Radio Nederland Wereldomroep, Selasa 25 Mei 2004 06:45 WIB
Gema Warta
Uskup Mandagi Menduga Kelompok Wiranto Di balik Ledakan
Bom di Ambon Ahad Lalu
Intro: Ahad lalu Ambon tegang lagi menyusul kerusuhan 25 April lalu gara-gara kasus
penaikan bendera Republik Maluku Selatan RMS. Pelbagai bom meledak antara lain
di kampung Halong Baru. Akibatnya tujuh orang terluka dan salah satu di antaranya
tangannya harus diamputasi. Demikian tegas Uskup Amboina, Mgr Mandagi, kepada
Radio Nederland. Selanjutnya pemimpin rohani Katolik ini menyangka Wirantolah
yang berada di balik peristiwa ini. Capres Golkar ini berkepentingan untuk menjegal
dua capres lain yaitu Megawati Sukarnoputri sebagai presiden sipil dan juga Susilo
Bambang Yudhoyono, sebagai pendukung perjanjian Malino, katanya. Selain bom di
Halong Baru itu, menurut Mgr Mandagi, ada juga bom-bom lain meledak hari Ahad itu.
Berikut keterangannya.
Mandagi: Juga pada jam sebelas ditemukan juga bom di Batu Merah, tapi bom itu
tidak meledak. Kemudian juga di Karang Panjang Bawah ditemukan juga satu bom,
tapi tidak meledak. Jadi yang hanya meledak adalah bom yang terdapat di desa
Halong Baru.
Radio Nederland (RN): Anda mempunyai dugaan pihak mana yang melakukan atau
yang meletakkan bom-bom seperti itu?
Mandagi: Saya punya dugaan orang yang membuat ini terdapat dalam sebuah
kelompok. Dan kelompok itu tidak berkaitan dengan agama, Kristen atau agama
muslim. Ini kelompok yang bagi saya berusaha menciptakan lagi koflik dan
kekerasan di kota Ambon dan dengan konflik itu mendapat keuntungan politik.
Sehingga adanya konflik dan kekerasan di kota Ambon, termasuk pengeboman ini,
terkait dengan pemilihan presiden. Ini saya punya pandangan.
Maksudnya bahwa Ambon ini dibuat sedemikian rupa, dalam keadaan kacau, untuk
menyatakan bahwa pemerintahan sekarang ini tidak mampu menciptakan kedamaian
di kota Ambon ini, khususnya di Maluku, sudah sejak tahun 1999. Itu berarti bahwa
pemerintah sekarang ini musti diganti. Musti ada pemerintahan yang baru. Musti ada
presiden baru yang lebih kuat. Mungkin orang yang membuat ini dari kelompok
penunjang calon presiden yang baru.
RN: Orang kuat itu orang yang berlatar belakang militer maksudnya?
Mandagi: Ya saya sangka. Ini persangkaan saya saja.
RN: Persangkaan begitu ya. Tapi ada logikanya juga?
Mandagi: Persangkaannya adalah pemerintahan sekarang itu kan sipil. Dia tidak
mampu menciptakan kedamaian di Maluku. Karena pemerintahan ini lemah. Buktinya
ada konflik di sini terus menerus dari tahun 1999. Jadi perlu pemimpin yang baru dan
pemimpin yang baru bukan dari sipil, tapi dari bekas militer.
RN: Tapi ada dua bekas militer. Jadi yang mana? Wirantokah kira-kira?
Mandagi: Ya, saya tidak bisa menentukan. Saya sangka beliau.
RN: Tapi sebenarnya itu kan cerita lama. Dulu juga begitu kan?
Mandagi: Dulu juga saya sangka begitu. Karena ini ada kaitan dengan Orde Baru.
Bagi saya, ini bangkitnya Orde Baru. Dan bagi saya, Wiranto juga dari Orde Baru.
RN: Tapi apakah bukan Susilo Bambang Yudhoyono SBY?
Mandagi: Tidak. Saya lebih cendrung kepada yang lain. SBY justru dulu sama
dengan Yusuf Kalla menciptakan Perjanjian Malino toh. Bisa juga terkait dengan mau
menyatakan kepada mereka yang akan memilih SBY, jangan pilih dia. Karena toh
usahanya, Perjanjian Malino toh, gagal. Jadi pilihlah yang lain, yang lebih kuat.
RN: Menurut Anda bagaimana masyarakat Maluku menyikapi peristiwa ini?
Mandagi: Saya lihat masyarakat di sini, baik muslim maupun kristen, sudah makin
dewasa. Mereka sekarang makin tahu bahwa masyarakat muslim dan kristen ini
dipermainkan saja, dipergunakan saja untuk kepentingan politik. Jadi, walau ada bom,
konflik atau kerusuhan tidak terjadi lagi. Memang ada ketegangan, tapi tidak seperti
dulu mungkin langsung serang menyerang antara satu dengan yang lain.
Tetapi masyarakat Maluku, baik muslim maupun kristen, itu sudah makin dewasa
dan makin tahu bahwa mereka hanya dipakai untuk kepentingan politik, kepentingan
sesaat saja, dengan mengorbankan masyarakat yang ada di sini.
Demikian Uskup Amboina, Mgr Mandagi.
© Hak cipta 2004 Radio Nederland Wereldomroep
|