adalah mereka yang meninggalkan rumah dan harta bendanya
yang terbakar akibat kerusuhan 25 April lalu. Kita juga tidak menginginkan menjadi
pengungsi," tandas Siti.
Menurut dia, jika tidak pecah kerusuhan pada 25 April lalu maka rumah-rumah
pengungsi yang dibangun darurat di arel kompleks THR seluas 100 x 114 meter itu
akan digusur oleh Pemerintah Provinsi Maluku. Hal tersebut, kata siti, dikemukakan
Wakil Gubernur Maluku Drs. Mumahamad Latuconsina, saat mengunjungi THR
sebelum pecah kerusuhan 25 April.
Hal tersebut juga dibenarkan penjaga THR, Salim Nussy. Pria yang telah bekerja
sebagai penjaga kompleks tersebut sejak tahun 1992 itu mengatakan, masyarakat
yang tinggal di THR sudah bukan murni berstatus pengungsi. Dari 300 rumah darurat
yang dibangun, sekitar seratusan rumah telah ditempati atau dikontrak masyarakat
yang bukan pengungsi. "Padahal masyarakat luar tahu mereka yang tinggal di
kompleks THR adalah pengungsi, padahal sebenarnya tidak," ungkap Salim.
Di tempat terpisah, Ketua RT 003/RW 03 Kampung Waringin, Junaidi kepada MMC
mengungkapkan, warganya yang mayoritas pengungsi ketika di bangun rumah oleh
pemerintah, ternyata tidak semuanya kembali. "Ada 16 rumah yang dibiarkan kosong
atau dikontrakan. Hal tersebut juga terjadi di RT 001 dan RT 002 di Kampung
Waringin," kata Junaidi yang bersama warganya kembali mengungsi saat pecah
kerusuhan 25 April. Kampung Waringin dan Talake merupakan pusat konflik terbesar
saat pecah kerusuhan 25 April.
Dia mengungkapkan, ada dikotomi yang membedakan pengungsi baru dan pengungsi
lama. Hal tersebut seringkali menimbulkan kecemburuan dan perselisihan antara
sesama pengungsi saat ada bantuan yang mengalir ke THR. "Padahal kalau mau
dilihat mereka sudah diberikan bantuan penuh selama ini oleh pemerintah maupun
lembaga nonpemerintah. Ini yang menjadi persoalan baru bagi kami," ungkap Junaidi.
Sementara itu, Tim sukses pemenangan Hamzah untuk wilayah Maluku, Hendra
Anwar menyebutkan, kedatangan Hamzah mengunjungi THR bukan semata-mata
melihat secara langsung kondisi pengungsi kerusuhan 25 April lalu. "Dari sisi
moralitas Pak Hamzah ingin melihat kondisi semua pengungsi yang ada. Dan
bantuan yang diberikan juga nantinya diberikan kepada semua pengungsi entah itu
nanti disalurkan berupa uang atau fasilitas umum yang dapat dinikmati oleh semua
pengungsi di sini," kata Hendra yang juga tinggal di THR.
Selain bantuan untuk pengungsi muslim, bantuan Hamzah juga diberikan kepada
pengungsi Kristen di Desa Passo sebesar Rp 20 juta saat dirinya berkampanye
selaku calon presiden di Ambon, 12 Juni lalu. Untuk mencari solusi terhadap
persoalan bantuan ke pengungsi THR, tim sukses Hamzah berencana melakukan
pembicaraan bersama para pengungsi. "Mudah-mudahan persoalan ini cepat berakhir
setelah kita pertemukan mereka," kata Hendra. (MMC)
© 2003 Maluku Media Centre, All Rights Reserved
|