Radio Nederland Wereldomroep, Selasa 01 Juni 2004 06:45 WIB
Penertiban LSM Dan Warga Asing Hanya Rugikan Indonesia
Sendiri
Max Lane pengamat Indonesia, dan tenaga pengajar di Universitas Murdoch, di Perth
Australia dikabarkan juga salah satu warga asing yang terkena cekal Komisi I DPR.
Walaupun sampai sekarang tidak ada pemberitahuan resmi, tapi apabila hal ini
memang ternyata benar, maka dapat dibilang pemerintah Indonesia kembali lagi ke
praktek Orde Baru. Padahal, belakangan kita dipuji terutama oleh masyarakat
Australia, karena tahun-tahun belakangan ini banyak kesempatan untuk bertukar
pikiran dengan berbagai lapisan atau organisasi. Tetapi menurut Max Lane, yang
paling merugi adalah orang Indonesia sendiri. Terlebih dahulu ditanyakan kepadanya
apakah dia mengetahui kenapa dia termasuk warga asing yang terkena cekal.
Max Lane (ML): Tidak tahu, mungkin karena wawancara-wawancara dengan Radio
(Radio Nederland, red) Hilversum mungkin. Saya kurang tahu sebenarnya. Saya
hanya membaca di koran bahwa dalam sebuah briefing oleh kepala BIN kepada
menteri urusan intelijen, kepada komisi DPR dan seluruh briefing tertutup nama saya
disebut. Tapi itu saja yang saya tahu. Lebih dari itu saya nggak tahu. Tapi mungkin
karena sering disiarkan wawancara dengan saya melalui Radio Hilversum, mungkin
itu ya.
Radio Nederland (RN): Mungkin juga ya. Tapi anda kepada Radio Hilversum kan
bicara faktual dan menurut perspektif andalah yang dapat anda pertanggungjawabkan
kan?
ML: Ya betul. Atau mungkin tulisan-tulisan saya yang setiap bulan di Jakarta Post.
Mungkin itu atau waktu kadang-kadang kalau ke Jakarta diinterviu di berbagai acara
televisi. Mungkin itu. Saya tidak tahu ya. Pekerjaan saya hanya menulis dan bicara.
Jadi, saya hanya bisa ambil kesimpulan adalah sesuatu yang saya tulis atau sesuatu
yang saya bicarakan yang kurang sreg dengan orang yang menyebut nama saya itu.
RN: Resminya anda tidak pernah menerima surat apa pun ya dari instansi Indonesia?
ML: Oh tidak. Sepengetahuan saya setelah nama saya disebut dalam briefing
tertutup Komisi DPR, tidak ada proses lebih daripada itu. Saya kira kan suasana di
Indonesia kan sudah jauh lebih terbuka daripada di zaman Orde Baru. Jadi saya
melihat sesudah terjadi peristiwa ini dengan menyebut nama saya, terus juga nama
Sydney Jones, tersebut sebutan tentang ada berbagai LSM yang juga merugikan
negara atau istilah yang semacam itu, ya saya ndak tahu persis ya istilahnya... Tapi
saya lihat juga banyak sekali tanggapan masyarakat yang tidak bisa terima hal
seperti itu lagi.
RN: Terakhir, Max, andaikata ini betul bahwa Sydney Jones diusir, kantor ICG
(International Crisis Group) ditutup, sejumlah LSM ditindak, anda tidak boleh masuk
Indonesia lagi, seperti apa ini dampaknya bagi dunia internsional, khususnya bagi
Australia?
ML: Kalau pemerintah Australia, elit Australia ya cuek saja. Tapi kalau masyarakat
Australia pada umumnya pasti sedih juga. Kalau dalam tahun-tahun terakhir ini sudah
banyak kesempatan berkembang untuk tukar pikiran. Orang dari berbagai sektor
masyarakat, berbagai sektor civil society dari Australia ke Indonesia, dari Indonesia
ke Australia, akan sangat sedih. Saya kira pasti lebih banyak orang yang sedih itu di
Indonesia sendiri.
Kalau ini bukan semacam peristiwa yang tidak masuk akal, tapi memang merupakan
sebuah gejala kembali ke suasana Orde Baru, saya kira di Indonesia lebih banyak
sedihnya lagi. Saya sudah baca kemarin juga ada konferensi pers di mana Nurcholis
Madjid, Nono Anwar Makarim, Goenawan Mohammad, Todung Mulya Lubis dan
berbagai figur lain juga menyatakan tidak setuju dengan sikap seperti ini.
Demikian Max Lane Max Lane pengamat Indonesia, dan tenaga pengajar di
Universitas Murdoch, di Perth Australia.
© Hak cipta 2004 Radio Nederland Wereldomroep
|